❀ 39 - Xenna dan Ketenangan yang Enggan Hadir

636 81 78
                                    

"XENNA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"XENNA ... ini beneran kamu? Kamu udah nggak marah lagi sama Abang? Kamu udah mau ngomong lagi sama Abang, Xen?"

Xenna lekas menggigit bibir dengan jantung yang berdetak lebih cepat. Pada akhirnya, ia dapat kembali mendengar suara yang begitu dirindukan setelah berusaha menekan ego dan mengakui bahwa dirinya sudah keterlaluan. Intonasi lembut yang penuh dengan kelegaan tersebut pun membuat Xenna menyadari bahwa lawan bicaranya sekarang sudah sangat menunggu akan datangnya momen ini. "Abaaang ... Xenna kangen," adu gadis itu segera sembari menahan luruhnya cairan bening yang muncul tanpa seizinnya.

"Abang juga, Xen. Abang juga kangen sama kamu. Rasanya Abang nggak percaya waktu lihat kalau ternyata kamu yang telepon Abang," tutur Vandi terdengar antusias, membuat Xenna yakin kakak laki-laki pertamanya itu berbicara dengan kedua sudut bibir yang terangkat. Namun, perasaan khawatir pun turut bergabung ketika Vandi melanjutkan, "Tapi, gimana kondisi kamu sekarang, Xen? Kamu nggak papa, 'kan? Abang terus kepikiran dari kemarin setelah dengar kabarnya dari papa ...."

"Xenna udah nggak papa, kok. Abang nggak perlu khawatir," jawab Xenna, berusaha terdengar meyakinkan.

"Kamu nggak bohong sama Abang, 'kan?"

"Nggak, Abang."

Embusan napas Vandi pun langsung tertangkap oleh rungu Xenna. Masih dengan cemas yang berselimut ketenangan, Vandi melontarkan tanya, "Gimana ceritanya kamu sampai bisa nggak makan seharian, Xen? Kok kamu tiba-tiba jadi bandel begini? Apa karena Abang dan Wira udah jarang ngingetin kamu kayak dulu lagi?"

Xenna meringis pelan, sedikit tak menyangka Vandi berpikir demikian. "Nggak gitu, Abang ...." Lantas, ia pun menerangkan, "Habisnya Xenna panik karena Xenna harus setor revisian di malam itu juga, sementara pekerjaan Xenna aja banyak yang belum selesai. Xenna nggak bisa mikirin hal lain, terus Xenna juga nggak sadar sampe udah ngelewatin jam makan ...."

"Ya ampun, Xen," adalah reaksi pertama Vandi, yang kemudian disusul oleh embusan napas lelah. "Kamu dengerin Abang, ya? Skripsi kamu emang penting, tapi kesehatan kamu jauh lebih penting dan itu yang harus kamu prioritaskan. Harusnya kamu bisa lebih aware karena kamu tahu sendiri apa akibatnya kalau kamu terlambat. Makan tuh nggak ngehabisin banyak waktu, Xen, jadi nggak ada yang namanya nggak sempat, apalagi sampai dilupakan padahal itu kebutuhan utama."

Tidak ada balasan dari Xenna sebab penuturan Vandi lekas mendatangkan rasa sesal dalam dirinya.

"Janji sama Abang, nggak akan diulangi lagi?"

"Iya Abang, Xenna janji."

"Abang nggak mau ya, dapat kabar nggak mengenakan lagi soal kamu nantinya," Vandi menyahut tegas. "Terus, sekarang kamu di mana, Xen? Udah di rumah atau masih di rumah Janu?"

Xenna menggigit bibirnya sejenak. Nyatanya, saat ini ia tidak sedang berada di kedua tempat tersebut, dan ia pun tahu bahwa dirinya tak bisa membohongi Vandi dalam keadaan seperti ini. Namun, jika gadis itu berkata jujur, sudah dapat dipastikan Vandi akan mengomelinya untuk yang kedua kali, sehingga keraguan betul-betul menahannya sekarang. Sampai beberapa detik berselang, ketika sadar tak punya pilihan lain, pada akhirnya Xenna pun membalas, "Xenna lagi di rumah dosen pembimbing Xenna, lagi nunggu giliran buat bimbingan ...."

Memories in the MakingWhere stories live. Discover now