BAB II

2.3K 228 6
                                    

“Pagi Kak Indira” ujar Gracia semangat sambil meletakkan secangkir kopi hitam di meja kerja Shani. Demi apapun Shani sudah mengumpat dalam hati mengucapkan segala jenis nama hewan didalam hatinya. Shani hanya menatap sekilas dan melanjutkan pekerjaannya tanpa memperdulikan makhluk ajaib tersebut.

“Ga disapa balik nih dedek gemesnya?” Tanya Gracia dengan nada sok imutnya sambil berdiri dibelakang kursi Shani. Dengan pelan tapi pasti Gracia memeluk Shani dari belakang dan mendekatkan kepalanya ke pipi Shani serta menepuk nepuk bahu Shani pelan.

“Menjauh sekarang juga” ucapan tersebut seperti angin lewat menurut Gracia. Shani dengan kesal memegang tangan Gracia, namun Gracia malah tersenyum melihat tangan Shani yang memegang tangannya, ‘lembut’ itu yang saat ini Gracia rasakan,  Shani menariknya keluar ruangannya, dan mendorong tubuh Gracia dengan asal. Gracia menatap Shani kesal,

"Kasar banget sih sayang” ujar Gracia dengan nada sok sedihnya. Shani tanpa berdosanya menutup pintu ruangannya dengan kasar. Tatapan serta bisikan bisikan karyawan terdengar sedangkan Gracia hanya acuh dan menendang pintu ruangan Shani dan beranjak pergi ke meja kerjanya.

Keesokan harinya dengan sumringah Gracia berjalan memasuki ruangan Shani sambil menenteng totebag yang berisi sarapan untuk pujaan hati yakni Shani Indira. Shani hanya melihat Gracia sekilas dan hanya pasrah sambil menghela nafasnya berat.

“Ayo kakak sarapan dulu” ujar Gracia sambil membuka perlahan tiga kotak bekal, yang berisi nasi dan chicken katsu curry serta buah buahan segar.

“Saya udah sarapan” acuh Shani sambil melanjutkan pekerjaanya yakni memeriksa beberapa dokumen.

“Cobain dulu dikit” paksa Gracia yang sudah siap untuk menyuapin Shani

“Saya it-.....”  dengan cepat Gracia mendorong sendok itu ke dalam mulut Shani dan memaksakan Shani memakan nasi tersebut.

“Nah bagus gitu dong” ujar Gracia tersenyum bangga.

“Cepetan lagi” lanjut Gracia yang sudah siap untuk memberikan suapan kedua. Shani langsung saja melanjutkan pekerjaannya dan menutup mulutnya rapat rapat. Gracia yang melihat itu sangat ingin mencekik Shani namun ia menahan gejolak amarahnya. Dengan telaten Gracia menutup kembali kotak bekal dan meninggalkan ruangan Shani tanpa berkata apapun.

Shani yang melihat itu heran dan menatap mejanya yang masih ada kotak bekal buatan Gracia. Shani menuju kepintu dan membukanya melihat keluar memastikan Gracia telah pergi menuju meja kerjanya.
Shani masuk lagi kedalam ruangannya dan mendekati meja kerjanya menatap lekat kotak bekal itu. Tangan Shani membukanya dan menikmati bekal buatan Gracia, ‘Sangat enak’ ucap Shani dalam hati.

“Ini harus sekarang banget kita kesananya cek lokasi?” tanya Shani kepada desy, sosok yang lebih tinggi hanya mengangguk dan mendorong Shani agar lekas masuk ke dalam mobil.

“Buruan cepetan anjirr, sebelum ada macan tutul datang” Ucap desy panik karena dari kejauhan dia sudah melihat Gracia yang sedang berlari menuju kearah mereka. Namun... begitulah takdir, Gracia dengan cepat menarik desy kebelakang dan naik ke mobil duduk disebelah Shani. Dan dengan kasar menutup pintu mobil. Desy dengan sabar duduk di kursi pengemudi dan menjalankan mobil itu, tidak ada gunanya mengusir Gracia dengan cara apapun gadis mungil itu tidak akan terusir.

Shani membulatkan matanya kaget karna Gracia yang tiba tiba menggandeng tangannya dan bersandar pada bahunya. Shani dengan kesal mendorong kuat kepala Gracia hingga si gadis kecil itu hampir terpental. Dengan santainya Shani merapikan penampilannya dan menepuk nepuk bahunya bekas wajah Gracia.

“Kenapa kasar mulu sih sama aku sayang” ujar Gracia cemberut sambil melipatkan tangannya di depan dada dan menatap sebal kedepan. Menendang kursi di depannya, membuat Desy menahan nafasnya guna memendam kemarahan hati yang kini ingin memaki gadis kecil dibelakangnya.

“Anda kenapa selalu saja ada di sekitar saya!” dengan kesal Shani menatap tajam kepada Gracia. Gadis mungil ini beberapa hari belakangan ini selalu mengekori dirinya, ikut meeting yang seharusnya tidak Gracia ikutin, mengikuti Shani makan siang, dan satu lagi gadis ini selalu membuatkan sarapan kepada Shani yang membuat Shani sangat pusing menghadapi Gracia. Dan Shani sangat heran belakangan ini Desy tidak becus dalam urusan seperti ini, jika ada yang mengganggu Shani, desy akan menjadi garda terdepan mengusir jika ada yang mengganggu dirinya. Namun Gracia tidak pernah Desy kasari atau usir secara paksa seperti gadis gadis lainnya yang diutus mama nya untuk mendekati Shani.

“Kalau kamu ga mau aku ikutin terus, yaudah ayo nikahin aku” Shani menarik nafasnya dalam dalam agar tidak berbuat kasar kepada gadis mungil ini.

“Anda berdoa seratus hari pun saya tidak bakal menikahi anda” ucap Shani dengan nada dinginnya. Gracia hanya tersenyum memperlihatkan gingsulnya dan pandangannya kini fokus menatap wajah Shani. Rahang yang tegas, mata yang tajam menambah pesona yang begitu indah menurut Gracia.
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, mereka telah sampai di lokasi pembangunan, yang sedang membangun sebuah apartement yang lumayan besar. Dengan santai Shani berjalan meninggalkan Gracia sambil memakaikan safety helmet dikepalanya.

“Kak Shani tungguin aku nya” ujar Gracia mengejar sambil memakai safety helmet juga yang baru saja diberikan desy kepadanya.

“Ini helm juga gede banget anjir dikepala gue” dumel Gracia namun Shani dari kejauhan dapat melihat gadis mungil sedang kesal selalu memperbaiki helm itu agar tidak menganggu pengelihatannya.  Shani tersenyum tipis namun dengan cepat menggelengkan kepalanya dan fokus mendengarkan controlling yang menjelaskan perkembangan proyek tersebut.

“Lu jangan lasak disini ya bocil, bisa bahaya” ujar Desy menarik tangan Gracia yang ingin mendekati Shani.

“Bocil, bocil, bocil. Gue tuh udah dewasa ci des. Jadi aman, semua waktu itu adalah kesempatan untuk pdkt dan mengambil hati kak Shani.” Ujar Gracia sebal, semakin cepat Shani jadi miliknya maka semakin baik pikir Gracia.

“Tapi jangan di setiap waktu juga lu nempel mulu anjirr” Ujar Desy gemes ingin menonjok wajah Gracia. Sangat sulit mengontrol manusia satu ini pikir Desy.

“Biar cepet lah, gue gamau kak Shani nanti jadi milik si Vienny, bakal gue gunain waktu sebaik mungkin” Desy hanya menghela nafasnya dan hanya mengangguk sambil tersenyum pasrah kepada Gracia.

“Ci des harus tetap bantuin aku, kalau ci des nga mau. Liat aja, aku suruh anin mutusin Ci desy” ancam Gracia sambil tersenyum miring menatap desy, sekretaris Shani itu hanya mengangguk setuju sambil meneguk ludahnya dengan susah payah. ‘Gue ga boleh putus ama anin, sama anin doang yang jatah batin gue lancar’ ujar Desy dalam hatinya.

























"Liebe und hoffnung geben uns die kraft leben."







Vote dan komen!!

See uu again

DAS SCHICKAL Where stories live. Discover now