Semesta Terburu buru Akan Alurnya

228 25 12
                                    

📎📎📎
















...

Kaki kaki manusia itu melangkah dengan perlahan cenderung cepat. Terutama pria dengan tinggi sekitar 185 cm yang berjalan di depan. Berbekal tanggung jawab dan kasih sayangnya pada sang adik, seorang Samuel pada akhirnya memimpin.

"Ke kanan, Jang. "

Sam mengangguk tanpa berbalik. Pak Engkos memimpin jalan di belakang Sam. Diikuti oleh yang lainnya di belakang, dengan Frans dan anak lelaki Pak Kepala.

"Disini gak banjir ya? "

Gumaman Damian masih bisa didengar oleh Tristan. Dari kantor tadi, mereka berjalan ke dataran yang lebih tinggi. Dan disana hingga sekarang mereka mulai memasuki hutan, tidak banjir sama sekali.

Atau mungkin sudah surut? Entahlah, mereka tidak ingin repot memikirkan hal yang kurang penting.

Langit sudah hampir sepenuhnya gelap. Dengan itu, mereka yakin jika perjalanan ini akan sampai larut malam. Menghitung jika terjadi sesuatu nanti, mungkin.

"Kayaknya nu tadi, mereka salah ambil jalan disana. " Ucap Pak Engkos.

Sesuai perkiraan, mereka mengikuti jalan yang menuju ke hutan pohon karet. Jarak dari pertigaan tadi menuju hutan diperkirakan sekitar 10 menit. Tapi jika ditempuh menggunakan kecepatan mereka saat ini, mungkin akan lebih cepat.

"Dingin yak. " Gumam Tristan.

Celana mereka basah karena banjir. Ditambah dengan udara hutan yang cukup dingin. Ah iya, harusnya Tristan tidak mengeluh. Karena dia harus ingat, jika Shaga dan Sam bahkan basah seluruh badan saat hujan tadi.

"Ga, lo gak dingin? " Tristan condong ke depan.

Shaga menggeleng. "Gak papa. "

Di barisan belakang, Frans yang berjalan dengan anak Pak Kepala. Tidak ada obrolan, mereka hanya berjalan dengan mengikuti tempo. Frans juga bukan orang yang terlalu mudah berbaur dengan orang baru.

Hingga mereka bisa melihat, ribuan pohon karet disana. Disinilah, mungkin sesuatu akan terjadi.


📎
📎
📎

"KAK HAZEL!!! BANG GENTA!!! "

Kedua orang itu berbalik. Hingga Genta langsung berlari keluar diikuti oleh Hazel. Mendengar teriakan Ocha disaat tersesat di tengah hutan, bagaimana mereka tidak panik?

"Ca?! "

Dilihatnya Ocha berdiri, dengan tangannya yang memperlihatkan sesuatu. "Bang liat! Ada sinyal masa! "

Mendengar itu, membuat Hazel dan Genta menghela napas lega. Ternyata Ocha berteriak karena sinyal yang tiba tiba muncul. Mereka sudah membayangkan sesuatu yang buruk tadi.

Membuat Hazel melemas sampai sampai gadis itu bersandar pada tiang kayu disana hingga terduduk di atas tanah. Sanubari yang lemah hingga rasanya perlahan meremat jiwa.

"Aduh Ca, kirain ada apa.. "

Ocha meringis. Memeluk Hazel erat untuk permintaan maafnya. "Maaf ya Kak. Gue bener bener seneng banget ada sinyal. "

Yang dibalas pula pelukan oleh Hazel. Hingga Genta tersenyum tipis saat kedua gadis itu berpelukan. Benar benar erat, seperti dua orang anak kecil yang belum tau tentang dunia.

Ah iya, Genta teringat dengan perkataan Ocha. Sinyal sudah muncul disana.
Dengan cepat, dia menekan satu nomor di ponselnya. Menanti jawaban, dari seberang sana. Dengan harap cemas, takut jika sinyalnya menghilang lagi.

b e s t a r iWhere stories live. Discover now