22||Aku ingin melihat wajahmu

718 12 0
                                    

Gibran menatap Raina tanpa henti sedari tadi, itu membuat Raina merasa sedikit tidak nyaman.

Raina menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, karena Gibran sedari tadi menatapnya tanpa henti.

"A-ada apa Mas? Kenapa kamu terus menatapku?" tanya Raina sedikit gugup, dirinya benar-benar tak tahan jika Gibran terus menatapnya.

"Oh, tidak hanya saja aku penasaran dengan wajahmu."

Degh!

"Aku ingin melihat wajahmu, bisakah kamu menunjukannya padaku?" pinta Gibran.

Raina yang mendengar itu menunduk jauh dari lubuk hatinya dirinya belum siap untuk memperlihatkan wajahnya pada Gibran yang saat ini sudah berstatus sebagai suaminya.

"Hm? Ada apa? Tidak boleh ya? Kalau tidak boleh tidak apa-apa kok. Aku juga tidak mau memaksamu," ujar Gibran dengan nada yang begitu lembut.

"Aku akan tetap menunggu sampai kamu siap nanti, tidak harus sekarang jika kamu memang belum siap." lanjut Gibran seraya tersenyum manis menatap Raina.

"Ma-maaf," lirih Raina yang masih menunduk.

Gibran yang mendengar itu keningnya seketika berkerut, dirinya heran mengapa Raina mengatakan itu.

"Kenapa minta maaf? Hei, kamu tidak salah. Yang tadi itu salahku karena terlalu memaksamu," ujar Gibran tangan kanannya mengelus lembut pucuk kepala Raina.

"Maaf yah? Tidak seharusnya tadi aku memaksamu seperti itu. Karena itu hakmu aku seharusnya tidak boleh terlalu memaksa," kata Gibran dirinya merasa bersalah saat melihat Raina seperti ini.

Raina yang mendengar perkataan lembut dari mulut Gibran itu, matanya seketika berkaca-kaca dirinya benar-benar tidak menyangka Gibran bisa berubah seperti ini.

Raina mendongakkan kepalanya saat tangan Gibran tak lagi mengelus lembut pucuk kepalanya.

Mata Raina seketika membelalak tak percaya saat melihat Gibran merentangkan kedua tangannya, seperti meminta Raina untuk masuk kedalam pelukannya.

"Ayo sini!" seru Gibran yang masih merentangkan kedua tangannya.

Raina yang mendengar itu dengan cepat masuk kedalam pelukan Gibran, dirinya merasakan aroma mint dari nafas Gibran.

Dirinya merasa nyaman saat berada di pelukan pria itu, ditambah tangan Gibran mengelus lembut pucuk kelapa Raina.

"Maaf karena kesalahanku dulu, aku benar-benar minta maaf. Aku bod0h karena aku menyia-nyiakanmu demi Zena," kata Gibran yang mulai kalut dalam percakapannya.

Dirinya masih tidak menyangka Zena pergi meninggalkannya, padahal waktu itu Zena berjanji untuk terus berada di samping Gibran.

Namun, janji itu sirna begitu saja. Zena lebih memilih pria lain dibandingkan dengan dirinya.

Ingatan Gibran berputar tepat dimana hari dirinya dan Zena berjanji.

Flashback on!

Kedua insan itu menyematkan kedua jari kelingking mereka, dengan senyuman kebahagiaan.

"Janji untuk terus bersamaku ya?" ucap Gibran seraya menatap penuh arti pada Zena.

Zena yang mendengar itu tersenyum manis menatap Gibran.

"Janji! Untukmu selalu kuusahakan deh," sahut Zena.

"Janji jangan ingkar?" Kedua mata Gibran menatap Zena dalam dirinya benar-benar takut suatu saat Zena akan pergi meninggalkannya.

"Janji Gibran sayang, aku akan selalu bersamamu!"

Flashback of!

Gibran menelan kenyataan pahit saat mengetahui bahwa Zena hanya mempermainkannya saja.

Raina yang merasa Gibran tak baik-baik saja, langsung menguraikan pelukannya.

Dirinya menatap Gibran khawatir saat pria itu menatap lurus dengan tatapan kosong.

Raina memegang bahu Gibran, membuat Gibran seketika menoleh kearahnya.

"Kamu kenapa Mas? Kamu sakit?" tanya Raina dengan nada yang terdengar begitu khawatir.

Gibran yang mendengar itu menggelengkan kepalanya, dirinya tersenyum tipis.

"Bisa tinggalkan aku sebentar? Aku butuh waktu untuk sendiri," pinta Gibran.

Raina yang mendengar itu heran, "Apa yang terjadi? Kamu kenapa? Kamu sakit?"

"Tidak Raina, aku hanya ingin sendiri. Kamu bisa meninggalkanku sebentar? Aku saat ini sedang ingin sendiri," ujar Gibran lembut.

Raina sejujurnya tak rela meninggalkan Gibran begitu saja, karena ia tahu pria itu saat ini pasti tidak sedang baik-baik saja.

"Ba-baik aku keluar," ucap Raina dengan sangat terpaksa dirinya keluar meninggalkan Gibran sendirian di dalam kamar.

Melihat Raina yang sudah pergi, Gibran memeluk kedua lututnya erat.

"Ini beneran aku harus tanpamu Zena?"

"Bisa kembali? Aku membutuhkanmu,"

𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠.....
𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐧𝐞𝐱𝐭 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤 "𝐍𝐚𝐝𝐢𝐧𝐞 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐌𝐚𝐫𝐯𝐞𝐥"

Istri Bercadar Ceo PosesifKde žijí příběhy. Začni objevovat