tujuh

170 17 0
                                    

"Warning!!
Lapak bxb, yang gak suka boleh langsung di skip!
Adegan 18+ dan kekerasan, mohon untuk sadar diri nya kawandddd!

                                               ***

Murayama terbangun dari tidurnya dengan nafas yang begitu memburu, keringat dingin nampak sudah membasahi kening hingga leher nya. Dengan tubuhnya yang masih sedikit bergetar tangan Murayama terulur mengusap wajahnya kasar, berkali-kali Murayama berusaha menenangkan detak jantung nya yang masih terpacu kencang.

Apa yang terjadi barusan? Apakah itu sebuah mimpi? Apakah Murayama baru saja berhalusinasi?Dengan dada yang masih berdebar hebat sekelebat bayangan yang membuat nya terbangun kembali berputar di benaknya. Potongan-potongan adegan dia bersama seorang pria dengan kacamata itu kembali membuat jantung Murayama terasa terpompa.

Dengan cepat Murayama segera mengedarkan pandangannya untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, namun yang dia dapati bukanlah ruangan pengap yang selalu menjadi tempat adik kelasnya itu berada melainkan sebuah kamar yang tidak asing untuk Murayama.

Menyadari itu membuat Murayama lekas menghela nafas nya lega, tangannya kembali mengusap wajahnya sebelum akhirnya menyugar rambutnya yang nampak sedikit basah karena keringat. "Syukurlah itu hanya mimpi," lirih Murayama yang merasa sedikit tenang karena menganggap jika yang saat ini berhasil mengganggu nya adalah sebuah mimpi, ketika dirinya menyadari jika kini dia berada di rumah nya sendiri bukan di sekolah nya dulu.

Sesaat Murayama terdiam dalam duduknya, pria itu kembali mengingat bagaimana kejadian itu terasa begitu nyata, dimana Todoroki memeluknya dan mengatakan hal yang mampu membuat sekujur tubuh Murayama bergetar hebat. Bagaimana sebuah  pelukan erat, tatapan mata yang begitu menenggelamkan, hembusan nafas yang terdengar memburu di telinganya dan suara rendah yang mampu menggetarkan jiwa pria sejati nya terasa benar-benar nyata.

"Sial, mimpi macam apa barusan?" tanya Murayama yang merasa begitu kesal namun di satu sisi dia juga tidak bisa mengelak jika yang kini masih mengganggu pikirannya itu berhasil membuat hatinya sedikit tergelitik. Menyadari itu Murayama kembali menggelengkan kepalanya lalu menampar kedua pipi nya berkali-kali berusaha untuk membuat dirinya sadar sepenuhnya.

"Lupakan saja, Murayama! itu hanya sebuah mimpi," gumam Murayama meyakinkan.

"Ya, itu tidak mungkin nyata," lanjut Murayama berusaha untuk membuatnya lebih tenang.

Namun, dalam sesaat kepercayaan Murayama terasa di runtuh kan begitu saja saat tanpa sengaja  melihat pantulan dirinya di cermin yang berada tepat di depan ranjangnya. Wajah Murayama nampak kembali mengeras saat melihat itu  dan berusaha untuk  bangkit dari tempat tidurnya, namun sedetik kemudian suara pekikan terdengar melengking begitu saja saat Murayama merasakan sakit di bagian tubuhnya.

Murayama yang merasakan itu segera menarik kaos hitam yang membungkus tubuh tegapnya dan apa yang dia lihat berhasil membuat mata Murayama kembali terbuka lebar, dengan perasaan yang semakin tidak menentu Murayama segera melepas seluruh baju nya dan berjalan menuju cermin untuk memastikan apa yang baru saja dia lihat.

Tubuh Murayama kembali bergetar hebat saat melihat banyak perban dan plester yang terpasang di tubuhnya dan tidak lupa dengan luka-luka lebam yang terlihat di beberapa bagian tubuh dan wajahnya, sesaat Murayama teringat dengan apa yang terjadi kemarin, bagaimana luka itu bisa berada di tubuhnya nya dan bahkan membuat nya kehilangan kesadaran. Murayama kembali terdiam berusaha untuk mengingat apa yang terjadi selanjutnya, namun sialnya dia tidak mengingat terlalu banyak kecuali Todoroki.

"Jadi apakah itu bukanlah mimpi?" tanya Murayama dengan wajah yang terlihat panik, sekali lagi jantung nya kembali berdebar kencang membuat Murayama kembali mengingat potongan-potongan kejadian dimana dia melihat pria yang lebih muda darinya itu mengobati lukanya, bagaimana ada sedikit perdebatan yang terjadi di antara keduanya dan bagaimana semuanya berakhir dengan Murayama berada di pelukan Todoroki, hal itu terus-menerus berputar di benak Murayama.

Mōichido, Senpai!!Where stories live. Discover now