Bab 17. Gemas

47 15 16
                                    

"Percayalah, Allah mempunyai rencana besar untuk kita."

-Adnan Khairi Al-Haqqi-

Rafka sangat sibuk dengan berkas-berkas yang ada dihadapannya. Rafka harus menandatangi perjanjian kontrak jerja dengan klien barunya. Karena Rafka memenangkan tender yang sangat besar. Baru saja sehari tidak masuk kerja, berkas sudah sebanyak ini. Apalagi kalau satu minggu. Sampai Rafka lupa bahwa ini jam istirahat. Rafka baru saja turun ke lobby. Rafka mendengar keributan kecil. Ekor mata Rafka menangkap keberadaan Silvia. Rafka melihat Silvia berdebat kecil dengan staffnya.

"Kamu, jangan ngaku-ngaku calon isterinya bos! Kamu tuh nggak pantes!"seorang staf perempuan tersebut membentak Silvia.

"Lo, yang seharusnya ngaca! Gue emang calon isterinya! Lo, nggak punya kaca ya di rumah? Mau ngegoda calon suami gue? Sampai muka lo menor banget! Kalau nggak punya kaca, gue beliin deh." Silvia tersenyum smirk, memang benar seorang staff perempuan itu berdandan tak sesuai dengan umurnya.

"Apa kamu bilang?!" seorang staf tersebut terlihat marah.

"Ada apa ini? Kenapa ribut sekali?" Rafka bertanya pada para staffnya.

"Itu Pak, ada seorang gadis yang ngotot ingin menemui Bapak. Katanya sih dia calon isteri Bapak," seorang staff perempuan tersebut tampaknya tidak percaya, apa yang Silvia katakan.

"Terimakasih, silahkan kembali bekerja, dan kalian bubar, saya disini menggaji kalian untuk bekerja, bukan untuk merumpi!" Rafka akhir-akhir ini pikirannya sedang kacau, makannya Rafka melampiaskannya pada semua karyawan. Semua orang bergidik ngeri mendengar Rafka yang marah.

Rafka menarik lengan Silvia untuk berhenti berdebat dengan staffnya. Ternyata calon isterinya sangatlah bar-bar. Dari cara bicaranya saja, sudah pasti membuat lawan bicaranya skakmat.

"Sil, kamu bawa apa buat saya?" Rafka melihat Silvia membawa kres bag.

"Aku bawain makanan buat Mas. Pasti Mas laper kan?" Silvia memperlihatkan isi dari kres bag tersebut.

"Tahu aja sih kamu, Dan kalian jangan sesekali membentak calon Isteri saya, saya tidak suka melihatnya." Rafka mencubit gemas hidung Silvia, sembari memberi peringatan pada staff perempuan, sedari tadi menatap sinis Silvia.

"Maaf Pak, saya tidak akan mengulanginya." perempuan tersebut menunduk malu.

"Tuh, dengerin makanya jangan sok tahu, wek!" Silvia menjulurkan lidahnya.

"Yaudah makan yuk." Rafka mengajak Silvia makan siang di ruang kerjanya.

Suasana kota Jakarta sangat ramai dan cerah. Akhir-akhir ini kota bandung sering di guyur hujan. Adnan dan Nadya tengah berada di Cafe yang tak jauh dari rumah sakit. Adnan memesan tempat khusus VVIP. Nadya terlihat kagum dengan cafe yang sedang mereka tempati. Semua kuliner Jakarta memang sangat lezat, apalagi  Nadya tak sabar mencicipi makanan yang Adnan pesankan untuknya.

"Nad, saya minta maaf ya, kamu tahu kan? Mana mungkin saya berduaan dengan yang bukan mahram." Adnan terlihat memelas.

"Saya ngerti Mas, aku udah maafin Mas. Maafin Nadya juga ya Mas? Nadya egois, labil, manja. Tapi, mas tenang aja ... Nadya akan menerima Mas Adnan apa adanya!" Nadya menatap Adnan, sekilas ia terpesona. Bagaimana bisa Adnan setampan ini? Bahkan di usianya yang menginjak 24 tahun, sudah mau lulus wisuda S-2 Manajemen. Bisa Nadya tebak IQ Adnan mungkin 160 atau 180.

"Kamu nggak ingin dengar penjalasan saya dulu?" Adnan salah tingkah, kala Nadya semakin menatapnya.

"Nadya percaya sama Mas, lagi pula itu pasti sodara Mas ya kan? Kalau temen Mas, pasti laki-laki, kalau perempuan juga pasti kan Mas nggak mungkin bawa ke rumah? Nadya yang pertama buat Mas jatuh cinta yakan?" Nadya tak bisa berhenti menggoda Adnan. Sembari menyantap makanan yang sudah di depan matanya.

"Kamu ada-ada saja Nad, saya bukan orang yang pandai berkata-kata. Kamu harus percaya Nad ... Allah punya rencana besar untuk kita, saya ingin kamu fokus study karier kamu Nad. Saya pengen kamu kuliah, kejar impian kamu. Baru setelah itu, Insya Allah saya akan melamar kamu." Adnan tersenyum lebar, seraya memberikan sapu tangan miliknya untuk mengelap bibir Nadya yang belepotan.

Nadya yang tengah fokus menyantap makannya, tiba-tiba berhenti. Apa yang di ucapkan Adnan membuat jantungnya berdetak tak karuan. Spontan Nadya berdiri memeluk Adnan, hanya sebentar. Ya memang belum muhrim, "Aaaa! Saranghae, bogosipeo my love Ustadz."

Siang ini Sandra, Mira, dan Dinda kebingungan mencari Silvia yang tiba-tiba menghilang dari Mall. Seharusnya Silvia mengatakan pada mereka teelebih dahulu, bukan malah pergi tanpa pamit. Lalu, setelah itu kembali tanpa merasa bersalah. Ya, ibaratkan di tinggal pas lagi sayang-sayangnya.

"Guys, Silvia kemana sih? Kok gue nggak liat?" Sandra memperhatikan orang-orang di sekitar Mall tidak ada Silvia.

"Gue juga nggak tahu, dia menghilang tanpa kabar!" Mira mengatakannya dengan penuh dramatis.

"Nggak usah lebay juga kali." Dinda memutar bola matanya jengah.

"Lo kan , nggak ngerasain gimana rasanya di ghosting." Mira menatap sebal Dinda.

"Udah-udah, daripada ribut, lebih baik kita cari Silvia!" Sandra menegahi kributan mereka.

"Yaudah ayok." mereka berdesah pelan

mereka kebingungan mencari Silvia. Anak itu memang menyusahkan sekali.

Sahabatnya kebingungan, dan lelah mencari Silvia. Sedangkan Silvia malah enak-enakan makan siang bareng Rafka. Sahabat tidak tahu di untung memang! Untung saja mereka masih sabar. Oo,ya! Silvia lupa ia mempunyai jurus andalan untuk Rafka.

"Mas, aku punya pantun buat kamu, mau denger nggak?" setelah selesai makan siang, Silvia belajar menggombal untuk Rafka.

"Boleh, apa itu?" Rafka penasaran, sekaligus gemas.

"Tahu nggak kenapa donat selalu bolong tengahnya?" Silvia bertanya pada Rafka.

Rafka menggeleng pelan," Nggak."

"Karena yang utuh dan bulat, hanya cintaku untukmu." Silvia membuat Rafka sangat gemas, dengan gombalan recehnya.

"Aku juga punya buat kamu Sil, mau denger?" Rafka bertanya kembali.

Silvia mengangguk, sekaligus penasaran," Mau dungs!"

"Sayang, kayaknya kita udah nggak butuh basa basi. Sekarang kita butuhnya cepat-cepat resepsi!" Rafka membuat pipi Silvia merah merona. Baru Rafka menggombal saja sudah meleleh. Apalagi kalau menjadi isteri Rafka.

"Aaa! Yaaampun sosweat banget sih, ayang aku." Silvia mencubit pipi Rafka gemas.

"Sakit Sil, belum halal juga nggak boleh pegang-pegang dulu." Rafka menepis pelan tangan Silvia.

"Makannya cepet halalin!" Silvia merajuk, ia membelakangi punggung Rafka.

Rinai hujan membasahi kota Bandung, kali ini Nadya dan Adnan ingin pulang ke rumahnya. Mereka teepaksa menunggu di cafe, daripada hujan-hujanan nanti malah sakit.

"Mas, hujan-hujan gini enaknya ngapain ya?" Nadya menatap ke arah jendela, hujannya tak kunjung reda.

"Mas juga bingung." Adnan mnggaruk tenguknya, yang tak gatal.

Nadya memegang cangkir kopi tersebut, seraya melirik Adnan,"Kopi ini pahit, tapi kalau minum sambil melihat dirimu, kopi ini terasa manis deh."

Adnan tersenyum senang, Adnan membalas gombalan Nadya." Kalau kamu adalah bumi, maka aku adalah atmosfernya. Dengan begitu setiap saat bisa melindungimu dari sakitnya serangan meteor dan komet." demi lautan seluas samudra. Nadya tercengang, ia tak percaya Adnan mengatakan hal tersebut. Tidak baik jika berlama-lama berdekatan dengan Adnan. Membuat jantungnya berdetak tak karuan.


Annyeong hasaeyo guys
Kumaha damang?
Apakabar?
Gimana ceritanya seru kan? Pasti dong!
Kalian tim Adnan Or Kevin?
Kuy tinggalkan jejak
Instagram: daisylova04 🥰

Rumah Singgah Kean Where stories live. Discover now