Roh Pemburu Cinta 17

60 7 0
                                    

Pada waktu itu, Pramuda masih belum tahu bahwa gadis yang duduk di sebelahnya itu bukan Kumala Dewi. Menurut pandangan matanya, gadis itu Kumala. Namun ia tak tanggap dengan keganjilan yang sebenarnya harus diketahui wewangian yang menyebar dari tulang gadis itu bukan wangi cendana bercampur pandan, melainkan bau wangi bunga mawar.

Karena kurang menanggapi keganjilan itu, maka Pramuda tak menaruh curiga apa-apa kepada gadis yang duduk di sampingnya.

"Ke mana kita ini enaknya, Mala?"

"Ke mana saja, asal jangan pulang ke rumah."

"Ada apa sebenarnya di rumah?"

"Berbahaya bagimu!" jawab gadis itu dengan suara datar.

"Bagaimana kalau malam ini kita tidur di hotel saja?"

"Kurasa itu ide paling baik, Pram!" sambil gadis itu berpaling dan tersenyum lebar.

Hati Pramuda menjadi girang. Bukan saja karena mendapat senyuman manis dari wajah cantik itu, tapi juga karena gagasannya tidak ditolak oleh Kumala Dewi. Padahal semula Pram sangsi untuk mengajukan ide tersebut. Ia menyangka akan ditolak. setidaknya dikecam yang bukan-bukan oleh Kumala. Namun setelah Kumala menyatakan ide itu adalah ide yang bagus, hati Pram menjadi girang.

Bukan hal yang sulit bagi Pramuda untuk mendapatkan kamar hotel yang tarif kemewahannya sedang-sedang saja. Ia sudah sering membawa wanita ke hotel itu dan tahu betul kamar mana yang mempunyai suasana romantis.

Karena ketika merasa idenya disetujui oleh Kumala Dewi itu, Pram mulai berpikiran nakal hasratnya mulai terusik, hingga gairahnya mulai menaburkan khayalan dalam benaknya.

"Oh, ya... aku paling suka dengan kamar Pram," kata Kumala dengan wajah berseri-seri.

Pram tak sadar bahwa seharusnya Kumala tidak berkata demikian jika berkata demikian, berarti ia pernah datang ke tempat itu. Pram lupa, bahwa ia pernah membawa wenny ke kamar itu dan bercinta sepuas hati mereka di sana.

"Matikan lampu dan buka semua gorden jendela. Maka kita akan bercinta seperti di atas awan. Bukankah begitu, Pram?!"

Pramuda tertawa, membiarkan kedua tangan si gadis merangkulnya dari depan. "Kau sepertinya tahu persis seleraku, Mala," ucap Pramuda pelan.

"Tentu saja, sebab aku juga menyukai keromantisan seperti itu."

Wajah cantik berhidung mancung itu ditatap sejenak oleh Pramuda. Kemudian si gadis bagaikan tak sabar segera memejamkan mata dan mendekatkan bibirnya ke bibir Pramuda. Tanpa menunggu lebih lama lagi Pramuda pun mengecup bibir itu dengan pagutan lembut. Ternyata si gadis membalas dengan sedikit lebih galak dari Pram sendiri.

Pramuda mulai menyusuri lekuk tubuhnya dengan kedua tangannya. Bahkan ia meremas pinggul si gadis dengan mulut keluarkan desah memanjang ketika si gadis memagut-magut lehernya. Menyapu sekitar leher sampai telinga dan lidahnya.

"Oh, Mala... tunggu sebentar. Kini padamkan lampunya dan kita buka tirai itu!"

"Lakukan secepatnya, Pram. Aku sudah tak sabar menunggu kehangatanmu," bisik si gadis dengan suara mendesah, semakin memancing gairah Pramuda.

Kamar di lantai delapan dari hotel bertingkat sepuluh itu segera dipadamkan lampunya. Tirai penutup dinding kaca pun dibuka lebar-lebar, maka tampaklah kelap kelip kehidupan malam bagai taburan mutiara yang amat indah.

Mereka tak takut ada yang mengintainya dari dinding kaca itu, karena mereka berada di lantai atas. Ketika Pramuda selesai membuka semua tirai, gadis itu ternyata sudah tak mengenakan selembar benang pun. Ia duduk bersandar di sofa yang menghadap ke dinding kaca itu.

Sikap duduk yang menantang itu membuat Pramuda tak sabar dan segera menyambar dua bukit yang menggumpal di dada. Kencang dan menggairahkan sekali.

"Aoouuhhh... Praaam... oouuuhhh..." si gadis menjerit manja ketika Pramuda menyambar ujung-ujung bukit dengan kelincahan mulut dan lidahnya

"Ooh, Pram... kau sudah siap sekali rupanya. Hik, hik, hik, hik... "

Gairah yang berkobar-kobar membuat Pram tak menyadari bahwa tubuh si gadis dalam keadaan dingin. Tubuh itu sebenarnya tidak sehangat tubuh wanita pada umumnya. Justru lebih terasa hampir seperti sebatang es balok. Tapi karena sudah diburu gairah dan di tuntut kebutuhan batinnya, Pramuda tak menghiraukan hal itu. Bahkan ia membiarkan si gadis membuatnya duduk bersandar di sofa itu, lalu menciumi seluruh tubuhnya dengan penuh gairah.

Pramuda bagaikan raja yang, ditaburi sejuta kenikmatan. Tapi tiba-tiba tubuh mulus itu tersentak ke belakang, bagaikan ada yang menariknya dengan kuat.

Wuuut...

Tubuh itu melayang dan membentur dinding kaca.

Braaak...!

"Aaah...!" si gadis memekik kesakitan dengan kepala sedikit ke belakang. Seolah-olah ada tangan kekar yang mencengkeram rambutnya hingga membentur dinding kaca. Anehnya dinding kaca itu tidak pecah.

Pramuda memandang bengong dengan wajah tegang. Ia hanya bisa duduk di tempat, tanpa bisa bergerak apa pun, matanya menatap lebar-lebar ke arah gadis yang menempel di dinding kaca itu.

Jantung Pram bagaikan berhenti seketika dan urat-uratnya terasa putus hingga ia menjadi lemas. Darah di tubuh Pramuda seakan terkuras habis dan menjadi kering ketika ia melihat jelas-jelas si gadis meronta-ronta dan makin lama semakin berubah rupanya.

Cairan merah mulai keluar dan mata si gadis juga keluar dari telinganya dan lubang hidung dan lambat laun Pramuda mulai menyadari bahwa wajah yang menempel di dinding kaca itu adalah wajah wenny yang rusak akibat kecelakaan.

"Wwwen... wwwen... buub... aabb... buuk..." Pramuda tak dapat berteriak sedikit pun. Ia seperti orang gagu yang tak punya daya apa-apa. Tenaganya terasa lenyap seluruhnya, hingga ia hanya mampu duduk melemas dengan mata tetap mendelik.

Repotnya lagi, ia tak bisa pingsan. Padahal ia ingin pingsan saja daripada menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.

wuuuss...!

Tubuh yang menempel di kaca kini jebol keluar kamar, terbang melayang-layang di udara. Seolah-olah ada satu kekuatan yang telah menarik tubuh pucat penuh luka itu dan membawanya terbang, makin lama makin jauh, semakin tak bisa ditangkap oleh penglihatan Pramuda lagi.

Yang tertinggal hanya bau amis darah memenuhi kamar tersebut dan suara jeritan histeris yang kian mengecil.

"Aaaa...!"

Setelah itu Pramuda baru bisa tak ingat apa-apa lagi. Ia terkulai lemas di sofa tak sadarkan diri. Ketika ia siuman dari pingsannya, matahari sudah mulai meninggi. Cahaya matahari itu masuk ke kamar tersebut melalui dinding kaca yang tak tertutup tirainya.

Pramuda tersentak kaget mendapatkan dirinya berada di kamar tersebut dalam keadaan tanpa busana. Pelan-pelan ingatannya mulai pulih dan ia segera memandang ke arah dinding kaca itu. Ternyata dinding kaca dalam keadaan utuh Tidak pecah atau retak sedikitpun. Padahal semalam ia ingat dengan kengerian yang ditatapnya, tubuh Wenny jebol keluar kamar menembus dinding kaca itu.

Namun ternyata tak sebutir pun didapatkannya pecahan kaca. Bahkan tak setetes pun darah yang membekas pada dinding kaca maupun pada lantai kamar tersebut. Pram mencoba bangkit untuk segera kenakan pakaiannya. Namun ia segera jatuh terhempas karena kedua kakinya masih terasa lemas, belum mampu berdiri dengan tegak dan kokoh seperti biasanya.

Akhirnya dengan merangkak ia mendekati telepon di samping  ranjang. Ia mencoba menghubungi pihak operator telepon agar menyambungkan ke nomor telepon di rumahnya. Ternyata usahanya berhasil. Kumala Dewi yang menerima telepon di pagi itu.

"Hallo, Pram...?! Ada di mana kau?!"

"Di... di sebuah hotel. Aku... aku..."

****

1. Roh Pemburu Cinta✓Where stories live. Discover now