Bab 11. Khawatir

73 20 13
                                    

"Kita adalah rasa yang tepat. Diwaktu yang salah."
-Nadya Aira Khairi-

Tanpa mereka sadari ... Sejak tadi Adnan melihat interaksi keduanya yang semakin akrab. Entah apa yang terjadi pada Adnan, hatinya sedikit nyeri. Nadya tak sengaja melihat Adnan yang menatap kearah Nadya dan Kevin. Nadya memalingkan mukanya. Ia harus melupakan Adnan secepatnya.

"Maafin Nadya Mas Adnan ... Nadya terpaksa, ini demi kebaikan Mas Adnan," ucap Nadya dalam hatinya.

"Nad, kok bengong sih?" Kevin menangkup pipi Nadya.

"Vin, udah ah Nadya mau ke asrama  dulu. Kevin masuk kelas sana." Nadya pergi meninggalkan Kevin begitu saja.

"Nadya lo kenapa? Lo beda Nad, bukan Nadya yang gue kenal." Kevin menatap punggung Nadya. Ia pun pergi berlalu, tapi bukan ke asrama Putera, melainkan keluar pesantren.

Nadya berjalan sendirian kepondok puteri. Tapi Adnan menghentikan langkah kaki Nadya. Adnan mengajak Nadya berbincang. Adnan hanya ingin memastikan apa yang terjadi pada Nadya? Sehingga Nadya mendiami dirinya selama seminggu.

"Nadya, saya perlu berbicara dengan kamu." Adnan menghalangi Nadya.

"Berbicara apa Mas?" Nadya menunduk malu.

"Bukan disini, ikut saya ke taman." Nadya mengangguk, ia berjalan mengekori Adnan.

Sampai ditaman mereka duduk berhadapan dengan jarak 4 cm. Tanpa saling memandang, Adnan malah tak berani menatap Nadya. Memang belum mahrom.

"Mas, mau bicara apa?" tanya Nadya penasaran.

"Kamu ... Kenapa akhir-akhir ini mendiami saya? Saya punya salah? Saya hanya ingin kamu berterus terang Nad. Bukan menjauhi saya!" Adnan semakin kalang kabut, setelah mengatakan hal itu Adnan merasa lega.

"Tidak Mas, hanya saja saya ... Ingin menjaga perasan hati saya." mata Nadya mulai berkaca-kaca.

"Maksud kamu Nad?" Adnan tidak paham dengan perkataan Nadya.

"Nanti Mas pasti ngerti kok! Mungkin ...
Kita adalah rasa yang tepat. Diwaktu yang salah." perlahan air mata Nadya mengalir kepelupuk pipinya.

"Nad, saya ngerti perasaan kamu, dan kamu harus tahu, saya juga sering kepikiran kamu. Saya ingin kita sama-sama perbaiki diri dulu, jika memang kita ditakdirkan bersama ... Allah akan mempersatukan kita, meskipun Allah harus memisahkan kita." Adnan mengutarakan perasaannya dengan tulus.

"Saya ngerti Mas, kalau begitu saya pamit." Nadya tak dapat menahannya. Air matanya luruh seketika.

Sampai dikamarnya Nadya tak menemukan Siti dan Sintia apalagi Musdalifah. Nadya membaringkan tubuhnya dikasur. Nadya menumpahkan semua air matanya dibantal.

"Harusnya tadi gue nggak usah bilang gitu, bodoh banget sih Nad!" Nadya menangis sesenggukan.

Adnan menghela napasnya gusar. Adnan segera mengambil wudhu untuk salat dzuhur berjamaah. Selesai shalat berjamaah. Adnan bergegas menemui Sarah dan Dika. Adnan harus mencari solusi dari masalahnya.

"Assalamualaikum Umi, Adnan boleh cerita?" Adnan tiba-tiba memeluk Sarah—Ibu kandungnya.

"Wa'alaikummussalam, ada apa Nak? Tumben sekali." tanya Sarah, ia khawatir melihat Adnan.

Rumah Singgah Kean Where stories live. Discover now