16. Sekilas

87 20 11
                                    

Sean Wiraguna Point of View

"The roads are different the journey is different but you will be that 'you' that I can't imagine to forget."

(Sean Wiraguna dan semua tentangnya)

***

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang paling mencintai dirinya sendiri. Mau dikata mampu menyebrangi lautan demi bertemu pujaan, tetap saja pasti mikir-mikir apakah berat diongkos atau tidak. Lebih banyak manfaatnya atau ruginya. Pasti selalu, prioritasnya adalah diri sendiri.

Even when it seems that there is no one else, always remember there's one person who never ceased to love you –yourself.

Gue meyakini itu.

Saat Ibu Kusuma sibuk dengan pekerjaannya di kantor sebagai commercial finance manager, gue hanya anak kecil yang tumbuh kekurangan kasih sayang. Gue nggak tahu harus merasa iri atau sinis dengan kalimat 'seorang ibu bisa mengorbankan apa saja demi anaknya', sebab gue tidak tumbuh dengan itu.

Ibu Kusuma masih saja sibuk tuh saat gue mengatakan bahwa gue juara umum waktu kelas 4 SD. Dia tidak bilang, 'you did great, son' atau 'anak ibu, terima kasih sudah berjuang'. Yang Ibu Kusuma lakukan, melihat pialaku sekilas, rapor bersampul biru dengan ujung mata, membaliknya beberapa saat, untuk kemudian berujar, "Nilai Matematikamu 98? Semester depan pastikan itu jadi 100."

Kata siapa gue sakit hati? Ya sakit hatilah ... manusia mana yang bisa tetap baik-baik saja diperlakukan begitu dingin oleh ibu yang dikaguminya. Tapi rasa sakit hati gue, tidak membuat gue ingin berontak, kabur dari rumah, jadi berandal.

No!

Gue sayang sama diri gue sendiri seperti yang gue bilang diawal. Karena gue menghargai diri gue sendiri, makanya walau gue tumbuh tanpa apresiasi Ibu Kusuma sekalipun, gue tetap rajin belajar, aktif di organisasi, ikut kompetisi ini dan itu.

Begitu juga saat gue masuk SMA dan akhirnya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang perempuan cantik bernama Krystalia Jovanka.

Karena gue amat mencintai diri gue sendiri, gue menjaga hati gue untuk tidak terluka. Walau gue yakin, bahwa wajah gue ganteng, tapi melihat banyaknya laki-laki yang tumbang ditolak oleh Krysy –sapaannya, gue memilih untuk tidak melangkah maju. Gue menyimpan rapat isi hati gue sendiri. Dan saat ada beberapa perempuan hadir serta menyatakan cinta lebih dulu, gue menerima mereka. Gue tidak merasakan perasaan apapun, tapi paling tidak, gue nggak akan pernah terluka.

Okay, maaf karena gue justru yang membuat kebanyakan dari mereka menangis.

Perasaan gue berubah jadi kalang kabut. Saat itu, ada anak baru, cowok, tinggi, mirip orang Korea–karena ternyata masih keturunan Korea katanya, mukanya yah walau masih gantengan gue, tapi lumayan oke dan yang paling menyebalkan dari itu adalah ternyata Krysy adalah temannya waktu kecil.

Mereka akrab banget coy. Di manapun ada cowok itu, ada Krysy di sana. Walau gue satu kelas sama doi, gue nggak pernah berada di sekitar dia sedekat itu.

You can only be jealous of someone who has something you think you ought to have yourself.

Gue terlalu mencintai diri gue sendiri, takut terluka, sehingga tidak pernah berani melangkah dan akhirnya merasa cemburu sendiri.

Tapi ... gue rasa Krysy adalah jodoh gue, men.

Di kantin sekolah, di mana dia dan teman-temannya sedang bercengkerama, dia justru dengan lantang bilang kalau dia naksir gue.

Sangking senangnya, gue hampir sujud syukur di kantin!

Gue happy.

Banget.

How to be a Perfect Mama? [OSH x Krystal Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang