Roh Pemburu Cinta 10

66 6 0
                                    

Setelah Pramuda sendiri ikut membuktikan kematian Wenny dengan ikut datang kerumah sakit, maka hatipun tersa lega sekali. Ada sorak di atas kematian itu. Ada kegembiraan di atas musibah yang di alami oleh Wenny itu. Tentu saja tak bisa di tunjukkan di depan Pramuda. Bahkan di depan Pramuda, Verra berlagak murung, seakan ikut berduka atas kematian Wenny.

"Bagaimana kejadiannya bisa sampai seperti ini, San?!" bisik Pramuda dengan wajah duka, karena betapa muaknya ia kepada Wenny, namun kematian adalah duka tersendiri bagi hatinya.

Masa-masa indah, taburan tawa  riang, canda yang penuh gelak tawa, semua menjadi kenangan yang menghadirkan duka bagi Pramuda.

"Aku tak tahu persis awal kejadiaannya," kata Santosa yang akrab di panggil Santos saja.

Ia adalah seorang wartawan dari sebuah harian Ibukota yang termasuk gesit dan lincah dalam memburu berita. Kebetulan sekali Santos adalah di bagian pemberitaan kriminalitas dan kecelakaan, sehingga ia mendengar sebuah bus kota  menabarak sebuah taxi sehingga menewaskan seorang korban, yaitu si sopir taxi, maka ia segera meluncur ke tempat kejadian.

"Saat aku memotret dua korban yang ada di dalam taxi itu, aku terkejut, ternyata penumpangnya adalah Wenny. Aku sempat berseru kaget memanggilnya, sehingga para petugas kecelakaan itu mengetahui bahawa aku mengenal Wenny." Tutur Santos berapi-api.

"Waktu Wenny di larikan ke rumah sakit, polisi minta aku mengikutinya. Motorku di bawa teman, dan aku masuk di dalam ambulance. Ia masih hidup, Pram!! Masih bisa bicara padaku walau dengan nada lirih."

"Apa yang dia katakan?" tanya Pramuda dengan suara lemah.

"Ia benci gadis itu..."

"Siapa maksudnya..??"

"Entah, ia tak sebutkan namanya, Pram. Ia hanya bilang. 'Aku benci gadis di rumah Pramuda itu!' Aku pun tak berani banyak bertanya karena ia mengeluarkan darah cukup banyak dari telinga dan mulutnya..."

Pramuda tertegun bengong. Terbayang wajah Kumala Dewi seketika itu juga. Pram yakin, Wenny pasti telah ke rumahnya dan bertemu dengan Kumala Dewi. Tapi ia tak tahu apa yang terjadi saat kedua gadis itu saling bertemu.

Verra mendengar ucapan itu, ia pun menjadi bertanya-tanya dalam hati, siapa tahu gadis yang ada di rumah Pramuda itu. Ia belum berani menanyakan kepada Pramuda, karena suasananya masih belum mengijinkan. Namun diam-diam ia menjadi ingin tahu tentang gadis yang ada di rumah Pramuda itu.

Verra bergegas pulang ke kantornya pada saat Pramuda selesai menghubungi Kumala Dewi melalui Handphone-nya. Pram tak begitu menghiraukan kepergian Verra, karena ia lebih memperhatikan keterangan dari Mak Supi.

Rupanya si pelayan setia itu juga di minta menceritakan pertengkaran antara Wenny dengan Kumala Dewi melalui telepon. Rupanya kabar kecelakaan yang merenggut nyawa Wenny itu sempat membuat Kumala Dewi tertegun sendirian di dapur, sementara Mak Supi menirukan beberapa ucapan Wenny saat marah-marah kepada Kumala.

Wajah cantik di dapur itu tampak semakin murung berselimut penyesalan. Karenanya, kepada Pramuda, Mak Supi berkata.

"Tapi non Kumala sangat menyesali kata-katanya itu, Tuan. Sejak Non Wenny pergi, non Kumala kelihatan murung dan memikirkan ucapannya yang mengatakan bahwa Non Wenny sendiri yang akan mati."

"Apalagi yang di katakan Kumala kepadamu, Mak??"

"Yah, cuman rasa sesalnya saja. Sebab, Non Kumala yakin bahwa hari ini Non Wenny akan mengalami musibah yang sangat berbahaya. Saya sudah menghiburnya, Tuan. Saya bilang, itu hanya ucapan orang yang lagi marah saja. Biasanya orang yang marah memang bicaranya sembarangan seperti itu. Tapi Non Kumala tetap menganggap bahwa kata-katanya akan menjadi kenyataan. Dan rupanya..."

Suara si pelayan itu semakin pelan. "Rupanya... apa yang di khawatirkan itu memang benar. Kata-katanya menjadi kenyataan. Saya sendiri tak menyangka akan mendapat kabar seperti ini, Tuan."

"Gila, manusia seperti apa dia itu??!!" gumam Pramuda yang tak sadar bahwa suaranya masih bisa di dengar melalui telepon oleh Mak Supi.

Maka, perempuan separuh umur itupun menanggapi gumam tersebut.
"Entahlah, Tuan. Saya sendiri pun tak tahu siapa sebenarnya Non Kumala itu. Tapi yang jelas, ucapan seperti itu di lontarkan oleh Non Wenny terlebih dahulu. Non Kumala semula diam saja kok, Tuan. Beliau tidak melawan dan membantah. Bahkan lebih bersifat mengalah, walau sudah di caki maki sekasar itu oleh Non Wenny..."

Nada bicara Mak Supi cenderung membela Kumala Dewi. Agaknya Mak Supi memang tak ingin Kumala disalahkan. Tetapi bagi Pramuda, bukan soal siapa yang salah dan yang benar. Yang menjadi persoalan bagi Pramuda adalah kebenaran kata-kata Kumala Dewi, bahwa hari itu juga Wenny benar-benar akan Mati.

Apakah hal itu merupakan suatu kebetulan saja atau memang ada hubungan kuat dengan ucapan Kumala Dewi tersebut?

Pertanyaan seperti itulah yang sempat mengganggu ketenangan Pramuda, karena selalu muncul dalam batinnya.

"Barangkali dia seorang Paranormal. Ya, kurasa dia seorang gadis Paranormal yang mempunyai ketajaman indera keenam," pikir Pramuda mencoba menarik kesimpulan dari kecamuk hatinya itu.

Namun sang hati belum merasa lega jika belum mendapat jawaban yang Pasti dari Kumala sendiri. Maka ketika hari menjelang petang, Pramuda mengajak Kumala Dewi keluar rumah dengan alasan makan malam di luar.

Pram sendiri punya rencana untuk membelikan beberapa potong gaun untuk Kumala, karena gadis itu tak mempunyai pakaian apapun, kecuali gaun putih yang di kenakannya pada malam hujan lebat itu.

Celana jeans masih di kenakan oleh Kumala, tapi atasannya udah di ganti dengan kemeja lengan panjang milik Pramuda yang sudah lama tidak di pakai. Gadis itu tak merasa malu atau canggung mengenakan pakaian tersebut. Justru ia tampak cantik dan modis sekali mengenakan celana jeans dan kemeja lengan panjang.
Ia mirip gadis tomboy, hanya sayangnya ia mempunyai rambut panjang dan dibiarkan meriap sepanjang punggung.

Pada saat Pramuda pergi bersama Kumala, Verra datang ke rumah mungil itu. Ia hanya bertemu dengan Mak Supi dan mereka sudah saling mengenal.

Verra menanyakan tentang gadis yang tinggal di rumah Pramuda. Ia juga menceritakan apa yang sudah di dengarnya dari Santosa tentang ucapan Wenny sebelum gadis itu menghembuskan nafas terkhir.

"Non Kumala adalah saudara misan Tuan Pramuda yang baru datang dari luarkota," kata Mak Supi mengalihkan kecurigaan Verra.

"Sayangnya, Non Wenny salah mengerti atau memang tidak mau mengerti, sehingga terjadilah pertengkaran mulut di antara mereka berdua..." Mak Supi menceritakan pula ucapan Kumala yang bagai merupakan awal dari musibah kematian Wenny itu.

Verra menjadi merinding mendengarnya. Tapi hati penasaran ingin sekali melihat secantik apa Kumala Dewi yang menurut Mak Supi seperti bidadari itu. Maka ia pun bermaksud menunggu kedatangan Pramuda dengan Kumala Dewi.

****

1. Roh Pemburu Cinta✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum