0 6

301 29 3
                                    

Perlahan mata Tzuyu mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya yang masuk, namun kemudian matanya menutup kembali, kepalanya masih terasa sakit dan berdenyut. Tzuyu berusaha bangun dari baringnya dengan tangan terus memegangi kening. Entah berapa lama ia pingsan.

Sepertinya hari sudah mulai siang.

"Bibi." lirih Tzuyu saat mendapati Bibi Younhae masuk ke dalam kamar dengan membawakan nampan berisikan makanan di tangannya.

"Ah, Nyonya." Bibi Younhae meletakkan nampan itu di atas meja nakas. "Bagaimana dengan kondisi anda sekarang? apa sudah merasa baikan?"

Tzuyu mengangguk tipis. "Hanya sedikit pusing, Bibi. Mungkin karena aku terlalu kelelahan." Tzuyu masih terus memijat pelipisnya. Jujur, kepalanya masih sangat pusing.

Bibi Younhae tersenyum lembut, hatinya merasa lega kala Tzuyu baik-baik saja, sedari tadi ia bolak-balik ke kamar hanya untuk memastikan keadaan Tzuyu. "Syukurlah. Silahkan dimakan, Nyonya. Setelah itu minum obat agar kondisi anda semakin membaik." ucapnya.

"Iya, Bibi. Terima kasih."

Bibi Younhae pun berangsur pergi.

Tzuyu melirik sekilas jam di dinding. Sudah menunjukkan pukul 10:49. Tzuyu terdiam dalam pikirannya, apa Jungkook tahu tentang kondisinya sekarang? atau Jungkook belum pulang dari kemarin karena begitu sibuk di kantor. "Ah..." Tzuyu mendesah sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Rasa sakit di hatinya kian terasa, jelas Jungkook tidak akan peduli, tapi kenapa lubuk hatinya terus berharap.

.

.

.

"Tuan, anda baik-baik saja kan?"

Hoseok mengantarkan secangkir kopi panas ke dalam ruangan Jungkook, laki-laki itu yang memintanya. Hoseok sedikit terheran, tidak biasanya ia melihat Jungkook melamun, pandangannya nyaris kosong. Memang selama ini Tuannya selalu diam, hanya berbicara ketika ada hal penting. Tapi kali ini dia terlihat berbeda dari biasanya, dalam diamnya tampak menyimpan banyak pikiran.

"Terima kasih."

"Iya, Tuan. Saya permisi."

Kini Jungkook sendiri di dalam ruangannya, tangannya bergerak mengaduk-aduk kopi di hadapannya yang mengeluarkan uap panas dan bau khas. Jungkook memicingkan matanya, semalaman ia tidak bisa tidur.

"Nyonya mengalami tekanan darah rendah, stres dan berpikir terlalu berat, Tuan."

Jungkook kembali teringat dengan ucapan Woozi semalam mengenai kondisi kesehatan dan mental Tzuyu saat ini. Buruk, sesuai harapannya selama ini, membuat wanita itu semenderita mungkin. Jungkook tak berniat untuk membunuhnya, ia hanya ingin wanita itu merasakan penderitaan di batin mau pun fisik.

Seterusnya, tapi . . . Jungkook tidak tahu dengan rencananya ke depan.

Menatap wajah Tzuyu dalam keadaan pingsan semalam, membuat hatinya menimbulkan rasa Iba. Jungkook bingung dengan perasaannya.

"H-hai . . . Jungkook."

Jungkook seketika menoleh saat suara seseorang memanggilnya, tanpa mengetuk pintu wanita itu berani membuka pintu ruangannya dengan lancang.

Yeri melangkah masuk, kemudian menutup kembali pintunya, ia berjalan menghampiri Jungkook. "Jungkook." panggilnya lagi lalu beringsut duduk. "Maaf jika aku bersikap tidak sopan, masuk ke dalam ruanganmu begitu saja."

"Ada apa ke mari?" Jungkook menyandarkan punggung pada kursi, menatap wajah Yeri tanpa ekspresi.

Wanita itu selalu berjanji padanya akan menemukan semua bukti-bukti kejahatan Tzuyu atas pembunuhan Jieun, namun sampai sekarang hasilnya tetap nihil. Karena cctv yang merekam semua kejadian itu rusak parah, hingga tidak ada bukti yang lebih kuat untuk menjebloskan Tzuyu ke dalam penjara.

M E S H E STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang