BAB 20 ;; Masih Belum.

1.1K 54 5
                                    

SELAMAT MEMBACA🐱

*****

Kabar tentang Jeyfano yang membunuh Jiyyan sudah tersebar luas dipenjuru sekolah. Entah siapa yang menyebarkannya, Jeyfano pun tidak tahu. Apakah Reliya? Tapi, gadis itu memangnya tega sampai menyebarkan berita yang mampu membuatnya malu dan merasa menyesal seumur hidup. Tidak mungkin Feriskan, kan?

Semua cacian, perlakuan bully dan dipandang jelek sudah Jeyfano terima beberapa hari ini. Mungkin ini adalah karma baginya karena sudah memperlakukan Jiyyan seperti hewan. Ia berpikir, ternyata ini yang dirasakan oleh Jiyyan selama ini. Jeyfano yang baru mengalami beberapa hari saja sudah tidak kuat dan ingin keluar sekolah saja. Namun, Jiyyan berbulan-bulan bahkan dirumah masih saja diperlakukan layaknya bukan manusia.

"Otaknya dimana, sih?! Heran gue, kok bisa bunuh adek sendiri?"

"Mana ada otak dia,"

"Bener, sih. Dia patut di bully kayak adeknya."

"Dasar orang gila!"

"Yang harusnya mati itu Jey nggak sih? Bukan Jiyyan."

Jeyfano berbalik, menatap siswa perempuan yang sejak tadi mengatainya. "Kalo lo mau gue mati, bunuh gue sekarang!" Bentak laki-laki itu.

Sontak beberapa siswa disana langsung pergi saat mendengar bentakan dari Jeyfano. Mereka takut tapi juga kesal dengan Jeyfano yang seperti tidak ada menyesalnya sama sekali. Tapi jauh dilubuk hati laki-laki itu sangat merasa bersalah sampai rasanya tidur pun tidak bisa.

Jeyfano menjatuhkan tubuhnya ke lantai dingin koridor, kemudian terisak pelan. Dadanya sangat sesak mengingat perlakuannya terhadap Jiyyan yang sangat keji. Dia rasanya ingin kembali ke masa lalu untuk bisa merubah segalanya. Rasanya dia juga tidak terima jika sang adik sudah tidak ada didunia ini.

Lama kelamaan, tangisan Jeyfano semakin terdengar jelas. Isakannya pun membuatnya seperti kehabisan oksigen. "J-Jiyyan..." lirihnya.

Laki-laki itu menangis kencang, tidak peduli tatapan para siswa yang berlalu-lalang disekitarnya. Karena masih jam 07.05, belum waktunya untuk masuk kelas.

"Bangun."

Jeyfano tersentak pelan saat mendengar suara yang tidak asing. Ia lantas berdiri dan berbalik untuk bisa menatap seorang laki-laki yang sedang menatapnya dengan datar. "Ragas? Ng-ngapain lo-"

"Bego." Sela Ragas, membuat Jeyfano membisu ditempat.

"Lo kalo mau marah, boleh. Benci, boleh. Tapi jangan sampai lo bunuh orang. Belum tentu orang itu seratus persen salah, Jey." Ragas mulai bicara panjang. "Dia adek lo. Dia anak dari bokap lo, Jeyfano!! Dia gak sepenuhnya salah. Lo udah dewasa, harusnya berpikir jernih. Kalo lo cuma mau balas dendam, bukan ke Jiyyan. Karena dia gak tau apa-apa."

Lagi. Jeyfano menangis terisak. Mendengar perkataan dari Ragas, membuat rasa bersalah dan menyesal semakin besar. Dadanya seakan ditusuk oleh ribuan jarum sampai benar-benar  seperti tidak bisa bernapas sama sekali.

Kemudian, Jeyfano memeluk sahabatnya itu. Menangis sejadi-jadinya dibahu sang ketua geng yang selalu menemaninya, tidak peduli seragam bagian pundak Ragas akan basah nantinya. Ragas pun tak peduli tatapan-tatapan aneh yang dilayangkan oleh banyak siswa. Buktinya, dia membalas pelukan Jeyfano ditambah dengan tepukan-tepukan kecil di punggung laki-laki itu.

We're (NOT) BrotherWhere stories live. Discover now