Bab 12

1.6K 234 27
                                    

Bab 12

“Agra pasti menganggapmu tidak penting makanya dia tidak menceritakan soal kamu padaku!” ujarnya sebelum meninggalkan Sekar yang termangu di kursinya.

Suara pintu yang di banting cukup keras menyentak Sekar dan mengembalikan kesadarannya seketika. Tak ingin terpengaruh oleh kalimat itu, ia segera berkonsentrasi pada lembar kerja di hadapannya. Usai menghela napas sejenak, ia lantas membawa laporan yang tadi di minta Agra ke ruangan pria itu. Dalam hati merutuk mengapa ia harus kembali berhadapan dalam situasi tak mengenakkan ini lagi?

Sungguh berhadapan dengan Agra saja sudah cukup menguras hati dan pikirannya, mengapa kini harus di tambah dengan kehadiran Renata—sepupu dari Tyas yang sejak dulu tidak pernah menyukainya.

“Permisi Pak, saya mau menyerahkan laporan yang Anda minta!” terang Sekar usai mengetuk pintu.

“Letakkan saja disini!” titah Agra sambil memeriksa berkas yang ada di meja kerjanya.

Tak membuang waktu Sekar segera melalukan yang Agra pinta, di iringi oleh tatapan tajam Renata ia berjalan menuju meja Agra.

“Tanteku pasti akan marah besar jika tahu wanita ini bekerja denganmu!” sindir Renata sambil memperhatikan Sekar dengan tatapan tak suka.

Ucapan itu membuat tubuh Sekar menegang saat meletakkan berkas di atas meja.

 “Tantemu tidak akan tahu jika kau tidak memberitahunya!” jawab Agra tanpa mengalihkan pandangannya.

Renata mendengkus. “Dan kamu berharap aku tidak memberitahunya?”

Agra mendongak hanya untuk melemparkan tatapannya kearah Renata yang duduk di sofa dengan wajah penuh amarah.

“Aku percaya kamu cukup dewasa untuk tidak melakukannya!”

Kata-kata Agra hanya bisa membuat Renata terbungkam, namun tidak berhasil meredamkan amarah di hati wanita itu. Sambil menahan marah, Renata menatap berang Sekar yang masih membeku di depan meja.

“Kembalilah ke mejamu, nanti jika aku perlu sesuatu aku akan memanggilmu kembali!” Dengan nada tegas, Agra mengusir Sekar dari ruangannya.

Sekar mengangguk, berniat untuk beranjak sesegera mungkin.

“Kalau aku jadi kamu, aku akan malu bekerja disini!” Renata bangun dari sofa, lantas menghelakan kaki jenjangnya menuju Sekar yang kembali terpaku. “Kecuali jika dugaan kami sejak awal benar tentangmu, bahwa kau….”

“Cukup Rena!” potong Agra cepat. “Dan kau kenapa masih disini? Cepat kembali ke tempatmu!” sentaknya pada Sekar yang tampak blank.

“Sungguhkah kalian masih berpikir aku ingin menguasai Agra?” Sekar membalas tatapan Renata, tak habis pikir pada pemikiran wanita itu yang masih saja menuduhnya seperti itu meski lima tahun sudah ia menghilang dari kehidupan mereka.

“Bukankah dulu itu tujuanmu sebenarnya dengan dalih menuruti permintaan sahabat tercinta yang tengah sekarat?” Renata menyilangkan kedua lengannya di depan dada, menatap Sekar dengan mencemooh.

Plak.

Merasa kata-kata Renata menyakiti hatinya, tangan Sekar reflek melayang menampar wajah wanita itu.

“Sekar apa yang kamu lakukan?” Tiba-tiba Agra sudah berada di tengah keduanya dan dengan cepat Renata memeluk tubuh pria itu lalu pura-pura menangis.

Sembari menahan air mata, jemari Sekar mengepal saat balas menatap Agra. “Dulu aku mungkin hanya diam saat kalian menuduhkan kata-kata kejam itu kepadaku, tapi tidak untuk sekarang! Kalian sudah tidak berhak menganggapku seperti itu lagi! Dan aku takan membiarkan kalian merendahkanku lebih banyak lagi!” tekannya sebelum menghapus air mata yang menetes dengan ibu jari. “Satu lagi sebelum saya keluar dari ruangan ini, saya mohon undur diri dari pekerjaan ini. Surat pengunduran diri saya akan saya antarkan besok kepada Anda! Permisi,” sambungnya lalu meninggalkan ruangan itu.

Dia Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now