Can we..

191 24 1
                                    

Awas ada typo.

Now playing: Runtuh - Feby Putri, Fiersa Besari











































Tungkainya melangkah menuju ke perpustakaan, entahlah seperti ada sesuatu yang memanggilnya menuju ke perpustakaan.

Ia tidak menolak, ia menerimanya.

"Bibi Rima." Sapanya dengan lembut.

Yang disapa menyunggingkan senyuman terbaiknya, keduanya berbincang sebentar sebelum sosok itu hilang diantara rak-rak buku yang berdiri tegak.

Jemarinya menyapu tiap buku yang ia sentuh, semilir angin akibat jendela yang terbuka menerpa wajahnya. Kulit putihnya yang terkena sinar mentari menjadi berkilau layaknya sebuah cermin.

Ia begitu sempurna.

Jika kau tak melihat apa yang ada dibalik topengnya.

Maksudku, apa yang ada dibalik jiwanya yang telah mati.

Ia masih bernapas.

Ia masih nyata.

Namun, jiwanya telah lama mati.

Kau pasti paham maksudku.

Jiwa anak kecil berusia 9 tahun yang telah lama mati.

Ohh ayolah, bukankah dewasa adalah salah satu hal yang sangat dinantikan oleh para anak kecil? Kalian juga pasti seperti itu.

Tapi, inikah, dunia yang kita nantikan?

Inikah, dunia yang kita idam-idamkan di masa-masa kecil kita?

Tidak baginya.

Dia bahkan tak perlu menunggu hingga menjadi dewasa.

Masa kecilnya telah terenggut. Tak ada yang bisa disalahkan, lebih tepatnya, tak ada yang ingin disalahkan.

Lukanya sudah terlalu besar untuk seorang anak berusia 9 tahun, apa yang kau harapkan padanya? Mentalnya akan baik-baik saja seakan kejadian kelam itu terus saja ia rasakan?

Mati rasa.

Tak ada yang dapat ia rasakan lagi, kecuali satu. Kesakitan.

Ia berteriak meminta tolong setiap hari, bukan, kepalanya berteriak meminta tolong setiap hari. Namun, tubuhnya sudah terlalu lemah untuk mencari pertolongan.

Hanya ada satu tempat pelariannya. Perpustakaan.

Membaca tiap-tiap lembaran usang yang sudah jarang terjamah oleh tangan-tangan manusia membuatnya merasa nyaman.

Membaca sebuah cerita fantasi yang membawanya pergi menuju ke dunia lain. Tuhan, mengapa hidupnya tak seindah dunia fana itu?

"Yarfa,"

Netra coklat berkacamata itu menengok tatkala seseorang memanggil namanya. Sinar mentari yang berpendar mengenai obsidian coklat muda itu, menambah kesan manis pada dirinya. Tidak hidupnya.

"I'll look for you everywhere, c'mon, class is starting soon." Seru Danielle.

Netra itu berubah sayu, dia harus meninggalkan rumah keduanya.

"Hei," Yarfa kembali menatap Danielle. "What are you thinking? Let's go,"

Buku tebal yang telah usang itu ia tutup, mengakhiri sesi membacanya kali ini. Halaman 195, baris kedua dari sebelah kanan.

"Hmm." Gumamnya, yang kemudian melangkah meninggalkan Danielle seorang diri dibelakang.

Gadis cantik kelahiran 2005 itu menghela napasnya, lalu menatap punggung Yarfa yang telah menghilang diantara rak buku.

"Andai kemu berubah kayak dulu, I hope you can find that person. Who can change you, to who you are."

------

"Anjing." Umpat Serdian.

"Hujan sialan, gue jadi harus berakhir di halte bus. Harfa juga nggak mau ngasih tumpangan lagi, sialan." Desisnya.

Serdian menghela napas panjang, dirinya terjebak hujan di saat-saat seperti ini. Menyebalkan.

"Motor gue pake acara rusak lagi, ah! Kesel banget."

Dengan kesal, ia harus menunggu di halte bus sendirian. Jam telah menunjukkan pukul 16.15 sore hari, sedangkan sekolahnya telah selesai sejak pukul 15.45 tadi.

"Bus-nya mana sih? Lama banget datengnya."

Serdian memasang headphone miliknya, terlalu sepi jika hanya mendengarkan suara hujan turun. Hingga tak menyadari, keberadaan sosok lain di sampingnya. Sosok manis yang memiliki berjuta rahasia dalam hidupnya.

Yarfa, duduk tepat di samping Serdian setelah menerjang hujan, ia tak membawa payung. Itulah sebabnya tubuhnya basah kuyup.

Serdian yang merasa ada sesuatu yang basah disampingnya lantas menengok, betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok Yarfa yang telah basah kuyup.

"Yarfa," panggilnya.

Sosok manis itu menengok juga ke arah Serdian. Netra coklat itu terlihat tidak bersahabat, namun, Serdian dapat menemukan tatapan sendu ketika ia menatap netra itu lebih dalam.

"Boleh kenalan?"

Serdian mengulurkan tangannya, berharap Yarfa akan membalasnya. Tapi, Yarfa hanya mengangguk saja tanpa berniat untuk membalas uluran tangan Serdian.

'Trust issue? Or just don't like me?'

Serdian menarik kembali tangannya yang menganggur. Tersenyum tipis tatkala Yarfa tak berniat untuk membalas uluran tangannya.

"Nama gue Serdian. Serdian Nares Ardana." Ucapnya.

Yarfa kembali mengangguk, sedari tadi tak ada kata-kata yang muncul dari bilah bibir pemuda kelahiran Dieng itu. Serdian menghela napasnya, sesusah itukah untuk mengatakan satu kata saja?

"Fa," panggil Serdian. Yarfa kembali menoleh, kali ini dengan tatapan bingung.

"Can we.." Yarfa menunggu kelanjutan perkataan Serdian.

"Be a friend?"

Tepat setelah itu, suara gemuruh petir terdengar dan memekakkan telinga. Apakah, itu artinya tidak?




 Apakah, itu artinya tidak?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yarfa Radjasa Rafendra















































Hey yo wassup, gimana ceritanya? Semoga suka ya.

Siapa stress kurikulum merdeka? Saya.
Siapa yang pengen masuk dunia fiksi? Saya!!!

Keep your eyes to something in here, you will get a surprise. Double up, kebetulan lagi stress matematika, need place to run away.

Jangan lupa vote n komen ya, dan juga beri kritik dan saran supaya ceritanya lebih baik lagi ok bye bye 😁.

Accident Where stories live. Discover now