Bab 13

1.5K 224 15
                                    

Bab 13

“Inikah tujuan Mas menerimaku bekerja disini, semata agar aku bisa kalian rendahkan seperti dulu?” Sekar tersenyum pahit, terdiam cukup lama sembari meredam sesak yang bergejolak. “Kamu kejam Mas! Belum cukupkah kamu merendahkanku di masa lalu? Mengapa kamu ingin kembali menyakitiku bahkan di saat aku sudah benar-benar pergi dari kehidupan kalian!”

Usai mengatakan itu Sekar langsung angkat kaki meninggalkan ruangan, merasa tak ada gunanya ia bicara panjang lebar kepada orang yang bahkan tidak menganggap penting perasaannya. Ia tidak menyadari jika Agra memperhatikan kepergiannya dengan tatapan dalam.

Hari itu, Agra bersikap seakan tak pernah terjadi apa-apa—seakan air mata Sekar tadi pagi bukan tanggung jawabnya. Sekar yang tak ingin kesedihannya di nikmati oleh orang-orang yang tidak menyukainya berusaha mengimbangi sikap Agra. Ia melewati hari itu dengan tetap melayani Agra sebagaimana tugas seorang sekertaris kepada atasannya di kantor kendati ia melakukannya dengan terpaksa mengingat api kemarahan tak kunjung reda dari dadanya.

Saat jam pulang kantor tiba, Sekar yang melangkah buru-buru di lobi terkejut begitu seorang pria berusaha mengimbangi jalannya. 

“Hai Sekar!” sapa pria berkemaja putih itu itu.

“Oh hai.” Sekar menjawab ramat begitu mengenali pria itu, dua hari lalu Dewi mengenalkan pria itu padanya saat mereka makan di warung soto di seberang kantor.

“Kok buru-buru banget jalannya kayak di kejar hantu aja!” sindir si pria bernama Dany tersebut sambil melambai pada beberapa karyawan yang lewat menyapanya.

Sekar tersenyum. “Bisa aja kamu! Ngelihat hantu aja belum pernah apalagi sampai di kejar!” 

“Percaya deh, cewek secantik kamu mah nggak mungkin kalau di kejar hantu yang ada di kejar cowok!” timpal Dany dengan nada menggoda.

“Apa sih kamu!” Sekar menggelengkan kepalanya dengan pelan.

“Loh bener dong omongan aku, pasti banyak dong cowok yang ngejar-ngejar kamu!” Dany terus mengimbangi langkah Sekar.

“Nggak ada tuh!” Sekar mesem, sama sekali tidak tersanjung oleh rayuan pria itu.

“Masa sih?”

Sekar tidak menjawab, ia hanya menganggap angin lalu rayuan pria muda itu, lagi pula ia yakin umur Dany berada di bawahnya.

“Ya udah kalau aku aja yang ngejar kamu boleh nggak?” pertanyaan Dany terdengar serius.

“Jangan ngejar nanti kamu capek!”

“Tenang aja, aku pakai mobil ngejarnya jadi nggak akan capek!” jawab Dany dengan narsistik.

Sekar menggeleng pelan dengan senyum tertahan.

“Jadi mau aku antar pulang?” tawar Dany dengan penuh percaya diri.

“Terimakasih untuk tawarannya, tapi lain kali aja ya. Aku mau ada perlu dulu soalnya!” tolak Sekar dengan tegas.

“Nggak apa-apa biar sekalian aku antar kamu, gimana?” desak Dany.

Sekar menghentikan langkah. “Nggak usah deh Dan, biar aku naik ojeg aja!”

“Ayolah Sekar, dari kemarin kamu nolak aku terus loh!” mohon Dany dengan sedikit memaksa.

“Ternyata kamu disini!”

Pertanyaan itu bukan milik Dany maupun Sekar melainkan sesosok tubuh di samping Sekar yang baru saja tiba. Sekar menoleh dan seketika terkejut saat mendapati Agra tahu-tahu berada di antara Dany dan dirinya.

“Eh Bapak,” cicit Dany, melihat Agra dengan gugup.

“Bukankah aku sudah memintamu untuk menungguku, kenapa turun duluan?” tanya Agra pada Sekar, mengabaikan sapaan Dany.

Dia Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang