❀ 34 - Keyakinan yang Menghampiri Janu

876 105 53
                                    

SELAMA menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit, hanya ada hening yang melingkupi sepasang insan dalam naungan atap Vios silver itu

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

SELAMA menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit, hanya ada hening yang melingkupi sepasang insan dalam naungan atap Vios silver itu.

Janu betah menyetir dalam geming, tetapi sesekali ia sempatkan menengok ke samping untuk mengecek keadaan Xenna--yang sejak tadi sama sekali tak mengeluarkan suara, kecuali isakan kecil pun tarikan cairan di hidung lantaran gadis itu belum mampu menghentikan tangisannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Janu bukannya sama sekali tidak mampu berbuat sesuatu. Janu justru sengaja membiarkan Xenna menumpahkan rasa sedihnya sampai sang gadis merasa lebih baik. Baru setelahnya Janu menjalankan peran sebagaimana mestinya seorang kekasih.

Beberapa menit berselang, pergerakan dari Xenna dengan cepat menarik atensi Janu. Lelaki itu pun menoleh, dan ia segera mendapati Xenna yang tengah merogoh ponsel dari dalam tasnya. Seseorang menghubungi Xenna, tetapi ia tampak enggan untuk menjawab. Benda pipih tersebut hanya dipandangi sesaat, sebelum berakhir dikembalikan lagi ke tempat semula. Dan, hal tersebut tentu saja lekas mengundang kerutan halus di dahi Janu.

"Kenapa nggak diangkat?" Janu bertanya dengan hati-hati.

Xenna menoleh, lalu menggeleng-geleng pelan. "Aku nggak mau ngomong sama Bang Vandi," jawab gadis itu lirih, bersamaan dengan meluruhnya air mata yang segera ia usap cepat.

Mendengar hal tersebut, Janu hanya mampu embuskan napasnya dengan berat. Saat ini belum waktunya, pikir Janu. Maka dari itu, Janu hanya memaklumi Xenna dan kembali ia biarkan gadisnya menuntaskan tangisnya terlebih dahulu.

Tak lama setelah itu, bertepatan dengan berhentinya mobil di depan lantaran lampu lalu lintas tengah berwarna merah, Janu merasakan getaran pendek dari ponsel yang ia taruh di saku kemeja. Memanfaatkan waktu yang ada, Janu pun segera mengecek pesan-pesan yang baru ia terima.

Vandi Abimana
Nu
Xenna marah sama gue ya?
Xenna nangis karna gue ya nu?

Di sisi lain, Janu baru menyadari bahwa beberapa menit sebelumnya, Wira sudah lebih dulu mengirimkan sesuatu padanya.

Wiranata Adisatya
Nu, jangan lupa ajak adek gue makan dulu sblm pulang
Paksa aja kalo dia gak mau
Jangan sampe sakitnya kambuh gara2 masalah ini

Janu tergeming sejenak, berpikir apa yang harus ia katakan pada kedua kakak laki-laki Xenna agar ia tak melakukan kesalahan. Sebab saat ini Janu dapat melihat jelas bagaimana Vandi maupun Wira telah menggantungkan segalanya pada dirinya--di saat Xenna tak mau bicara dengan mereka. Sebisa mungkin Janu pun harus bisa bersikap netral karena ia tahu, sejatinya tidak ada yang benar-benar berada dalam posisi bersalah pada persoalan ini.

Pertama-tama, Janu mengetikkan balasan untuk Vandi terlebih dahulu.

Adhyaksa Januar
Nanti gue coba bicara sama xenna.
Lo tenang aja, bang.

Vandi Abimana
Thanks sebelumnya, nu
Tolong sampein juga ke xenna kalo gue ataupun wira sama sekali ga pernah anggap dia sebagai beban
Gue tau gue sama wira salah, tapi semua yang kami lakuin semata-mata karna kami bener2 sayang sama dia

Memories in the MakingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ