15. Hancur

124 20 8
                                    



"I lost myself. Tidak ada kamu, padahal hanya satu yang kupunya. That's how I ended up stuck in an empty world."

(Krysy, Tahun-tahun terberat)

****

"Ujian Nasional sudah selesai. Sean akan belajar di luar negeri sementara kamu tidak bisa ikut dulu. Tiga bulan lagi bayi ini akan lahir, setelahnya kita bisa bicarakan lagi."

Suara Ibu Kusuma -Mertuaku- mengejutkan. Ini tepat saat makan malam dengan Sean dan Ayahnya yang turut menjadi pendengar.

"Tapi Ma ... aku - k"

"Itu keputusannya Sean. Kamu tidak boleh berhenti meraih cita-cita kamu hanya karena perempuan. Mama sudah cukup memberikan toleransi dengan adanya pernikahan ini karena kamu bersikukuh tidak ingin menggugurkan anak ini. Sekarang waktunya kamu menuruti Mama."

Kalimat 'menggugurkan' tiba-tiba mengoyak perasaan!

Aku tahu, kesalahan ini fatal dan tak bisa dimaafkan. Namun, bayi yang kini sedang tumbuh dalam rahimku tidak bersalah sama sekali. Ia berhak disayangi, dicintai. Baik oleh orang tuanya maupun kakek neneknya. Termasuk Ibu Kusuma, seharusnya.

Tapi ... ia pernah ingin kami menggugurkannya? Membunuh cucunya?

Seperti biasa, aku hanya bisa terdiam.

Di rumah ini, dimana aku 'menumpang hidup' pada keluarga Sean, tidak ada satupun suara yang didengar kecuali suara ibu Kusuma. Sean dan Ayahnya sama sekali tidak pernah membantah. Seperti titah raja, keinginan Ibu Kusuma seolah menjadi primordial.

"Aku mau di samping Krysy dan anakku saat dia lahir, Ma."

"Lantas bagaimana kamu akan memberikan mereka makan jika kamu tidak menjadi sesuatu? Itu yang harus dilakukan 'orang tua'. Makanan, pendidikan, kehidupan yang baik. Kamu pikir itu semua datangnya darimana? Kamu pikir saya akan 'menyuapi' kamu selamanya?"

Sean diam. Aku semakin menunduk. Tenggelam dalam berbagai pikiran yang berkecamuk. Bila akhirnya Sean pergi, maka tinggalah aku sendiri di 'tempat asing' ini.

Ah ... adakah yang lebih buruk dari ini?

Aku sudah tinggal di sini selama dua bulan. Aku akhirnya tahu bahwa kami memang benar-benar tidak cocok. Sebagai mertua dan sebagai menantu.

Sesekali, aku harus menangis tertahan di dalam toilet. Dengan air yang mengalir, agar suara tersamarkan. Membiarkan mataku sembap, lalu penyesalan menyeruak.

Aku ... Krystalia Jovanka.

Anak Herry Gunardi sang Gagah berseragam hijau. Dibesarkan dengan penuh cinta sebagai anak perempuan satu-satunya. Dimanja dengan berbagai kemudahan, kasih sayang juga banyaknya perhatian.

Ya Tuhan!

Aku benar-benar menyesal. Kini, aku ... hanyalah Krystalia Jovanka. Anak yang dibuang. Menumpang hidup pada mertua dengan segala titah yang tidak bisa dibantah.

"Jangan halangi Sean untuk mengejar mimpinya."

Aku menoleh pada Ibu Kusuma. Menatap tepat di matanya. Ada congkak yang menjadi jarak. Tidak ada kasih sayang selayaknya ibu pada anak.

Oh ... mungkin karena memang aku bersalah sejak awal.

"Krysy nggak salah, Ma. Aku yang salah ... aku yang nggak bisa jagain dia."

"Kalau begitu, kamu nurut kata Mama," tambah ayahnya.

"Kamu harus pergi ke New York, melanjutkan kuliah di sana. Mama akan urus semua keperluan kamu. Soal istri dan anakmu, mereka akan tetap di sini. Juga, kau masih harus terus merahasiakan statusmu. Apapun keadaan di sini, kau tidak boleh membukanya di manapun, pada siapapun."

How to be a Perfect Mama? [OSH x Krystal Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang