Bab 4. Cemas

102 31 15
                                    

"Senja itu pintar, datang ketika rindu benar-benar rindu."
-Panji Ramdana- 

Pukul 15:00 Nadya sampai dirumahnya. Ia menggerutu sebal, Nadya tak henti-hentinya memarahi Rafka. Sampai Nadya menitikan air matanya.

"Abang, kenapa nggak angkat telpon Nadya? Abang tahu Nadya hampir ditabrak motor." Nadya melampiaskan amarahnya pada Rafka, Abang kandung Nadya.

"Maaf sayang, tadi Abang ada meeting klien dari luar negeri, jadi nggak sempet angkat telpon kamu." Rafka mengelus rambut Nadya.

"Pokonya jangan nanya Nadya lagi. Nadya kecewa sama Abang. Abang lebih milih klien Abang dibandingkan Nadya? Abang jahat banget." Nadya menitikan air matanya.

"Sayang, Abang minta maaf, lain kali Abang nggak akan kayak gitu." Rafka mencoba menenangkan Nadya dalam pelukannya. Namun, Nadya memberontak berlari menuju kamarnya.

"Nggak mau maafin Abang, pokoknya  jangan tanya Nadya lagi!" Nadya marah, sembari sesenggukan.

Sinta yang sedang asik memasak didapur mendengar pertengkaran kedua anaknya. Membuat dirinya terpaksa meninggalkan dapur, dan menemui mereka berdua.

"Ada apa ini Bang? Kenapa ribut mulu." tanya Sinta penasaran.

"Nadya marah sama Abang Bun, gara-gara Rafka nggak jemput Nadya." Rafka mengatakan sejujurnya pada Sinta.

"Yasudah, biar Bunda coba bujuk Adikmu, sekarang Abang istirahat gih." Sinta bergegas menemui Nadya dikamarnya.

Nadya memang masih labil, namanya juga remaja wajar saja jika Nadya marah pada Rafka. Nadya hanya membutuhkan kasih sayang dari Rafka yang selalu sibuk. Nadya butuh support system. Nadya masih memangis, ia memeluk bantal guling kesayangannya. Sinta mencoba mengetuk pintu kamar Nadya. Nadya keluar dari kamarnya, dengan penampilan yang acak-acakan.

"Ya Allah Nadya! Kenapa berantakan Nak?" Sinta terkejut dengan kondisi Nadya. Baju seragam belum diganti, maskara luntur, rambut panjang berantakan seperti tak pernah menyisir rambut selama sebulan.

"Maaf Bun, Nadya lapar jadi keluar kamar, Nadya jelek ya? Penampilan Nadya kusut ya?" Nadya menunduk malu.

"Ganti baju dulu Nad, nanti habis makan kamu cerita sama Bunda." Sinta tersenyum melihat tingkah anaknya.

"Iya Bun." Nadya mengangguk.

Hujan mengguyur jalanan ibu kota Jakarta, Kevin saat ini berada di Cafe Batavia. Restoran era kolonial elegan plus langit-langit tinggi, yang menjual kreasi masakan Indonesia, kopi & koktail. Menyediakan berbagai menu pilihan hidangan mewah. Kevin melihat daftar menu yang diberikan pelayan tersebut.

"Mbak, saya pesen batavie club sandndwich, minumnya guava latte cream." Kevin menyebutkan pesanan tersebut pada sesorang pelayan perempuan.

Kevin melirik ke arah teman-temannya. Mereka paham arti lirikan Kevin.

"Samain aja Mbak pesanannya," ujar Rizky.

"Kalau saya pengen soto betawi, minumnya  hot coffee latte," sahut Revan.

"Saya samain pesannya kayak Revan," ucap Teddy.

Rumah Singgah Kean Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt