0 5

297 31 5
                                    

Jungkook membuka paksa baju Tzuyu, tangannya meraba dada di depannya. Sial, Jungkook mengumpat saat dada berisi Tzuyu penuh akan bekas ciumannya.

Tiba-tiba rasa marah dan menyesal menguasainya, kenapa ia bisa melakukan hal itu pada Tzuyu. Wanita pembunuh sekaligus pelacur, itulah Tzuyu di matanya.

Tzuyu menggigit kuat pipi bagian dalamnya, sikap Jungkook benar-benar keterlaluan, mempermalukannya. Sebagai seorang istri Tzuyu merasa harga dirinya telah di lecehkan berkali-kali oleh suaminya sendiri.

Dengan berat Tzuyu mengenakan kembali bajunya, air matanya menetes begitu saja.

Setelah itu perlahan Tzuyu melangkah pergi dari kamar, mencoba menenangkan diri. Namun saat tangannya ingin meraih knop pintu, tiba-tiba tangan kasar Jungkook mencegatnya.

"Jungkook, sakit," Tzuyu meringis kesakitan saat tubuhnya ditarik.

Jungkook mencengkram kedua lengannya. "Semua rasa sakit ini pantas kau rasakan, Tzuyu." napas Jungkook naik turun menahan amarah. "Ini belum apa-apanya, nyawa harus dibayar dengan nya---"

"Aku lebih baik mati," dengan berani Tzuyu menyela ucapan Jungkook, air matanya tak henti menetes. "Seharusnya kau membunuhku sejak awal, jika memang itu bisa membuatmu puas."

Plak . . .

Plak . . .

Plak . . .

Jungkook tanpa ampun melayangkan beberapa tamparan ke wajah Tzuyu, mendorong kasar tubuh Tzuyu ke dinding belakang lalu mencengkram kuat pipinya. Tangannya satunya lagi menjambak rambut Tzuyu.

Tzuyu tak henti meringis kesakitan dan memohon agar Jungkook melepaskannya, tubuhnya terasa lemah tak berdaya untuk melawan.

"Jaga bicaramu, Tzuyu. Tidak akan ada ampun bagi seorang pembunuh sepertimu," Jungkook menegaskan setiap ucapannya, matanya menatap Tzuyu dengan bengis. "Nikmatilah sisa-sisa hidupmu sebelum aku menjebloskanmu ke dalam penjara." Jungkook melepas cengkramannya, membiarkan tubuh Tzuyu meluruh begitu saja.

.

.

.

Hari-hari berikutnya, Tzuyu lebih banyak diam dan melamun, sedikit menjauhkan diri dari Jungkook, meski sebenarnya hatinya sakit, namun demi menghindari pertengkaran dan kejadian yang sudah-sudah. Tzuyu lebih memilih seperti ini.

"Nyonya,"

Suara Bibi Younhae membuat Tzuyu menghentikan langkahnya. "Iya, Bibi. Ada apa?" tanyanya.

"Nyonya ingin bepergian?"

Tzuyu mengangguk antusias sambil tersenyum. "Iya, Bibi."

"Ah, baiklah, Nyonya. Hati-hati,"

Tzuyu kembali mengangguk, lalu benar-benar melangkah pergi. Ia akan mengunjungi makam Ibu dan Ayahnya, hari ini tepat sepuluh tahun meninggalnya mereka.

Di perjalanan, pikiran Tzuyu tak henti tertuju pada Jungkook, wajah pria itu terus muncul di benaknya. Entah kenapa, selama ini sikap Jungkook selalu menyakitinya, memperlakukannya dengan semena-mena, bertindak kasar dan tak segan menjatuhkan tangan.

Namun Tzuyu tetap tidak bisa membuang rasa cintanya, atau melupakan Jungkook begitu saja. Itu tidak mudah untuknya. Tzuyu tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Jungkook kelak, apa ia bisa? namun di satu sisi. Apa ia akan sanggup hidup dengan penuh penderitaan, dengan semua rasa sakit yang Jungkook berikan selama ini?

Tzuyu memijat pelipisnya, menghela napas dengan panjang. Terlalu banyak tekanan hidup yang ia alami sekarang.

Tak lama kemudian taksi yang ia tumpangi tiba di tempat tujuan. Tzuyu pelan-pelan turun dari mobil, seketika matanya memanas saat melihat tempat ini. Ibu, Ayah. batin Tzuyu menangis saat menyebut nama itu, buru-buru ia menuju makam Ibu dan Ayahnya.

M E S H E STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang