Bab 13. Cinta Itu Rumit Ya?

77 21 11
                                    

"Jangan bersedih, aku akan tetap berada disampingmu."
-Adnan Khairi Al-Haqqi     

Sampai dikelas Sintia dan Siti memaksa Nadya mengikuti acara Hadroh. Dari jauh-jauh hari, persiapan ini benar-benar matang. Nadya mencoba memainkan alat musik hadroh, seperti nenis kompang untuk ibu-ibu pengajian.

"Cepet masuk! Pake kerudungnya yang bener dong Nad." Sintia melihat kerudung Nadya acak-acakan.

"Bawel amat sih lo! Yang penting pake kerudung." Nadya berdecak sebal.

"Jangan bilang kayak gitu Nad. Kamu tuh udah 17 tahun? Tapi kelakuan masih kayak bocah." Siti mencoba membantu merapihkan kerudung Nadya.

"Lo, kalau ngomong suka bener njir." Nadya malah tertawa ngakak.

"Ayo cepet Nad! Acara hadrohnya mau dimulai, giliran kamu yang nyanyi." Siti terkihat tak sabaran.

"What? Gue kagak bisa nyanyi! lo mau kalau gue nyanyi, semua santri tertawa ngakak?" Nadya memutar bola matanya jengah.

"Ya enggak sih, tapi kamu pasti bisa Nad!" Sintia berusaha meyakinkan Nadya.

"Lah, emang nyanyi apaan?" Nadya tampak berpikir.

"Apa aja Nad ... Yang penting islami, bukan rocker ataupun dangdut." timpal siti.

"Oke, gue udah siapin lagunya." Nadya tersenyum smirk.

Nadya masuk kedalam aula besar. Disana tempat berkumpul santri wati. Karena acaranya sebentar lagi akan dimulai. Mereka berlatih terlebih dahulu supaya penampilan mereka teelihat sempurna. Awalnya Nadya memainkan kompang dengan merdu. Dan setelah menaiki panggung ... Nadya malah bernyanyi lagu galau.

"Nadya Aira Khairi, giliran kamu." panitia perempuan tersebut, terlihat dari sorot matanya meremehkan Nadya.

"Semangat Nad!" Siti dan Sintia menyemangati Nadya.

Nadya mulai bernyanyi lagu sabyan yang berjudul maulana. Santri wati menatap kagum Nadya. Setelah acara gladi bersih selesai. Acara pun selesai sudah. Ada yang menampilkan Hadroh bersama timnya. Ada yang mengaji quro. Bahkan ada yang berpidato, membaca puisi. Nadya tak sengaja melihat Adnan membawa koper. Nadya berlari ke luar gerbang menyusul Adnan. Bagaimana bisa Adnan lupa pamit padanya.

"Mas Adnan." teriak Nadya, sembari berlari ngos-ngossan.

"Jangan lari Nad, nanti kamu jatoh!" Adnan berteriak khawatir.

"Mas Adnan mau kemana? Kenapa nggak pamit sama Nadya? Mas Adnan pergi gara-gara Nadya?" tanya Nadya bertubi-tubi.

"Jangan khawatir Nad, saya cuman mau kuliah. Saya akan menyelesaikan skripsi saya." Adnan tersenyum gemas.

"Tapi ... Nanti kalau Nadya kangen gimana?" Nadya berusaha menahan tangisnya.

"Nad, kamu harus tahu saya selalu ada disamping kamu. Meskipun saya jauh dari kamu. Oo,ya! Saya punya kalung ini untuk kamu." Adnan memberikan kalung tersebut pada Nadya.

Nadya menatap kalung pemberian Adnan, bermotif bulan dan bintang. Nadya menyukai kalung ini. Adnan memang jagonya meluluhkan hati Nadya.

"Makasih Mas, Nadya suka kalungnya." Nadya tersenyum bahagia.

"Kalau begitu, jaga diri kamu baik-baik, cuman dua bulan saya dikampus. Tetap jadi Nadya yang saya kenal." Adnan sangat bahagia, karena Nadya tak marah lagi padanya.

"Iya Mas, hati-hati pokoknya." Nadya melambaikan tanggannya ke arah Adnan. Adnan berlalu pergi menjalankan motor Rxking. Adnan tersenyum melirik Nadya dari kaca spionnya.

Rumah Singgah Kean Where stories live. Discover now