Chapter 5 ─ Part 3

22 3 0
                                    

Panas. Dingin. Kombinasi sensasi berlawanan memeluk tubuh dari dua arah; gejolak api berkibar penuh semangat mencerahkan sekeliling panggung pentas tari kayu-kayu bakar dan basuhan lembut pelan penutup mata angin malam menyelimuti penjuru sisi. Pancar cahaya oranye kemerahan mewarnai ekspresi Aisling dan Mihra. Bila dibandingkan, ekspresi Mihra lebih tenang daripada tegang wajah sang pria; ungu kebiruannya fokus pada bubur daging bumbu asin di tangan, sementara hijau Aisling berkelut panjang bersama api unggun di hadapan mereka.

Asap tipis abu-abu berdansa menggapai antero kegelapan kosong langit malam, meneroboskan aroma abu arang sedalam-dalamnya hingga belakang tenggorokan, hampir menembus paru-paru. Tanpa ada satu bahan kunyahan, mulut rasanya seperti tungku bakaran─rasa arangnya mencengkram kuat.

Intens rasa gelap arang. Akan tetapi, tidak mampu disandingkan warna hitam angkasa raya. Milik langit merupakan kekosongan tanpa usai. Tempat di mana Dewa Kasih menggantung mimpi-mimpi makhluk bumi. Tanda akan bagaimana impian tidak bisa hilang walaupun kematian menjemput. Bila sang pemimpi tidak bisa menggapainya, bebas bagi siapapun─keturunan, kerabat, atau asing, untuk memakai mimpi tersebut sebagai penjemput.

Dan di antara mimpi terang bergelantungan itu, adalah penjaganya─dua bulan Bumi Terra.

Pendulum semesta fana malam. Gerakan kelilingi diameter bumi dalam garis edarnya sendiri, hingga naik pada tahta puncak kembar, membimbing mimpi-mimpi di langit, menunjukkan apa yang ada pada wajah bumi─sumber lahir mereka. Tanpa sang penguasa langit, makhluk-makhluk bumi bisa juga melihat mimpi-mimpi mereka; para bintang.

Terang cahaya mereka mengisi pandangan Mihra, mukjizat langit untuk jiwa-jiwa yang bisa melihat. Setiap titik cerah di langit warna-warni hitam terpantulkan kembali pada lingkaran ungu kebiruan. Aisling mengambil waktu pendek untuk membasuhkan diri dalam kolam pandangan si perempuan yang tidak mengarah ke dirinya, menemukan jiwa sadar akan anugrah kebebasan; tahu bahwasanya siksa, derita, sakit dan darah, dan hina─semua jeruji dan rantai besi telah diangkat pada akhirnya. Tanpa mereka menjerat sendi-sendi tubuh, Mihra bisa menikmati langit malam sesuka hati.

Meskipun demikian, seberapa aman situasi Mihra sekarang, pengaruh perbudakan sudah menggerogoti tubuh; indikasinya jelas di tubuh, sama jelas dengan cahaya bulan kembar atas sana.

Oranye nyala api unggun mengungkapkan putih pucat kulit Mihra; corak putih tidak biasa dan ganjil, terasa sakit hanya untuk dipandang. Seolah-olah, semua darah di bawah kulit ari telah hilang dihisap orang. Sakit pucat kulit sang wanita membungkus sudut tubuhnya selayaknya perkamen kualitas buruk. Kontur tulang tampak jelas dibungkusan kulit Mihra; dari lengan hingga pundak, jari-jari tangan dan juga kaki, pula di leher belakang dan lutut. Semua ditutupi hanya oleh seperca daster tertutup lusuh bekas pemberian pasukan Yosefianist yang didapat entah dari mana.

Rusak tubuh Mihra butuh waktu perbaikan. Tidak berbeda wajahnya.

Kulit muka sama pucat dengan badan; pula kurus. Tengkorak bungkus kulit. Tonjolan rahang tidak lazim, hidung tanpa dimensi yang tenggelam, dan tulang pipi kentara; tiga di antara banyak hal. Susah menganggap ia sebagai kertas paparan ekspresi. Namun, ada sentuhan manis pada wajah tidak mewah itu. Mihra membasuhnya sebelum kedatangan dua sejoli prajurit. Bila demikian, beruntunglah sang wanita itu. Air bersih merupakan kemewahan bagi mereka yang dipenjara dalam ruangan bawah tanah itu; Ruang Pembagusan─sebagaimana Kimos sebut. Dengan kebebasan baru, banyak air bagi mereka budak-budak terbebaskan.

Uap panas datang dari mangkuk bubur sudah pergi dari lama. Kunyahan Mihra pelan, menikmati rasa sedap tawaran mangkuk hingga titik terakhir. Dia butuh semua nutrisi yang tubuhnya bisa ampu, termasuk makan mangkuk kelima sampai malam hari ini.

"Masih mau makan lagi, Ra?"

Mihra pelan-pelan menoleh. Pandangan lurus ke Aisling. Mulut sang wanita penuh bubur, mengunyah tidak tergesa-gesa, lalu menelan dan tersenyum lebar. "Sudah cukup, Pak. Badan saya terasa lebih baik sekarang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Heart of YellowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang