Roh Pemburu Cinta 15

48 6 0
                                    

Padamnya lampu sangat mengejutkan, karena bukan saja rumah Pramuda yang padam, melainkan dua rumah di samping kanan-kiri rumah Pramuda ikut padam serentak. Tentu saja keadaan menjadi gelap gulita. Bahkan beberapa lampu jalanan depan rumah pun ikut padam.

"Mati dari pusatnya nih!" ujar Maryati.

"Tapi lampu di rumah Tuan Hadi kok nggak ikut mati?" bantah Kasmi. "Padahal biasanya kalau tempat kita mati lampu, rumah sederetan sini ikut mati semua. Listriknya kan satu aliran, Mar!"

Pramuda sangat tegang. Ia berseru dari luar pagar. "Malaa...! Kumalaaa...!"

Tak ada jawaban yang terdengar dari dalam rumah itu. Suara denting logam pun tak terdengar .Pramuda hampir nekat masuk ke dalam rumah demi menyelamatkan Kumala Dewi.

Namun sebelum ia melangkah, tiba-tiba lampu sudah menyala kembali, termasuk lampu di dua rumah kanan-kiri dari rumah Pramuda.

"Huuuuhhh...!" Maryati dan Kasmi sama-sama menghembuskan nafas lega demikian pula Mak Supi.

Keadaan sekitar tempat itu menjadi terang kembali. Namun tampaknya Pramuda masih belum bisa tenang karena Kumala belum tampak keluar dari rumah. Tiba-tiba Mak Supi sedikit berseru kepada tuannya.

"Tuan! itu dipanggil Non Kumala di dalam mobil!"

"Hah...?! Oh, dia sudah ada di dalam mobil?!" Pramuda melihat Kumala melambaikan tangan dari pintu sopir.

"Rupanya dia buru-buru masuk ke dalam mobil pada saat lampu padam! Sialan, kukira masih di dalam?!"

Pramuda segera bergegas dekati mobilnya. Mak Supi hanya sampai di pintu pagar, menunggu perintah selanjutnya. Karena menurut dugaannya, Kumala dan Pramuda akan pergi lagi. Jika benar begitu berarti ia harus membuka pintu pagar yang sudah ditutup sebagian saat mobil masuk tadi.

"Bagaimana?" tanya Pramuda dengn wajah tegang.

"Kita pergi dulu dari sini! Lekas bawa aku pergi ke mana saja!" kata Kumala dengan nada datar, wajahnya tampak tegang.

Pramuda pun segera masuk ke dalam mobil setelah memberi isyarat kepada Mak Supi agar membuka pintu pagar lebar-lebar.

"Apa yang terjadi sebenarnya, Mala?" tanya Pramuda sambil sibuk mengemudi mobilnya.

"Tidak ada apa-apa. Nanti saja ceritanya," jawab Kumala masih datar.

Pramuda juga tak berani mendesak karena ia tahu keadaan Kumala sedang tegang sekali. Agaknya ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya, sehingga gadis yang mengaku sebagai bidadari Dewi Ular itu merasa harus cepat-cepat menjauhi bahaya yang ada di dalam rumah.

"Mak, kunci pintu dan kau tidur di rumah Pak RT dulu. Ceritakan kejadian ini pada beliau!"

"Baik, Tuan." jawab Mak Supi dengan gugup, lalu Pramuda melesat pergi bersama mobilnya.

Padahal Mak Supi sebenarnya ingin ikut, karena ia sangat takut dirumah sendirian. Tapi begitu mendengar perintah untuk ke rumah Ketua RT, Mak Supi sedikit lega karena mendapat tempat aman di rumah Ketua RT nanti.

"Sudah sana Mak, ke rumah Pak RT saja!" ujar Maryati.

"Apa kataku tadi, lapor saja sama Pak RT, kan?!"

"Tapi... tapi pintu garasi dan pintu ruang tamu belum kukunci tuh!" Mak Supi tampak bingung, karena ia merasa takut untuk mendekati teras.

"Tinggalkan saja dulu! Biar ku awasi dari sini!" ujar Kasmi.

"Nanti kau minta bantuan petugas Hansip untuk mengunci pintu rumah! Sekarang pergilah ke Pak RT dulu!"

Namun ketika Maryati ingin menimpali kata-kata Kasmi, tiba-tiba matanya terbelalak kaget, demikian pula Kasmi dan Mak Supi. Mereka memandang ke arah garasi yang masih dalam keadaan terbuka. Dari dalam garasi tampak ada orang yang melangkah setengah berlari keluar. Dan ternyata orang itu adalah Kumala Dewi yang wajahnya penuh keringat.

"Mak Supi...! Kemana Tuan Pram dan mobilnya?!" seru Kumala sambil melangkah mendekati Mak Supi yang masih di luar pagar.

Maryati dan Kasmi lebih mendekat lagi, karena mereka ingin memperjelas penglihatannya, benarkah gadis itu adalah Kumala Dewi yang tadi tampak berada dalam mobil bersama Pramuda?

Ketiga pelayan itu akhirnya saling tertegun bengong memandangi Kumala yang terengah-engah. Mak Supi sempat melirik ke bawah, ternyata kedua kaki Kumala menapak di tanah.

"Hei, kenapa kau bengong saja, Mak?!"

"Ta... tadi..." Mak Supi menggeragap dan sulit bicara.

Maryati yang merasa masih bisa bicara lancar segera membantu Mak Supi. "Nona... tadi Tuan Pram keluar, naik mobil bersama... bersama..."

"Bersama siapa?!" Kumala tampak menegang.

"Bersama... bukankah, tadi Nona ada di dalam mobil?!"

"Aku...?! Oh, celaka! Dia telah menjelma menjadi diriku kalau begitu?!"

Mak Supi semakin gemetar, kedua kakinya terasa lemah, nyaris tak bisa dipakai berdiri lebih lama lagi.

"Bet... betul, Nona! Tad... tadi... Nona Kumala ada di dalam mobil, dan... dan melambaikan kepada Tuan Pram. Lalu... lalu mengajak tuan pergi. Dan... dan mereka pergi ke sana, Nona!"

"Bukan aku yang ada di dalam mobil!" geram Kumala sambil memandang ke arah yang ditunjuk Mak Supi.

"Ja... jadi siapa yang ada di dalam mobil bersama Tuan Pram tadi?"
Mak Supi seperti mau menangis.

"Roh Wenny sangat penasaran. Dia ingin bercumbu dengan Pramuda. Aku sempat bertarung dengannya. Tapi dia dibantu oleh kakeknya yang punya kekuatan besar."

"Oooh...?! Gawat kalau begitu?!" gumam Kasmi dengan matanya makin melebar.

"Laaa... lalu bagaimana dengan Tuan, Nona! Beliau tidak tahu kalau yang duduk di sampingnya adalah roh Wenny?!" kali ini Mak Supi benar-benar menangis. Ia sangat mencemaskan nasib Pramuda. Ia mulai tahu, bahaya apa yang akan dialami Pramuda yang duduk bersebelahan dengan roh Wenny itu.

Mak Supi memeluk Kasmi yang hanya punya ide untuk menemui Ketua RT setempat. Kumala Dewi tak tega melihat tangis ketakutan Mak Supi. Ia segera meraih perempuan separuh baya itu. Tengkuk Mak Supi dipegangnya, bagai menempelkan telapak tanpa tekanan berat atau genggaman kuat.

Beberapa kejap kemudian, tangis Mak Supi berhenti. Ia merasakan ada hawa segar yang masuk ke dalam tubuhnya seperti uap es namun tak terlalu dingin telah meresap melalui tengkuk kepalanya. Hawa dingin itu menenteramkan hatinya, makin lama makin melenyapkan rasa takut dan kepanikan pun menjadi berkurang.

Mak Supi segera tegak kembali memandang Kumala Dewi dengan tubuh tak lagi lemas dan gemetar. Ia justru merasa tenang dan menyesal melihat pipinya basah oleh air mata.

Kumala Dewi menarik nafas satu kali, memandang keadaan. Sekeliling yang sudah sepi. Anehnya, hanya mereka berempat yang ada di luar rumah. Tak ada orang lain di sekeliling mereka. Yang ada hanya hembusan angin, makin lama semakin kencang.

Di sela hembusan angin itu, mulailah terdengar lolong anjing di kejauhan yang terasa bagai mengantar suatu perjalanan ke alam gaib. Lolong anjing itu menjadi bersahutan, sepertinya mereka melihat sepasukan bala tentara yang keluar dari liang kubur. Angin pun mulai menderu.

Wuuus...!

Tubuh mereka yang masih ada di depan rumah Pramuda menjadi merinding semua. Kumala sempat bertanya dalam hatinya.

"Siapa yang baru saja lewat menerjang kami berempat? Oh, itu dia?!"

Namun Mak Supi dan dua pembantu rumah sebelah itu tak melihat apa yang dilihat oleh Kumala Dewi.

****

1. Roh Pemburu Cinta✓Where stories live. Discover now