#10

4.4K 478 70
                                    

Jangan lupa vote dan komennya kawan.





























Kini semuanya berkumpul di meja makan. Renjun berinisiatif untuk memasak hari ini, walau Jeno berkata ia tidak perlu melakukannya.

“Kau belum jawab pertanyaanku tadi Jeno–ya” Haechan kembali melontarkan pertanyaan yang sebelumnya tidak Jeno jawab.

Renjun menelan ludahnya gugup. Ia menatap Jeno sebelum tatapannya kini bersibobrok dengan jelaga hitam milik Jaemin. Dari bawah meja, tangan Renjun merambat, meremat punggung tangan Suaminya.

“Sebelum ku jawab, bolehkah aku bertanya pada Jaemin, di mana kau dan Haechan bertemu?” tak menggubris Renjun yang sudah panas dingin di sampingnya, Jeno justru nampak terlihat menantang lelaki Agustus itu.

Mark mencoba menelaah situasi di sini. Renjun terlihat tak banyak bicara meski sesekali tetap menanggapi pembicaraan dengan begitu ramah. Sedang Jeno nampak terganggu dengan kehadiran orang lain diantara kedatangannya bersama Haechan. Ekspresi yang ditunjukkan pun nampak tidak bersahabat, baik dari Jeno maupun Jaemin.

“Kami bertemu di Canada lima bulan lalu, dan aku memintanya menjadi kekasihku” ujar Jaemin dengan ketegasan dalam nada bicaranya.

“Begitu? Ku pikir kau harus hati-hati, Haechan. Pertemuan ku dengan kekasihmu bukan hal yang baik” tukas Jeno melemparkan tatapan tajam pada sosok itu. “Jeno!” Renjun berucap mencoba mengingatkan Suaminya.

“Apa? Kenyataan harus diungkapkan Renjun. Jangan sampai ada orang yang tersakiti lagi karena dia, apalagi itu Haechan”

Haechan yang tak mengerti apapun lantas menatap kekasihnya. Mencoba mencari jawaban dari setiap kalimat yang Jeno lontarkan. Namun Jaemin tak bergeming. Lelaki itu kini justru terlihat begitu marah.

“Jangan dekati Haechan jika kau hanya ingin menyakitinya seperti yang pernah kau lakukan dulu” Jeno benar-benar memberikan peringatan pada si Leo, Na. Ia tidak ingin Haechan juga merasakan apa yang dulu pernah Renjun alami.

“Jangan bicara seolah kalian merasa tersakiti padahal kalian pun sama busuknya! Bukankah kalian yang lebih dulu bermain di belakangku?”

Pada akhirnya Jaemin dengan lantang bersuara. Ia benci terus menerus disudutkan padahal yang dilakukan Jeno, dan Renjun pun tidak ada bedanya.

“Jeno, Jaemin ada apa ini aku tidak mengerti ...” ujar Haechan yang kini masih dilanda kebingungan.

“Apa maksud mu brengsek?! Siapa yang bermain di belakang siapa? Sudah jelas kau yang bertindak busuk dengan perselingkuhan mu” Jeno pun tak terima dengan kalimat yang terlontar dari Jaemin seolah menuduh ia, dan Renjun mengkhianati lelaki itu.

“Jeno, Jaemin, ku mohon!” Ujar Renjun berdiri mencoba melerai pertikaian keduanya.

“Katakan Renjun! Katakan yang sebenarnya bahwa kau lebih dulu bermain dengan Jeno, itu sebabnya kau tidak pernah membiarkan aku menyen—”

Bugh!

“Jeno!” Renjun berteriak kala tiba-tiba Jeno menghampiri Jaemin, dan membubuhkan pukulan pada rahang tegas lelaki itu.

“Tutup mulut mu bajingan! Kau tahu sendiri bagaimana Renjun mencintaimu dulu, dan kau malah mengkhianatinya!”

Dengan segera Renjun, dan Mark menarik Jeno menjauh dari Jaemin setelah lelaki itu melayangkan pukulannya pada Jaemin.

Di sisi lain Haechan terpaku. Apa maksud semua ini. Jaemin, Renjun, Jeno. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.

Jaemin menyeringai, tidak mungkin tidak ada apapun diantara mereka. “Belum lama aku pergi, dan kalian sudah menikah. Sulit dimengerti, terkecuali jika sedari awal kalian sudah memiliki hubungan”

My Yellow - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang