Musim dingin pun tiba, tak terasa telah setengah tahun berlalu setelah kejadian terbunuhnya Helga. Berita tentang kaisar yang membantai banyak orang di ruang rapat pun tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Berbondong-bondong khalayak ramai menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah berkhianat, tidak akan pernah berani melukai permaisuri sebab mereka telah mengetahui apa konsekuensi yang akan didapat.
Pagi ini terasa begitu dingin, kaca jendela nampak memburam karena pengaruh suhu dan salju yang melekat di sana. Tak ada burung-burung kecil yang beterbangan di langit, tak ada kicauan serta gerakan tupai yang melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Bahkan tak ada daun yang terlihat bergoyang, semuanya penuh dengan salju yang memadat.
Tanah sudah tidak terlihat lagi, yang ada justru salju yang menutupi setinggi betis. Sesekali setitik salju masih turun dari atas ditambah dengan angin yang berhembus tiba-tiba menambah kesan dingin yang terasa membekukan.
"Hattcii!" Camellia bersin setelah menggosokkan kedua tangannya untuk mengambil kehangatan, wajahnya terlihat memerah dengan hidung yang berair. Walau dirinya sudah memakai pakaian yang tebal dan topi rajutan yang menutupi telinganya, tetap saja hal itu sepertinya masih belum cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
Camellia duduk diam di atas tempat tidur menunggu seseorang, ia berusaha untuk menutup mata agar tidur tetapi usahanya tidak berhasil.
Kriett, suara pintu yang dibuka dengan pelan berhasil mengusiknya. Camellia menoleh dan mendapati Aarazka yang sedang berjalan mendekatinya dengan sebuah nampan dan mangkok di atasnya.
Aarazka memperhatikan wajah Camellia, merah karena pilek, mata berair, bibir mengerucut, pipi bulat sebab seluruh kepalanya dipasangi topi hingga menutupi telinga, hanya menyisakan wajahnya saja yang malah berbentuk bulat.
Aarazka menggeram menahan gemas, dengan cepat ia duduk di sisi kasur dan meletakkan nampan di tangannya di dekat tempat tidur. Aarazka menggosokkan kedua tangannya lebih dulu untuk menghilangkan dingin kemudian barulah ia mencubit gemas pipi sang istri. Tak sampai di situ, bahkan dengan cepat Aarazka melingkarkan kedua tangannya memeluk tubuh Camellia yang membulat sebab pakaian, jaket, dan selimut yang menutupi tubuhnya, Aarazka segera memberi ciuman beruntun di kedua pipi Camellia. Bahkan ia menciumnya dengan sangat lama hingga terdengar suara sedotan dan kecipak saat melepas ciuman dalamnya itu dari pipi Camellia.
"Aarazkaaa! Pipiku jadi basahh." Rengek Camellia kesal dan semakin menggembungkan pipinya.
Bukannya berhenti, Aarazka malah semakin frustasi.
"Astaga! Astagaa!! Kenapa istriku ini lucu sekali aaarggg!! Aku tidak sanggup huaaaa." Aarazka menjerit sendiri menahan gemas, ingin rasanya ia melipat-lipat tubuh Camellia dan dengan puas mencubitinya hingga memerah.
"Kenapa sih??" Tanya Camellia kesal, datang-datang sudah menjerit seperti orang gila saja. Sudah tahu Camellia sedang tidak enak badan, bukannya dibantu makan atau diberi obat, malah diganggu seperti ini.
"Sayangggg, lucu sekaliii. Lihat pipimu yang bulat dan merah inii." Pekik Aarazka antusias sembari menekan pipi Camellia yang menggembung bulat.
"Lihat juga bibir kecil merah dan maniss ini hah!! Bagaimana bisa!? Bagaimana bisa ada wanita secantik dan selucu kamu sayangg! Aku rasanya mau pingsan!!" Pekik Aarazka kembali lalu berguling-guling seperti orang gila di atas tempat tidur.
Camellia memutar bola matanya malas, "dasar pria aneh." Gumamnya.
"Aarazka aku lapar!!" Rengek Camellia dengan suara keras berharap Aarazka segera berhenti dari tingkah gilanya.
Benar saja, Aarazka langsung terdiam dan segera turun dari atas kasur. Karena ulah pria itu sendiri membuat rambutnya menjadi berantakan, tetapi justru hal tersebut sama sekali tidak mengurangi ketampanan sang kaisar. Justru yang terlihat malah semakin tampan saja.
"Maaf sayang aku lupaa, aku akan menyuapimu bubur manis ini, oke?" Kata Aarazka dengan suara riang seperti sedang mengajak seorang bayi untuk berbincang.
Camellia mengangguk, ia juga sudah lapar jadi dengan cepat ia iyakan saja.
"Ayo buka mulutnya, aaa~" ujar Aarazka setelah menyendok bubur itu dan mulai menyuapi Camellia.
Camellia membuka mulutnya dan menerima suapan yang diberikan padanya. Aarazka tersenyum melihatnya, tetapi melihat ada sedikit bubur yang berserakan di sudut bibir istrinya, maka dengan telaten tangan kanan pria itu membersihkan sisa bubur dengan ibu jari lalu memakannya.
Camellia melotot, "kau tidak jijik?"
Aarazka tersenyum konyol, "kita bahkan setiap hari selalu bertukar saliva sayang, jadi apa yang perlu aku jijikkan?"
Camellia melongos, membuang wajah merasa malu. Perkataan Aarazka terlalu terang-terangan dan itu sedikit memalukan kau tahu!
"Makan lagi, setelah kenyang maka aku yang akan memakanmu, hehe."
Lagi-lagi Camellia melotot dan menatap tajam pada Aarazka, apa-apaan maksud perkataannya itu hah!?
"Jangan menatapku dengan pandangan seperti itu, kau membuatnya terbangun." Ujar Aarazka sembari menjilat bibir bawahnya sendiri dengan gerakan sensual.
Ya Tuhan! Sejak kapan Aarazka bisa se mesum ini hah!? Benar-benar menakutkan, dan yang lebih parahnya lagi, semua hal yang dikatakan oleh Aarazka itu bisa saja nyata!
"Sudah-sudah, ayo makan lagi." Ujar Aarazka kembali setelah tak mendapat respon apapun lagi dari Camellia.
Aarazka menyuapi istrinya dengan sangat telaten, memberi suapan demi suapan hingga semangkok bubur itu pun habis.
"Mau minum." Kata Camellia setelah menelan suapan terakhir dari Aarazka.
Aarazka terlihat tersenyum miring yang berhasil membuat Camellia waspada, "minum dari mulutku ya sayang?"
Benar 'kan! Aarazka ada-ada saja, semakin lama semakin mesum.
"Aku bisa minum sendiri."
"Aku tahu, tapi aku ingin memberi minuman dengan cara yang paling menyenangkan."
"Menyenangkan bagaimana? Sudah, sini gelasnya biar aku sendiri yang minum."
"Ayolah, aku tidak akan berbuat lebih."
"Bohong! Kau selalu berkata seperti itu tapi pada akhirnya kau akan selalu melakukannya."
"Kali ini tidak, aku janji."
"Tidak Aarazka, sini gelasnya.."
Aarazka tidak akan membiarkan Camellia minum begitu saja, maka dengan gerakan tangan yang cepat ia menarik pinggang Camellia agar semakin mendekat ke sisi ranjang, lalu meminum segelas air di mulutnya dan dengan cepat pula ia memberi kecupan sekaligus memberi air ke mulut Camellia.
Camellia terkejut tetapi dengan lekas ia menelan air itu, matanya membola atas aksi keras kepala Aarazka. Saat Camellia hendak menjauhkan wajahnya, Aarazka terlihat tersenyum miring dengan pupil mata yang membulat.
Bahaya!
Huaaa tolong Camellia!!
***
05 Nov 2023
Publish ulang pada tanggal 20 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became A Empress
Teen FictionCamellia terjebak dalam dunia asing yang membingungkan, tepat saat membuka mata hal yang tak terduga menghampirinya. Katanya ia adalah seorang permaisuri? Hei, ia hanyalah seolah mahasiswi biasa dengan kehidupan datar tak bergairah. Bagaimana bisa...