Bab 01

3.3K 432 30
                                    

Lima tahun kemudian.

"Hei anak baru!"

Suara panggilan di balik punggungnya membuat Sekar menoleh.

"Saya?" tanya Sekar sambil menunjuk dirinya.

Perempuan dengan kemeja krem serta rok sepan berwarna abu itu mendengkus. "Ya siapa lagi?" Ia mendekati Sekar dengan membawa sebuah cup berwarna cokelat. "Ini antar ke kamar 118." Setelah memberikan minuman itu kepada Sekar, wanita itu lantas meninggalkan Sekar begitu saja.

Sekar berdecak pelan, kesal karena baru saja ia ingin beristirahat tapi sudah kembali di berikan tugas. Padahal sejak pagi, Sekar sudah banyak melakukan pekerjaan, apa hanya karena ia pekerja part time lantas bisa diperlakukan semena-mena oleh karyawan-karyawan di hotel ini? Apa tidak bisa mereka menghargainya sebagai orang yang lebih tua dari mereka? Sekar bahkan yakin, orang yang tadi memanggilnya anak baru, usianya masih lebih muda dari dirinya.

Sekar menarik napas, mengisi lagi rongga dadanya dengan kesabaran. Bagaimana pun ia tidak boleh mengeluh mengingat mencari kerja di usianya yang sekarang tidaklah mudah.

Pandangan Sekar lalu jatuh pada benda yang ia pegang, seketika itupun ia teringat akan tugasnya.

"Dimana kamar 118? Ya Tuhan berikanlah aku petunjuk dimana letak kamar itu?"

Jumlah kamar yang banyak membuat Sekar yang baru bekerja selama dua hari disana kesulitan menghafal letak satu persatu ruangan yang ada di hotel bintang lima tersebut.

Singkat cerita, Sekar akhirnya berhasil menemukan kamar tersebut. Tak ingin membuang lebih banyak jam istirahatnya, ia langsung memencet bel pintu.

"Room service," ucapnya dengan keras, berharap siapapun di dalam sana segera membukakannya pintu agar ia bisa menyelesaikan tugasnya.

Pintu terbuka kecil tak lama kemudian, Sekar yang tak mau berlama-lama langsung memasuki ruangan itu.

"Letakkan di meja saja!" titah seorang pria yang memakai jubah handuk berwarna putih. Tampaknya pria itu baru selesai mandi, ia sibuk menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil sehingga tidak sempat menoleh kearah Sekar. Aroma shampo dan sabun semerbak menusuk indera penciuman Sekar.

Tapi bukan itu yang membuat Sekar membeku di tempat, melainkan sosok pria yang baru saja membukakan pintu untuknya. Meski sudah hampir lima tahun tidak bertemu tapi Sekar masih dapat mengenali pemilik punggung kokoh itu.

Ia mencoba fokus, menyeret langkahnya dengan gemetaran untuk meletakkan cup minuman di atas meja sesuai perintah pria itu. Setelah berhasil melakukan tugasnya, Sekar pun buru-buru ambil langkah menuju pintu.

"Tunggu!"

Deg.

Suara panggilan pria itu membuat jantung Sekar melompat ke perut. Tubuh Sekar mendadak kaku, tidak berani membalikkan badan kearah pria itu.

"Keran air hangat di kamar mandi tidak menyala, bisa minta tolong panggilkan teknisi?" sambung pria itu.

Sekar mengangguk tanpa menyahut, sebab tak ingin suaranya dikenali oleh pria itu. Secepat yang ia bisa, Sekar angkat kaki dari kamar itu, bahkan tanpa sadar ia membanting cukup keras daun pintu hingga membuat sang pria menoleh kearah kepergiannya.

Sekar berlari sepanjang lorong hotel yang sepi sebelum memasuki lift dan bersandar pada dindingnya. Memejamkan mata lalu menghela napas panjang. Kehadiran Agra yang tiba-tiba di hadapannya berhasil mengguncang perasaannya. Sekar berharap mantan suaminya itu belum sempat melihat dirinya, meski sebenarnya tidak ada yang perlu ia khawatirkan dari pertemuan mereka mengingat Agra pasti juga tidak peduli pada kemunculannya.

Dia Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now