07

5.2K 410 6
                                    

Jaemin diam menatap ke luar jendela mobil, pikirannya sudah kemana-mana saat Felix menceritakan apa yang terjadi dan apa penyebab pemuda manis itu melakukan ini.

Felix menceritakan semua, pemuda manis itu hamil saat seseorang memperkosanya lalu melahirkan. Mengatakan seseorang yang melakukan ini adalah orang yang menyukai Jaemin.

Begini, ia dianggap Jaemin kala itu. Nama Jaemin terus orang itu sebut, Felix yang tak bisa apa-apa hanya bisa menangis saat orang itu melakukannya. Tak lama ia hamil tanpa orang itu tau, lalu melahirkan. Tak lama setelah melahirkan ia bingung harus melakukan apa dengan bayi mungil ini hingga ide menjebak Jaemin dengan sang anak ia rencana kan matang-matang dan itu berhasil. Tentu ia melakukan ini agar Jaemin hancur, sama seperti nya. Membuat Jaemin seolah-seolah hamil dan melahirkan lalu berita ia yang membuang bayi tersebar dan hancur, itu rencana Felix agar Jaemin ikut hancur sepertinya tanpa peduli jika anak sendiri yang ia korbankan.

"Gue bahkan gak tau apa-apa lix!" Marah Jaemin, Felix mengangguk paham.

"Gue tau, tapi liat lo hancur, nangis dan mengerasain apa yang gue rasain aja cukup. Meski gue gak jebak lo buat hamil Jeno waktu itu!"

"Kenapa harus gua? Kenapa gua juga lu jebak? Kita kenal aja gak." Felix terkekeh pelan.

"Emang, tapi orang itu juga nyebut nama lo. Dia bilang gak bisa milikin Jaemin karena lo suka sama Jaemin." Ucapan Felix membuat Jaemin menatap Jeno.

Jeno diam sebelum menatap salah satu temannya.

"Orang itu Hyunjin?" Ucap Jeno.

Felix diam, memandang kearah lain.

"Jawab!"

"Lo gak perlu tau, ini aja buat gue puas. Setelah ini lo bisa rawat dan jaga anak gue, terserah mau lo apain juga. Gue gak peduli."

"Sadar! Dia anak lo, anjing!" Kesal Haechan yang sedari tadi menyimak.

"Anak haram. Dia bukan anak gue, dia anak Jeno sama Jaemin sekarang." Haechan ingin mendekat kearah Felix namun Eric dan Guanlin menahannya.

"Gila!" Felix mengangkat bahu acuh.

"Lo yang buat dia hamil?" Tanya Renjun pada Hyunjin yang berada di sampingnya.

"Gua gak tau apa-apa." Jawab pemuda tampan itu pelan.

"Hyunjin yang lakuin ini, Felix?" Tanya Jaemin.

"Kalian gak perlu tau siapa orangnya. Sekarang masalah ini selesai karena gue pelakunya, puas?" Ucap Felix.

"Gue belum puas sebelum lo bilang siapa ayah nya."

"Terserah, tapi yang pasti gue pelakunya. Sekarang om mau apa? Mau bawa saya ke kantor polisi? Ayo bawa saya sekarang juga." Ucap Felix pada Papa Jeno.

Pria tampan itu memijat pelipisnya, menatap Jeno.

"Laporin ke polisi aja atas kasus pembuangan bayi di desa, pencemaran nama bai—" ucapan Jeno terpotong oleh Jaemin.

"Gak perlu, bebasin aja. Terserah dia mau apa, tapi nama Nana sama Jeno harus bersih dari tuduhan kemarin." Ucap Jaemin setelahnya berlalu meninggalkan ruangan itu.

Begitu ceritanya, pemuda manis itu melakukan ini pada Jaemin agar Jaemin bisa merasakan apa yang dia rasakan meski ini belum seberapa. Memang, ia berniat untuk melakukan hal agar Jaemin ikut hamil dan merasakan apa yang dia rasakan namun urung dan memilih menjebak Jaemin dan juga Jeno agar mau merawat anaknya karena ia ingin hidup bebas tanpa seorang bayi yang membuat hidup susah.

Kejadian ini terjadi satu tahun belakang ini, saat Felix yang baru saja membeli makan bertemu dengan orang yang hanya ia tau wajahnya. Orang itu Hyunjin, ia tengah mabuk dan terus mengoceh menyebut nama Jaemin entah apa yang terjadi padanya, Felix yang kasihan membantu dan mengantarkan pemuda itu pulang dan setelah sampai di apartemen Hyunjin hal yang tak mereka inginkan terjadi dan itu membuat hidup Felix hancur ditambah saat sedang memperkosanya nama Jaemin yang selalu Hyunjin sebut.

"Na!" Jaemin tersadar dari lamunannya, pemuda manis itu menoleh kearah sang mertua.

"Sudah sampai, ayo masuk." Jaemin mengangguk.

Pemuda manis itu pulang bersama Papa Jeno menaiki mobil sementara Jeno berada di belakang membawa motornya.

"Kamu gak mau laporkan pemuda itu?" Tanya Papa Jeno saat mereka berjalan masuk ke rumah.

Jaemin menggeleng, "biarkan saja, tapi jika dia melakukan hal yang tidak-tidak atau meminta anak nya kembali segera laporkan saja." Papa mengangguk mengerti.

"Papa ke kamar dulu, kamu juga. Bersihkan diri dan istirahat." Jaemin mengangguk dan tersenyum.

.

"Yang Felix bilang itu bener?" Tanya Jaemin, pemuda manis itu menatap Jeno yang tengah memakai pakaian santai.

"Iya."

"Itu yang buat lo langsung ke pikiran kalau orang yang udah buat Felix kaya gini itu Hyunjin?"

"Iya."

Jaemin diam, menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.

"Gue gak nyangka aja." Ucap Jaemin lagi, kini menoleh untuk menatap balita yang tengah terlelap di samping nya.

"Gue gak pernah deket sama Hyunjin kecuali kalau kita ketemu atau dia yang nyapa gue duluan." Lanjut Jaemin masih tak percaya.

"Gua juga." Jeno mendekat, duduk di samping balita yang tertidur itu.

"Yang tau gua suka sama lu cuma temen gua aja, gua pun baru tau Hyunjin suka sama lu yang tadi. Gua gak pernah kepikiran ke sana."

Keduanya diam.

"Tahun lalu gua diajak Hyunjin ke bar, tapi gua nolak. Gua gak tau dia bisa nekat ke sana sendiri masih pelajar, berakhir mabuk, perkosa teman seangkatan sendiri dan berakhir kaya gini." Lanjut Jeno.

"Dia cuma cerita kalau dia mabuk, terus paginya udah ada di apartemen dan gak inget  apa-apa setelahnya."

Jaemin menatap Jeno, begitu sebaliknya.

"Jen."

"hm?"

"semisalnya Hyunjin mau bawa Jino buat tinggal dan bertanggung jawab atas perbuatannya ke Felix meski Felix gak peduli, gue gak setuju dan biarkan itu terjadi." Ucap Jaemin, serius.

"Jino bukan barang yang bisa mereka buang terus diambil lagi, Jen." Jaemin memalingkan wajahnya, kemudian merebahkan tubuhnya. Menyampingkan tubuhnya kearah Jino yang terlelap, mengusap lembut pipi balita mungil itu.

"Gue udah sayang sama Jino, Jen. Gue udah anggap dia anak gue sendiri meski awalnya gue nolak dan berniat taruh Jino ke panti." Lirih Jaemin, Jeno diam namun tangannya terulur mengusap surai Jaemin.

"Gua juga sayang Jino, dia anak kita." Jaemin mengangguk pelan.

"Meski Hyunjin ayahnya gue gak mau dia bawa Jino pergi, gak mau Jen, gak mau." Mata cantik Jaemin berkaca-kaca.

"Gua juga gak mau, na."

"Meski ini cuma semisalnya tapi gue takut." Jeno mengangguk paham.

"Iya, sekarang istirahat dulu ya."

Jaemin mengangguk, jari nya memegang jari sekecil. Pemuda itu memejamkan matanya, tak lama dengkuran halus terdengar.

"Gua juga gak mau itu terjadi, meski Hyunjin ayahnya sekalipun kalau mereka udah buang Jino mereka gak bisa seenaknya ambil Jino lagi. Jino bukan barang atau apapun itu."

.

semoga paham ya, maaf kalau agak berbelit-belit atau kurang dimengerti. kalian bisa tanya semisalnya kurang dimengerti, see u di chapter selanjutnya yaaaa <3

accident | nomin [✓]Where stories live. Discover now