1.9

3 0 0
                                    

"Dasar kamu anak kurang ajar, kamu papa hukum, papa bakal  bekuin rekening kamu" Bentak papanya.

"Papa, apa apaan sih kayak gitu" Bentak mama Rian kepada Papanya.

"Kamu bela aja terus anak kamu, Bela terus" Triak Papanya Rian.

"Rian nak sayang, kamu baik kan disana. Jaga kesehatan ya nak" Ucap mamanya Rian Penuh kekhawatiran mendengar isak tangis pilu anaknya.

"Makasi ma, Rian baik kok. Rian sayang Mama, Papa, Rian sayang kalian semua makasi ya udah rawat Rian sampai sekarang. Rian pamit dulu ya ma, Rian ngantuk" Ucap Rian pilu dan langsung memustuskan sambungan telponnya.
-
Kosong, perasaannya hampa saat ini. Seperti semesta sedang memberikan hukuman kepada Rian, secara bertubi tubi. Dalam pikirannya yang sunyi dan dada yang sesak menahan segala yang telah terjadi, rian melangkahkan kakinya keluar dari kamar menuju balkon.

Terduduk bersender di pembatas balkon, tatapan matanya kosong menatap hamparan lampangan kosong ada ada di depan matanya. Hujan mulai turun membasahi kota dengan derasnya, bersamaan dengan Rian yang mulai meneteskan air mata karena tidak sanggup menahan beban lagi.

"Kenapa,, kenapa" Ucap Rian berbisik di tengah hujan yang membasahi tubuhnya.

"KENAPA.. APA SALAH GUA HAAAAAAAA"  Teriak Rian frustasi.

"Kenapa lu putusin gue disaat gue butuh lu, KENAPA RAIKI BANGSAT" Teriak Rian lagi sangat marah.

" AAAGRRGHHHHHHHHH" Teriak Rian panjang hingga terbatuk batuk.

Hujan semakin deras membasahi kota dan tubuh Rian. Gemuruh petir juga sesekali terdengar di sela hujan. Matahari sudah cukup lama menyembunyikan dirinya digantikan dengan hujan di malam gelap.

Tangisan Rian semakin keras dan pilu, memeluk kakinya dan bergumam banyak hal. Menyalahkan siapa yang bisa disalahkan dan menyesali hidupnya.
Dinginnya air hujan di malam hari tidak di hiraukannya. Rasanya dia sudah tidak punya pijakan untuk berdiri lagi. Masalah di kampus, kehilangan kepercayaan orang tua, hingga kekasihnya meninggalkan dia dengan alasan yang sangat tidak masuk akal.

Cukup lama hujan mengguyur tubuh Rian, hingga hujan sudah berhenti sepenuhnya. Dengan perasaan yang sudah cukup reda namun masih membekas, Rian masih tetap berfikir sedikit rasional dengan masuk kedalam rumah, memandikan dirinya dengan air hangat kemudian memakan makanan yang hangat. Rian kembali ke kasur menutup dirinya dengan selimut tebal.
Tidak butuh waktu lama air matanya kembali jatuh, Rian menangis untuk waktu yang cukup lama hingga dia tidak sadar sudah tertidur karena kelelahan.
.
.
Seperti semesta memahami isi hati Rian yang sedang tidak baik baik saja, langit pagi terlihat sangat mendung dengan gumpalan awan hitam yang menggelantung.

Tanpa semangat Rian menyuapkan makanan kedalam mulutnya. Suasana kantin kampus yang ramai dan berisik terasa sangat sunyi dan hampa bagi Rian. Bahkan bisikan orang orang mengenao dirinya saat ini tidak di hiraukannya. Penampilan Rian terlihat jauh dari dia biasanya, hoodie hitam besar yang menutupi kepalanya, wajah yang terlihat pucat lesu, dan tatapan matanya sangat kosong. Perasaannya sangat kosong, sedih dan marah bersamaan.

"Oh itu yang kemarin buat keributan di kelas" Ucap satu mahasiswa yang melirik tampilan Rian.

"Kayak berandalan ih hahaha" Ucap temannya.

Rian tidak menanggapi hal tersebut, karna menurutnya hal tersebut sama sekali tidak penting.

"Halah paling kemarin dia di bantu sama temennya, liat aja bentuknya aja lemah gitu" Ucap mahasiswa lainnya yang berada satu meja dengan mereka.

Mereka terus menghina dan ngejek Rian sesuka hati. Bahkan sudah ada beberapa mahasiswa yang tau dengan Rian menturuh mereka untuk berhenti dengan maksud peringatan. Namun mereka tidak menghiraukan, bahkan lebih lagi dalam mengolok olok Rian.
Awalnya memang Rian bersikap biasa saja cenderung tidak memperdulikan apa yang dia dengar. Namun rasanya semakin di dengar semakin kemarahannya menumpuk hingga

"AAAARRGHHH" teriak salah satu mahasiswa yang membicarakan Rian tadi.

Bukan tanpa alasan dia berteriak kesakitan. Fakta bahwa sebuat tusuk gigi menacap cukup dalam di pipi salah satu mahasiswa itu membuat yang lain tercengang tanpa bisa berkata apa apa. Begitupun mahasiswa lain yang melihat kejadian tersebut.

Rian tidak memperdulikan perbuatannya, berjalan menuju kasir membayar makanan yang dimakannya.

Mahasiswa itu mencabut tusuk gigi itu hingga ada darah yang mengalir di pipinya.

"ANJING LU" Triak mahasiswa itu marah berlari menuju Rian untuk menghajarnya.

Namun langkahnya terhenti seketika. Dengan cepat Rian mengambil sebuah pisau yang di lihatnya di meja kasir dan mengarahkannya kewajah mahasiswa tersebut. Hal tersebut berhasil membuat keributan di kantin. Banyak orang yang berteriak dan menahan nafas melihat keberanian dan kengerian itu.

"Lain kali ini bersarang di leher bukan di pipi" Ucap Rian sangat dingin dan penuh penekanan.

Mahasiswa itu masih terdiam ketakutan melihat pisau yang diarahkan tepat didepan wajahnya. Terlambat sedetik dia tidak akan bernasip selamat. Rian menarik pisaunya dan meletakkan kembali di meja kasir.

"Lain kali cari tau siapa lawan lu" Ucap Rian dingin dan menendang persendian betis mahasiswa tersebut hingga dia terjatuh.

Rian berjalan dengan santai menutupi wajahnya kembali dengan hoodie yang besar. Berjalan dengan suram ke arah kelas tanpa memperdulikan bisikan bisikan yang beredar tentangnya.

'Secepat ini tersebar' ucap Rian di batinnya.
.

ALGORITMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang