1.1

22 0 0
                                    

Langit terlihat indah, warna biru yang membentang luas dihiasi awan putih yang terlihat lembut. Matahari menyinari dunia dengan kehangatan, menembus kaca jendela. Deru mesin membawa Rian kedalam pikirannya yang campur aduk.

Baru satu jam lalu dia melihat keluarga dan pacarnya distasiun, mengantarkannya untuk pergi merantau ke kota seberang demi melanjutkan pendidikan.

"Ugh... Belum juga apa apa udah kangen Iki" Ucap Rian menghembuskan nafasnya.

Pandangannya menatap lurus keluar jendela, terpampang hamparan luas perkebunan teh yang indah. Jenis pemandangan yang tidak akan mudah untuk di lihat pada kota tempat tinggal Rian maupun di kota yang akan dia tuju.

"Hah. Apa gue bisa bertahan disana ya?" Gumam Rian lagi, dan menanyakan banyak pertanyaan yang bahkan tidak tau kebenarannya akan terjadi atau tidak. Semua berkecamuk di dalam pikirannya.

Kreta itu melaju dengan pasti di jalurnya, membawa banyak penumpang dengan tujuan kota yang sama, salah satunya ialah sang tokoh utama kita Rian Margahayu. Bocah berumur 18 tahun yang akan melanjutkan pendidikannya di luar kota, meninggalkan keluarga, teman, dan kekasih hatinya di kampung halaman. Seorang bocah dari keluarga kaya raya, namun berprinsip bahwa uang orang tua bukan uang ku dan aku miskin. Bahkan kekasihnya pun sama kayaknya dengan orang tuanya.

Dia bisa saja diantarkan oleh orang tuanya ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi. Tapi sifatnya yang sedikit ajaib mengakatan dia harus naik kreta api, bukan bus maupun pesawat, tapi spesifik kreta api. Dengan alasan agar dia bisa menyombongkan diri kepada sepupu sepupunya bahwa dia pernah naik kreta api sendirian.

Berjam jam kemudian berlalu hingga hari sudah gelap tanpa matahari, akhirnya kreta tersebut bersandar di stasiun pemberhentian. Menurunkan semua muatan dari isi perutnya, berhamburan memenuhi kawasan yang awalnya sepi. Disinilah Rian dengan sebuah kopernya yang besar dan tas ransel di punggungnya. Mirip seperti seorang yang akan pindahan.

Rian berjalan dengan lelah, menyeret kopernya ke tempat duduk paling ujung di stasiun. Melihat jajaran kendaraan roda empat dengan lambang burung biru tanpa minat. Memandang segala arah sebelum membuka aplikasi taxi online didalamnya. Menunggu dengan bosan, karena dia hanya seorang diri sekarang, tanpa teman dan kenalan satu pun.

Sebuah mobil berhenti tepat di depan Rian, menurunkan kaca mobilnya.
"Dengan Rian kak?" Kata seorang pria dari dalam mobil tersebut.

"Iya pak." Jawab Rian, berjalan ke arah taxi online menyeret koper besarnya. Dibantu sang supir memasukkan kopernya kedalam bagasi mobil.

Perjalanan sangat sunyi, tanpa ada percakapan yang terjadi. Rian lebih memilih mendengar lantunan musik dari earphones dan melihat pemandangan lampu malam kota yang baru dia kunjungi lagi. Suasana gemerlap lampu dan lalu lalang khas perkotaan menyambut Rian di kota ini.

"Kak ini gedungnya yang mana?" Tanya supir taxi itu.

" Ha..Iya kenapa pak?" Tanya Rian balik karena tidak mendengar perkataan dari supir tersebut.

"Gedungnya yang mana kak?" Tanya pak supir itu lagi.

"Oh, yang merah di depan pak" Jawab Rian menunjuk sebuah gedung kosan yang terlihat cukup elite.

Mobil tersebut berhenti di depan bangunan merah tersebut menurunkan Rian dan barang barang bawaannya. Rian berjalan menyeret kopernya ke meja resepsionis untuk melapor kedatangannya di gedung itu.

"Malam mas, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang wanita cantik berwajah ramah dari belakang meja resepsionis.

"Ah iya mbak, saya Rian yang mau masuk malam ini" Jawan Rian mengenalkan dirinya.

ALGORITMAWhere stories live. Discover now