12.

3.8K 474 67
                                    

Haechan terbangun di sebuah ruangan yang asing. Tidak terkejut, ia tahu ruangan itu adalah kamar Mark, karena aroma feromon dari alpha itu benar-benar memenuhi satu ruangan. Tidak begitu mengganggu sebetulnya, malah nyaman, hanya saja hidungnya sedikit gatal.

Ngomong-ngomong, ia tidak tau saat ini sudah pagi, siang, atau justru masih malam. Biasanya, akan ada beberapa orang berisik yang membangunkan mereka pagi-pagi sekali. Di sini tidak terdengar apapun, dan ia sangat haus sekarang.

Karena sudah tidak tahan dengan keringnya tenggorokan yang ia rasakan, Haechan mulai melangkahkan kakinya ke luar dari kamar Mark. Pondok itu benar-benar tenang, entah kemana pemiliknya pergi. Ia yakin pria alpha itu sedang tidak ada di sana.

Tapi siapa peduli? Yang ia pedulikan adalah minum, ia benar-benar kehausan sekarang.

Tidak sulit untuk menemukan dapur. Pondok Mark hanya lebih besar dari miliknya, tapi tidak sebesar mansion di kota yang bisa membuat orang tersesat karenanya. Haechan menenggak dua gelas air yang rasanya sejuk, padahal air itu tidak dimasukkan kedalam lemari es. Mungkin karena cuaca di sini juga sangatlah dingin sehingga berpengaruh kepada airnya.

Tepat di tegukkan kedua, Haechan mendengar langkah kaki yang bergerak menuju ke arahnya. Itu Mark, tentu saja, siapa lagi memangnya? Tidak mungkin ada sembarang orang bisa masuk ke pondok Mark. Entah bagaimana dia bisa berada di sana.

"Ayo."

Itu kalimat pertama yang diucapkan oleh Mark. Tentu saja kalimat ambigu itu membuatnya bingung.

"Kemana?"

"Mengantarmu. Tidak ingin kembali memang? Kau bisa tetap di sini jika kau ingin."

"Tidak. Ayo."

Haechan berjalan mendahului Mark menuju pintu utama yang menjadi jalan masuk serta keluar dari pondok itu. Sekarang Haechan seolah-olah paling tahu segalanya.

Namun, baru selangkah ia memijakkan kaki di luar, ia kembali masuk ke dalam. Sial! Di luar ternyata masih sangat gelap, belum ada matahari yang timbul, ia pikir ini sudah siang.

"Kenapa? Kau takut?"

"Jangan sembarangan! Aku hanya tidak tahu jalannya, kau saja yang di depan, Mark."

Tentu saja itu hanya alasan, tapi tidak sepenuhnya bohong. Ia hanya gengsi jika mengatakan bahwa dirinya takut tiba-tiba ada hantu atau hewan buas yang melahap nya. Padahal, ia juga hewan buas.

Mark, tanpa mengatakan apapun, langsung berjalan di hadapan Haechan sambil menggenggam tangan anak itu. Ia mengunci pondoknya dengan satu tangan tanpa berniat untuk melepaskan barang sejenak tangan Haechan dari genggamannya.

Haechan tidak akan kabur, Mark.

Haechan bukan orang yang suka berbicara. Sungguh, ia tidak bohong. Itu menurutnya. Tapi, ia tidak suka berjalan di kegelapan ditemani keheningan. Setidaknya, harus ada satu suara dari Mark.

"Mark, apa tugasmu hari ini?"

Mark yang berjalan lebih depan dari Haechan mengarahkan pandangannya kepada anak itu. Ia menatap Haechan dengan heran, yang ditatap justru tidak menyadarinya.

Haechan sedang sibuk menundukkan kepala menghindari ranting-ranting kering yang berserakan di tanah. Entah untuk apa, tidak ada yang tau.

"Berburu."

"Boleh aku ikut?"

Mendengar kata berburu membuat Haechan penasaran dan bersemangat untuk ikut, sehingga tanpa sadar ia mengajukan pertanyaan seperti itu kepada Mark.

Lagipula, ia tidak begitu suka berada di dapur. Orang-orang yang menyiapkan makanan untuk seluruh kawanan tentulah sangat sibuk, tidak ada waktu untuk mereka berbicara, semua sibuk kerja. Meski ia pun tidak suka berbicara, ia tetap kebosanan berada di sana.

LUNAWhere stories live. Discover now