08 : Ba'da Insiden

313 52 17
                                    


"Bunda suka mantu yang ganteng. Biar pas arisan, ada buat dipamerin ke teman-teman sosialita."

--- Bunda dan segala kemauannya ---

Sean Wiraguna, Caplang, Rio, berdiri di sudut ruangan kepala sekolah, tengah diadili sebab keributan yang terjadi. Sedangkan aku, Joy juga Jennie –sebagai saksi dan korban– duduk di sofa dekat meja kepala sekolah. Ada Pak Bambang dan Bu Nihayatun juga, sebagai pengacara dan penuntut umum. Persis. Keadaan ini seperti membawaku pada memori saat leyeh-leyeh nonton drama korea bertema hukum.

Tapi sialnya, saat yang mengalami aku –walau notabene ini bukan di ruangan sidang asli– rasanya tegang bukan main. Walau statusku di sini, korban dari Rio.

"Bina Bangsa loh ini anak-anak. B.I.N.A B.A.N.G.S.A. sekolah kaum elite dengan beragam prestasi yang mengagumkan. Sekolah yang tidak bisa kalian masuki hanya karena ingin. Ini sekolah kebanggaan masyarakat Jakarta. Pak Presiden Soeharto sendiri yang meletakkan batu pertama saat pembangunan sekolah ini." Pak kepala sekolah memulai sesi ceramahnya.

"Sean Wiraguna, Ketua Osis Bina Bangsa, si jago matematika, peraih medali emas diberbagai perlombaan nasional bahkan internasional. Aduh ... pening kepala saya." Pak kepala sekolah memijit pelipisnya. Sepertinya keberadaan Sean di ruangannya dalam rangka yang berbeda dari biasanya membuat tensi darahnya naik berkali lipat.

"Murid baru pindahan dari Aussie. Kau ... siapa nama kau?"

"Chandra Park, Pak."

"Nah ... orang Korea, kau itu punya portofolio dan raport yang sangat gemilang. Bahkan kau jago basket, prestasi kau juga banyak. Aduh Bu Niha, kepala saya Bu ...." Pak kepala sekolah segera duduk. Ia memegangi tengkuknya sekarang. Ia membuka laci, mengeluarkan sebuah pil dan meminumnya. Sementara ruangan benar-benar sunyi. Tak ada suara apapun di dalam sini kecuali suara nafas-nafas tertahan yang sedang tegang menunggu keputusan.

"Rio ... Rio. Kau sumber masalahnya di sini. Joy, bisa saja dia melaporkan perbuatanmu ke polisi. Bisa juga pihak sekolah, sangat bisa. Tapi kami masih memikirkan masa depanmu, terlebih lagi Joy yang memohon pada saya agar melepaskan kau kali ini. Tapi satu hal, apa yang kau lakukan pada Krysy dan Joy adalah pemicu semuanya. Saya harus bertindak tegas."

"Krysy ...." Kebagian juga aku akhirnya. "Kau itu perempuan nak, kalau ada apa-apa, konsultasikan pada kami yang lebih tua-tua ini. Kalau kau diapa-apakan orang karena tidak senang mereka dengan teguranmu, kau juga yang repot. Dengar itu Krys?"

"Joy, kita sudah bicarakan ini tadi. Keputusan ada di tanganmu."

Pak kepala sekolah menghela nafas, "Jadi – "

"Ko saya enggak pak?" Jennie protes sebab hanya dia yang tidak mendapat jatah siraman rohani.

"Kau itu tim hore, toh?"

"Iya."

"Nah ... diam saja. Pusing kepalaku ini."

Jennie cemberut. Dan sahabatku satu itu benar-benar aneh. Saat yang lain tidak ingin kena semprot Pak kepala sekolah, dia justru menawarkan diri.

"Jadi, kau orang Korea, siapa nama kau tadi? Ah .. iya, Chandra Park, juga Sean Wiraguna, kalian saya skorsing selama satu minggu dan untuk kau, Rio Ramhadi, saya skorsing kau dua minggu dengan perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatanmu pada Joy dan Krysy. Silahkan sekarang kalian kembali ke kelas. Bubar."

Tak ada yang protes dengan keputusan ini. Semua orang di Bina Bangsa pasti tahu betapa kukuhnya pendirian kepala sekolahku. Percuma saja mau protes, buang-buang energi. Akhirnya kami memilih keluar dalam diam dengan sejuta penyesalan yang membumbung di dalam pikiran.

How to be a Perfect Mama? [OSH x Krystal Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang