1.10

0 0 0
                                    

Rian memasuki kelasnya dengan tenang, tanpa memperdulikan tatapan penasaran dari teman temannya, dia memilih untuk duduk di kursi paling belakang di sudut tembok.

Auranya begitu dingin dan kelam, itu lah yang di rasakan teman sekelasnya. Kejadian kemarin sangat membekas di ingatan setiap orang di ruangan itu. Beberapa orang mulai berbisik mengingat kembali betapa seramnya Rian kemarin. Bahkan beberapa mulai membahas apa yang terjadi pada Rian di kantin pagi ini.

Kelas yang awalnya ricuh kembali kondusif setelah dosen masuk. Waktu pelajaran terasa begitu lambat dan lama bagi Rian. Tanpa minat dia membuka buku catatannya dan menulis apapun yang di dengarnya dari dosen hanya untuk mengalihkan pikirannya yang sedang berkecamuk.

Setelah waktu yang panjang, akhirnya matakuliah pertama pada hari ini selesai. Semua mahasiswa berhamburan keluar meninggalkan kelas untuk menuju kelas berikutnya. Menyisakan Rian yang masih duduk termenung di kursinya melamun.

Rian masih berusaha mencerna atas apa yang terjadi pada dirinya. Apakah memang seberat ini semesta menghukumnya. Tanpa disadari Rian menitikan air matanya.

"Rian, are you okay" Sebuah suara lembut memanggilnya.
Laila, yang setelah mendapat kabar dari kekasihnya, yaitu kakak Rian, datang untung melihat keadaan adik iparnya.
Sebuah pemandangan yang menyayat hatinya, melihat Rian yang dia kenal ceria, sekarang berbanding terbalik. Terlihat begitu suram dan gelap.

Mendengar panggialan itu Rian menengadahkan wajahnya, mengusap kasar air matanya, dan memaksakan senyumnya memandang Laila.
"Gue baik kak, gue harus masuk kelas lagi kak, gue duluan ya" Ucap Rian buru buru menghindari Laila.

"Rian, kalau lu butuh apa apa, jangan ragu buat hubungin. gue ya" Ucap Laila lembut.

Rian hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban, keluar dari kelas meninggalkan Laila sendirian disana.

Rian berjalan tidak tentu arah, menghiraukan setiap orang yang menyapanya. Pikirannya kosong, sepi, menutupi keadaan sekitar yang ramai. Dia terus berjalan menunduk tak tentu arah. Hingga tanpa di sadarinya Rian menabrak seseorang.

"Ah maaf gue ga sengaja" Ucap Rian pelan, berjalan kembali tanpa memperdulikan orang itu.

Namun tanpa sempat Rian melanjutkan jalannya, tangannya di tahan oleh orang itu.

Rian memandang wajah orang itu tanpa nafsu. Berbanding terbalik dengan tatapan orang tersebut yang penuh dengan perasaan khawatir.

"Maafin gue" Ucap Nanda lembut, wajannya menunjukkan sebuah penyesalan.

"Buat apa?" Tanya Rian balik.

"Karna gue, lu jadi kayak gini, maafin gue Rian" Ucap Nanda lagi.

"Lu ga usah berasa penting deh, karna lu, lu bilang" Rian menggantung ucapannya, mulai jengah dengan keberadaan Nanda di sekitarnya. Rian kemudian menghempaskan tangannya dari genggaman Nanda.

"Lu bukan siapa-siapa di hidup gue, dan kita ga saling kenal. Jadi ga usah berasa lu penting. Dan jangan ganggu gue" Ucap Rian menegaskan kepada Nanda. Wajahnya penuh dengan kebencian melihat Nanda. Kemudian Rian berlalu meninggalkan Nanda yang masih terdiam di tempat.

'Tapi gue terlanjur tertarik sama lu' ucap Rian di dalam hatinya, memperhatikan langkah lesu Rian yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangan nya.
.
.
Tidak tahu sudah sejauh apa Rian berjalan. Yang dia tau sekarang adalah dia tidak memiliki apa pun lagi. Begitulah anggapannya.

Ingin kembali ke kosanpun rasamya Rian tidak ingin. Dan berakhir dia hanya duduk di halte bus memandangi mobil yang lewat tanpa nafsu.

Sebuah motor sport berhenti tepat di depan Rian. Meliriknya sekilas dan mengalihkan pandangannya kembali ke jalan raya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALGORITMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang