Bab 06

2.6K 285 8
                                    

"Yang kau lakukan sudah benar, Sekar!"

Kalimat itu selalu di gaungkan hatinya ketika rasa bimbang hadir menggoyakan pendirian.

"Maafkan aku Dhaf, kamu mungkin akan kecewa aku melakukan ini. Tapi aku melakukan ini untukmu dan ibumu," gumamnya pelan sembari menyandarkan punggungnya pada dinding lift yang membawanya ke lantai dasar.

Lelehan air mata dengan cepat di sekanya begitu menyadari pintu lift terbuka, namun kakinya reflek terpaku tatkala mendapati keberadaan Agra yang mematung di depan lift. Keduanya sama-sama terkejut akan pertemuan yang tidak disengaja itu.

"Mas...." Sekar bergumam pelan.

Sementara Agra masih membeku dengan tatapan dinginnya yang menusuk, sehingga Sekar berpikir pria itu tidak senang bertemu dengannya. Kini Agra pasti semakin menganggapnya buruk, setelah di masa lalu pria itu menganggapnya sebagai orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, tentunya setelah kejadian malam itu julukan untuknya berubah menjadi wanita yang rela menjual tubuhnya demi mendapatkan uang.

Ya Tuhan mau taruh dimana muka Sekar sekarang?

Ia takan sanggup mendengar penghinaan Agra di saat hati dan pikirannya sedang carut marut seperti sekarang.

Tak ingin berinteraksi dengan pria itu yang kelak membuat hatinya semakin terluka, Sekar segera berlalu melewati Agra begitu saja.

"Apa yang membuatmu menangis?"

Pertanyaan Agra membuat langkah Sekar terhenti. "Bukan urusanmu!" jawabnya dingin, tanpa menoleh sama sekali.

Diam sejenak, tatapan Agra tampak tak terbaca. "Kamu bekerja disini?" tanyanya saat melihat Sekar sudah kembali melangkah.

"Tidak," sahutnya tanpa menghentikan langkah, sebab tidak mau mendapat pertanyaan susulan dari pria itu.

Agra mengikuti langkah Sekar yang berjalan cepat di depannya. "Bisakah kita bicara?" tanyanya.

Sekar tertegun, permintaan pria itu membuat otaknya kosong selama beberapa waktu. "Maaf Mas, aku buru-buru," jawab Sekar saat berhasil mendapatkan fokusnya kembali.

"Sekar tunggu!" Agra buru-buru mencekal pergelangan tangan Sekar begitu melihat wanita itu akan meninggalkannya.

Genggaman pria itu membuat langkah Sekar terhenti, tanpa sadar ia membeku di tempat.

"Selama satu minggu ke depan aku berada di kota ini, bisakah kamu meluangkan waktu untuk kita...."

"Aku bukan wanita panggilan!" Sekar memotong cepat seraya membalikkan tubuhnya menghadap Agra, ucapan pria itu membuatnya tersinggung. "Aku sudah berhenti sejak malam itu," sambungnya pelan.

Untuk sesaat Agra kehilangan suaranya, menyadari Sekar yang salah paham pada maksud ucapannya. "Aku tahu," sahutnya kemudian yang membuat kening Sekar mengerut.

"Aku hanya ingin mengajakmu bicara," lanjutnya dengan tenang.

Sekar tersenyum pahit. "Kita bukan teman, Mas. Sejak dulu kita tidak pernah saling bicara!" tegasnya dengan jemari mengepal. Dada Sekar seketika tercengkeram kuat begitu ingatan masa lalu mereka kembali membayang. Sejak menikah dulu, pria itu selalu mengabaikannya, jangankan mengobrol santai menegurnya saja tidak.

Mendengar kata-kata itu, Agra hanya bisa terdiam, seakan tak bisa mengelak jika Sekar mengutarakan kebenaran.

Merasa pembicaraannya dengan Agra hanya akan menambah kesedihan, Sekar memutuskan kembali beranjak. Dan merasa lega ketika menyadari Agra tidak lagi menahan kepergiannya.

Menyisakan Agra yang masih terpekur memandangi kepergian mantan istrinya itu. Jadi seperti ini rasanya menjadi Sekar di masa lampau? Di tinggalkan begitu saja ketika ingin berbicara ternyata tidak enak rasanya. Dulu ia sering melakukan itu kepada Sekar dan kini ia mendapatkan karmanya.

Dia Dari Masa LaluWhere stories live. Discover now