04||Posesif?

1K 18 0
                                    

*****

"Mas, aku izin mau bertemu temanku boleh?" tanya Raina pada Gibran yang tengah duduk di sofa kamar mereka.

"Temen apa temen?" Gibran menaikan sebelah alisnya.

"Temen lah terus siapa lagi? Emangnya aku kamu yang suka selingkuh?" celetuk Raina dengan penuh keberanian.

"Jangan bawa-bawa Zena, kamu ini apa-apaan. Memangnya kamu mau pergi kemana?" tanya Gibran bangkit dari duduknya.

"Belum tau juga si," sahut Raina.

"Aneh, kalau begitu lebih baik jangan kamu dirumah saja tidak perlu keluar," titah Gibran lantas kembali duduk seraya membaca koran.

"Tidak bisa aku harus tetap keluar, tapi memang aku belum tau akan pergi kemana," jelas Raina jujur.

"Siapa saja kalau boleh tau?" tanya Gibran.

"Banyak, Teman-temanku waktu di SMA mas," jawab Raina.

"Ada laki-laki?"

Mendengar itu Raina langsung mengangguk sebagai tanda bahwa pertanyaan dari Gibran itu benar.

Gibran yang melihat itu mendengus kesal, "tidak boleh!"

"Memangnya kenapa si?" Raina tak Terima saat Gibran melarangnya.

"Banyak laki-laki disana Raina!" tegas Gibran.

"Memangnya kenapa? Lagipula mereka tidak mungkin macam-macam,"

"Tetap saja tidak boleh," kekeh Gibran.

"Kamu ini kenapa? Kemarin di pesta kamu marah-marah padaku. Sekarang kamu melarang-larangku," cetus Raina kedua tangannya bersedekap di dada.

"Karena itu memang kamu yang salah jadi wajar aku begitu," ujar Gibran.

"Wajar? Melarang aku berteman dengan Namira itu wajar? Gila kamu mas!" Raina meninggikan suaranya.

"Aku tidak melarang hanya saja aku takut kamu akan memanfaatkan Namira," ucap Gibran.

Gibran yang tadinya fokus membaca koran kini beralih menatap Raina yang tampak kesal padanya.

"Dasar pria plinplan!" teriak Raina menggema di seluruh ruangan.

"Kamu berani sama saya?" ancam Gibran.

"Kenapa nggak? Kita sama-sama manusia. Sama-sama makan nasi, memangnya kamu makan rumput hah?" celetuk Raina yang sudah mulai tersulut emosi karena tingkah Gibran yang begitu menyebalkan.

"Aku tetap akan pergi! Karena mereka pasti akan menungguku!" kekeh Raina.

"Baik, kamu boleh pergi tapi saya ikut," putus Gibran.

"Tidak bisa kamu harus berangkat ke kantor mas, jangan membolos itu tidak baik," ujar Raina.

"Kalau kamu lupa saya bosnya, jadi bebas saya mau masuk ke kantor kapan saja saya mau," ucap Gibran dengan angkuhnya.

"Tetap tidak boleh!"

"Lebih baik kamu pergi menemui Zena saja dari pada harus ikut denganku!" balas Raina.

"Zena sedang berada diluar kota jadi saya ingin mengawasimu Raina,"

"Tuan Gibran yang terhormat, saya ini bukan anak kecil lagi. Saya bisa menjaga diri saya sendiri," ucap Raina dengan nada penuh penekanan kali ini dirinya benar-benar dibuat muak oleh tingkah Gibran.

"Nanti kalau kamu dijalan kenapa-napa nanti saya yang disalahin sama bunda," sahut Gibran.

"Tidak perlu ikutkan bisa? Mengapa kamu tidak keluar bersama teman-temanmu saja si? Jangan ikut denganku!" tegas Raina.

"Saya tetap ingin ikut denganmu saya akan mengawasimu. Kamu pasti nanti akan dekat dengan para lelaki jika saya tidak mengawasimu," tuduh Gibran.

Dibalik cadarnya Raina sesekali mencibir suaminya yang begitu menyebalkan itu.

"Aku tidak sama sepertimu mas, tolong jangan samakan aku denganmu,"

"Saya tidak peduli intinya saya ingin tetap ikut, dan kamu tidak boleh menolak itu. Nanti kamu mendapatkan dosa memangnya kamu mau?"

Raina menghembuskan nafas berat, "Yaudah deh terserah kamu,"

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠...

Istri Bercadar Ceo PosesifDonde viven las historias. Descúbrelo ahora