#16

4.5K 522 77
                                    

Jangan lupa vote dan komennya kawan.
Maklumi typo, dan penempatan kata yang ganjel, karena dadakan seperti tahu  lima ratusan.

























Sudah beberapa waktu sejak Renjun diketahui mengandung. Keluarga Jeno menyambut kehamilan menantunya dengan begitu bahagia. Doyoung bahkan merayakannya dengan memberikan banyak makanan gratis sebagai bentuk rasa syukurnya.

Setiap hari Winwin mengunjungi Putranya. Menemani Renjun di awal masa kehamilannya, karena Jeno harus tetap bekerja. Renjun diminta resign oleh Jeno, dan si mungil menyetujuinya.

Yuta jarang bertemu dengan Putranya sendiri. Ia takut merusak momen bahagia Renjun, dengan rasa traumanya. Ia hanya bisa melihat foto-foto Renjun dari ponsel Winwin. Sungguh Yuta menyesal karena melewatkan pertumbuhan anaknya. Tak terasa kini ia sudah akan memiliki seorang cucu, dan Yuta turut bahagia, sangat amat bahagia.

Dikarenakan usia kandungan Renjun yang masih begitu muda, Jeno benar-benar harus berhati-hati untuk menjaga mood Istrinya itu. Sebisa mungkin Jeno menghindari hal-hal besar yang akan membuat pikiran Renjun jadi berat. Ia tidak ingin Renjun merasa stress di awal-awal kehamilannya.

Jeno berusaha menjadi suami yang siaga. Ia terus memenuhi apapun yang Renjun inginkan meski kadang diluar dugaan. Seperti menginginkan apel segar di tengah malam, harus yang baru dibeli. Membuat Jeno harus pergi ke toko yang buka selama 24 jam, dengan jarak yang cukup jauh dari rumahnya.

Paling ekstrim bagi Jeno adalah selama dua minggu kebelakang, Renjun menolak untuk tidur bersamanya. Sedangkan tengah malam Renjun seringkali terbangun karena muntah, atau saat dini hari. Jeno tidak bisa membiarkan Istrinya sendiri. Maka ia memutuskan tidur di ruang kerjanya. Jika Jeno memilih kamar tamu, Renjun pasti akan sulit menemuinya, dan meminta bantuannya. Ia juga tidak bisa terlalu jauh dengan Istrinya itu, di saat seperti ini.

Ya untungnya terdapat sofa panjang di sana. Meski tubuh Jeno akan sakit di pagi harinya, tidak masalah. Agar ia bisa cepat bergerak saat Renjun membutuhkannya.

Jeno tidak membiarkan Renjun mengangkat apapun yang berat. Jika ada sesuatu yang perlu diangkat, Renjun diharuskan menunggu Jeno pulang bekerja.

Semasa kehamilan ini Jeno semakin lengket pada Istrinya. Padahal Renjun yang mengandung, tapi Jeno juga tak kalah manjanya.

“Sayang kemana? Jangan jauh-jauh”

Renjun mendelik pada Suaminya. Ia hanya akan pergi ke dapur untuk minum. Tak berselang lama, suara Jeno sudah terdengar memanggilnya.

“Sayang ... Kemana? Lama sekali!” teriak Jeno lantang, agar suaranya terdengar. “Sayang ... Kenapa tidak ada suara mu?”

Renjun menggeleng, air di cangkirnya sudah terisi penuh. Ia ingin sepotong mangga, jadi berjalan lebih dulu ke kulkas untuk mengambil buah itu.

“Sayang? Renjun–ah?”

“Astaga, iya sebentar! Sedang potong mangga, kenapa si tidak sabaran sekali!” Renjun balas berteriak kesal. Jeno benar-benar tidak bisa ditinggalkan barang sebentar saja. Renjun segera kembali ke ruang keluarga, melihat Jeno yang kini menekuk wajahnya sembari menonton televisi.

“Lama” gerutu calon Ayah itu. Renjun terkekeh melihatnya. Jeno seperti anak-anak pikirnya.

“Hanya ambil minum, dan mangga saja dibilang lama” jawab Renjun sembari menyuapkan sepotong mangga pada mulut suaminya. “Manis?” tanya Renjun, karena ia tidak ingin makan mangga itu jika rasanya asam. Maka Jeno harus lebih dulu mencicipinya.

“Manis, makan yang banyak”

Jeno mengambil alih piring berisikan mangga itu. Lalu gantian menyuapi Renjun. Si mungil tampak senang karena rasa mangga yang begitu lezat, terlebih karena Jeno menyuapinya.



























My Yellow - NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang