❀ 29 - Satu Lampu Hijau dari Tiga Pelindung Xenna

1K 126 43
                                    

XENNA tengah sibuk menikmati santap malamnya kala ia menerima panggilan video dari Vandi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

XENNA tengah sibuk menikmati santap malamnya kala ia menerima panggilan video dari Vandi. Dengan gerakan kunyahan yang melambat, Xenna raih ponsel yang tergeletak di samping piring. Secuil kebingungan tampak pada wajahnya sebab Vandi jarang sekali melakukan hal tersebut. Kendati demikian, bukan berarti Xenna akan menolaknya juga. Oleh sebab itu, usai menelan makanan--sembari dibantu dorongan air putih, lekas saja gadis itu menyandarkan ponsel pada kotak tisu terdekat dan cepat-cepat menerima panggilan dari sang kakak laki-laki.

"Loh, kamu lagi di mana ini, Xen?" Vandi sudah lebih dulu melontarkan tanya sebelum Xenna sempat menyapa, tepat setelah ia dapat melihat dengan jelas apa-apa saja yang ada di sekitar adiknya. Dahi laki-laki itu tampak berkerut samar.

"Oh, Xenna lagi di Warung Sate Pak Amin yang di depan komplek itu, Abang," Xenna hanya menjawab sekenanya. Saat ini ia memang tengah bosan dengan menu-menu makanan yang biasa disantapnya setiap hari, sehingga pada akhirnya memutuskan untuk mencari makanan yang dijajakan oleh pedagang kaki lima yang dapat ia temukan di sekitar komplek. Pilihannya pun jatuh pada sebuah warung sate hanya karena aroma khas dari asap yang menyapa indra penciumannya.

"Sendirian? Dan kamu makan di tempat? Kenapa nggak dibawa pulang aja, Xenna?" Terdengar sebuah kekhawatiran dari nada suara Vandi, pun dapat terlihat pula dari sorot matanya. "Ini udah mau jam sembilan, loh. Kok bisa-bisanya kamu malah pergi sendiri? Kenapa juga kamu baru makan jam segini, hm? " Vandi bertutur dengan lembut sehingga Xenna sama sekali tak merasa kakak laki-lakinya itu tengah mengomelinya.

Xenna mencebikkan bibir. "Aduh, Abang, nanyanya satu-satu, dong, Xenna jadi bingung jawabnya," gerutu gadis itu sebelum ia menggigit daging ayam berbalut bumbu kacang dari tusuknya.

Vandi pun mengembuskan napas perlahan, memutuskan untuk mengalah. "Kenapa baru makan jam segini?"

"Xenna tadi sibuk ngerjain skripsi, Bang. Tapi tadi Xenna sambil makan roti juga, jadi aman, Abang tenang aja."

"Terus kenapa makan di luar? Bukannya biasanya kamu masak sendiri?"

"Ya Xenna bosen, Bang, menu yang bisa Xenna bikin cuma itu-itu aja. Kalo nungguin Papa pulang bawa makanan pun suka kelamaan."

"Terus, kenapa sendiri? Kamu nggak liat tuh, di sekitar kamu lebih banyak pelanggan cowok? Kalau mereka gangguin kamu gimana, Xen?"

Untuk yang satu ini, Xenna tidak bisa langsung menjawab. Sebetulnya Xenna pun tidak ingin pergi sendiri, dan ia sadar betul bahwa sejatinya ia bisa saja mengajak seseorang yang kemungkinan bersedia menemaninya. Namun, rasanya Xenna belum siap jika harus bertemu dengan orang itu, kendati ia sudah berusaha menghindar selama berhari-hari. Xenna tidak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi lelaki itu andai kata ia akan membahas hal yang serupa di hari lalu. Xenna takut ... jika lelaki itu berhasil membuatnya kembali meninggikan harapan akan sesuatu yang sesungguhnya masih tak pasti.

Memories in the MakingWhere stories live. Discover now