Chapter 1 ─ Part 1

446 42 17
                                    

Hitam-abu awan menutupi langit. Mendung pada seluruh ufuk; dari timur hingga barat, hangat matahari tembus tidak sama sekali. Ratusan panji bendera; hitam, hijau, dan merah, berkibar. Tegak berdiri memandang mendung, bersama ribuan bilah besi tajam─tombak, pedang, dan tameng-tamengnya. Pasukan Yosefianist melangkah dalam hentak irama kaki yang seragam. Tubuh fana dilapisi zirah besi berbagai bentuk; siap untuk bertempur. Masam wajah para prajurit adalah cermin pengalaman jiwa disiplin.

Surga menangis. Hujan turun dari antara awan, membasuh ribuan Yosefianist di bawah naungan langit abu. Rerumputan mendapat minuman, walau, mesti terinjak-injak kaki pengikut Yosef the Chosen One. Suatu permintaan pada bumi tuk berkorban.

Sungai lantunan suara mengalir antara telinga kaum Yosefianist. Tanpa instrumen, selain bibir masing-masing; hulu sungai ayat-ayat suci kitab Ca'taan. Gerak lantun puji syukur kepada penguasa atas seluruh semesta: Rabbu Muhayyal Wahidu. Bahasa Old Adamites memenuhi semua kuping dalam satu bahasa.

Kimos berdiri di barisan depan sayap kiri formasi. Tangan memegang tombak dan tameng; pada kanan dan kiri. Telapak Kimos melekat pada kayu selayak besi meleleh ke satu sama lain. Basah asin keringat memenuhi karamel kulit wajah─keringat, cadar rantai besi terhubung pada helm jadi tembok sempurna dari air hujan. Permata hitam Kimos memandang jauh ke garis tameng-tameng formasi. Pasukan Vetalite Hegemony─itulah apa yang ada di hadapan Kimos dan rekan seperjuangannya. Mereka musuh sang Nabi; Yosef the Chosen One.

Hitam Kimos menangkap sosok di antara pasukan musuh. Tubuh melayang satu kaki dari tanah. Biru kain pakaian memusuhi kodrat hijau alam; turun melapisi seluruh tubuh, hingga melewati kaki. Tudung menutupi kepala, di mana ekspresi makhluk fana ada; muka girang atau wajah tegang, Kimos melihat hanya hitam. Seharusnya terdapat sesuatu di sana─Kimos menemui kekosongan.

King In Yellow─nama sang makhluk. Siapa yang melihat wajah sesungguhnya akan kehilangan pikiran; konsep waras meluap begitu saja─gila. Mantan budak negeri Khairos mengetahui itu; Kimos, sebagai mantan budak di sana, tahu juga. Negeri bawahan Immortal King adalah neraka─Khairos adalah jahannam. Kimos─dan rekan-rekannya berdiri pada tanah ini untuk menghancurkan semua itu; hidup atau mati.

Panji-panji kuning dan ungu sebrang berkibar, menjawab hitam, hijau, dan merah para Yosefianist. Seperti Kimos dan rekan-rekannya, prajurit Hegemon siap perang. Apakah sampai mati? Kimos tidak tahu. Namun, Kimos dan Yosefianist lain?

Mereka tersenyum menyambut kematian.

Rusa─seekor, lompat melangkah, keluar barisan Hegemon. Vetalite penunggang. Jubah merah-biru berkibar oleh lembayu basah hujan. Namun, terlihat kibarannya tidak berat, seakan-akan hujan menembus kekosongan. Panjang kaki rusa berhenti di hadapan baris terdepan para Yosefianist; Kimos berdiri pada barisan itu.

Sang vetalite menarik pedang dari balik jubah. Senjata─begitu indah dari ujung ke ujung, hasil puncak keahlian penempa thaumaturgis. Dia bersuara, mendeklarasikan; "Pedang ini merupakan kebaikan King in Yellow! Menyerah, dan kalian akan diampuni." anak vetali pada atas rusa bersuara sangat keras, seluruh pasukan mendengarnya, dari depan hingga belakang. "Pedang ini simbol kebijaksanaan beliau. Pikirkan anak dan istrimu, adamites." imbuhnya, terkekeh. Terdapat ejekan kecil di dalam ucapan sang diplomat─tidak ada kata lebih tepat menggambarkannya.

Pedang sang vetalite jatuhkan. Tajam ujung bilah menusuk tanah basah. Rusa melangkah balik, mundur dari hadapan pasukan Yosefianist. Ditinggalkannya pedang itu mempunyai artian tersendiri: ambil mengartikan menyerah dan tendang mengartikan melawan. Biner pilihan, namun, tidak akan dilakukan.

Basah bumi bergetar dalam pelukan rintik hujan. Genangan air berdansa oleh langkah kaki besar. Para prajurit menoleh, pula Kimos, pada Jalut; adamite empat kepala lebih tinggi dari prajurit lain─badan berisi otot-otot juga. Hujan menghilang sejenak bagi prajurit-prajurit yang Jalut lewati. Dari klasifikasi orang normal, Jalut itu raksasa. Sedikit jiwa mampu bicara padanya, dan menunduk.

The Heart of YellowWhere stories live. Discover now