BAB III

1.6K 206 7
                                    

Shani membawa Gracia kedalam apartement nya tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Shani semakin menarik tengkuk Gracia guna memperdalam dan beradu lidah dengan gadis mungil itu. Shani menggunakan kakinya guna menutup pintu apartement dan mengangkat Gracia. Menggendong ala koala membuat gadis mungil itu jadi lebih tinggi sedikit dari Shani. Shani dengan tersenyum mengecup serta mengigit gigit kecil leher putih milik Gracia.

"Kaa... Shanii.." desah gadis mungil itu. Gracia ingin menghentikan aksi nakal Shani, namun dirinya tidak mampu, dirinya merasa enak namun merasa sedikit geli. Tangan Gracia malah memeluk kepala Shani seperti menyuruh gadis berlesung pipi itu untuk menjelajahi lebih leher miliknya.

Shani menghempas Gracia di sofa, membuka kemeja putihnya dengan terburu-buru, Gracia hanya terdiam dan memalingkan wajahnya karena menatap perut Shani yang sedikit berbentuk kotak-kotak. Tangan Gracia sangat gatal ingin menyentuhnya. Shani hanya tersenyum melihat wajah Gracia yang sudah memerah. Shani naik ke atas Gracia menopang sedikit badannya agar tidak menindih gadis mungil itu. Tangan Shani naik mengelus rahang gadis itu dan turun kebawah membuka secara perlahan kancing kemeja milik Gracia. Mengecup kembali leher sang gadis.

"Kaa..." Gracia hanya pasrah, demi Shani gadis itu hanya bisa menyerah, terserah Shani berbuat apa pikirnya. Gadis kecil itu hanya bisa menutup matanya dan sedikit menikmati sentuhan sentuhan tangan Shani yang bermain main di area perutnya. Sedangkan gadis berlesung pipi itu tersenyum tipis disela sela masih fokus menjelajahi leher putih Gracia.

Tangan Shani semakin naik keatas ingin menyentuh gundukan kembar yang membuat Shani ingin mencicipi nya juga. Memberikan sentuhan kecil dulu tidak lah masalah pikirnya.

"Kaa.. shan..." Gracia menghentikan tangan Shani yang semakin nakal. Namun Shani tidak menghentikan aksinya, menghempas tangan Gracia dan melanjutkan aksinya. Namun.....

Plakkkk

Dengan kaget Shani bangun dengan setengah sadarnya menatap Desy dan sedang memikirkan apa yang terjadi, bukankah barusan dirinya bersama Gracia? Melakukan sesuatu hal?. Shani memegang kepalanya yang sedikit pusing. "Shani bangun!!" Ucap Desy berteriak menggema setelah menampar pipi Shani. Desy tersenyum puas mengingat dirinya tidak dimarahi sahabatnya ini.

"Wait... Ini jam berapa?" tanya Shani menatap sekitarnya. Kenapa otaknya bisa selambat ini untuk berpikir. Dirinya tidak mengerti, mimpi tadi serasa nyata bagi dirinya.

"Udah jam 9 pagi, lu tumben banget kek gini" jawab Desy sambil membuka gorden jendela. Sinar matahari menyinari ruangan kamar tersebut.

"Gue ga mau masuk hari ini, gaenak badan" Desy menatap heran Shani, tumben sakit sedikit tidak mau masuk, biasanya manusia batu ini hujan badai angin ribut pun bakal diterjang untuk ke kantor.

"Baik bos laksanakan" ucap Desy dengan senang hati. 'kalau Shani cuti gue juga bakal cuti dong' pikir Desy.

"Tapi lu harus hadir, soalnya ada pemilihan model buat pembukaan hotel papa gue kan? Jadi gue serahin ke lu" lenyap sudah senyum manis Desy, digantikan dengan muka masam tetapi mengangguk patuh dengan perintah Shani.

"Btw gue tadi disini sendirian?" Tanyanya pada Desy

"Iyaa lah, emang sama siapa lagi? Misalnya juga lu berdua tidur sama siapa anjir" jawab Desy sambil menatap jidat Shani yang penuh dengan keringat.

"Elap dulu itu keringat, lu daritadi blah bloh mulu anjirr, kek orang tolol" ujar Desy sambil menyerahkan tisue yang berada diatas meja samping tempat tidur Shani. Jemari Shani mengambil beberapa lembar dan mengelapnya dengan pelan.

'baik Shani, itu hanya mimpi. Konsentrasi dong, lagian kenapa sih malah dia yang muncul' ujar Shani dalam hatinya.

________________

Shani menghembuskan nafasnya lelah. Padahal dirinya hanya meminta menu makan siang sup, tapi apa ini? Mamanya membuat banyak menu makan siang. 'kamu kan lagi sakit, harus makan banyak' itulah yang dia dengar dari mulut sang mama.

"Selamat siang tante" ujar Gracia memasuki rumah megah dan mewah yang sangat-sangat besar. Shani yang mendengar suara yang tak asing di telinganya, menatap seonggok manusia yang membuat kepalanya semakin pusing.

"Siang Gracia cantik" ujar Adora bangkit dari kursinya dan memeluk gadis mungil itu, Adora natio siapa lagi bukan mama dari sang Shani Indira.

"Masa pacarnya datang ga disambut sih Shani" gadis berlesung pipi itu semakin mengkerutkan keningnya. Apa maksudnya mama nya ini?

"Shani ga pernah punya pacar" ucap Shani tegas mengalihkan pandanganya yang sedari tadi menatap interaksi Gracia dan Adora, kini menatap lurus ke makanannya.

"Gapapa Gracia, lagi masa pdkt kan? Nanti juga anak keras kepala itu yang bucin ke kamu" Gracia hanya tersenyum manis menanggapi perkataan dari calon mertuanya ini. Adora menarik Gracia dan menarik kursi yang berada di samping Shani, mempersilahkan calon menantunya itu untuk duduk bersampingan dengan Shani.

"Kak Shani aku ada bawa bubur nih" ujar Gracia sambil membuka kotak bekal yang bertingkat empat itu. Helaan nafas kesekian kalinya Shani hembuskan. Namun, sebenarnya Shani tidak cukup berani menatap Gracia untuk saat ini, karena dirinya sangat gugup apalagi mimpi tadi sangat melekat di pikiran nya seperti otaknya menyuruh dirinya untuk selalu mengingat mimpi itu. 'ayoo Shani sadar dong, harus tegas sama ini bocah' ucap Shani dalam hatinya meyakinkan dirinya.

Seperti biasa Gracia sudah siap untuk menyuapi Shani. "Saya bisa makan sendiri" tolak Shani yang menatap tangan Gracia yang sudah siap dengan sendok dipenuhi dengan bubur.

"Gracia kamu itu udah cocok jadi menantu tante deh, udah Shani kamu tinggal makan aja apa susahnya sih" bawel Adora sambil menatap tajam Shani seperti mengancam gadis berlesung pipi itu. Shani dengan kesal menerima suapan dari Gracia. Dengan telaten Gracia menyuapi Shani membuat Adora tersenyum hangat.

"Mama keluar dulu, biar kalian menikmati waktu berdua ya. Gracia tante titip Shani yaa, kalau sakit dia suka rewel soalnya" Gracia tertawa kecil dan mengangguk mengerti, Adora tersenyum  dan langsung meninggalkan keduanya di meja makan.

"Ayo kak lagi" ucap Gracia

"Tidak, saya su-dah kenyang..." ucap Shani menolak sambil berdehem sedikit, menetralkan lidahnya untuk berbicara normal. Gracia tidak memaksa dan membereskan kotak bekalnya.

"Kamu kenapa bisa datang kesini?" Tanya Shani kepada Gracia. Jari Gracia terhenti dan tersenyum 'dia barusan bilang kamu? Jangan diingetin biar dia ga sadar' ujar Gracia dalam hati.

"Bisa dong apasih yang Gracia gabisa" balas Gracia

"Desy yang bilang ke kamu kan?" Tanya Shani lagi

"Tidak kakak, ini namanya ikatan batin kak, kalau kak Shani sakit aku juga ikut sakit" ucap Gracia mantap dengan senyumnya yang menampilkan gigi ginsulnya. 'cantik' itu hal yang Shani ucapkan dalam hatinya, senyum Gracia sangat cantik hal itu selalu Shani katakan dalam pikirannya. Shani sedikit menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya, sudah gila kalau dia menyukai Gracia pikirnya.

"Lain kali tidak usah repot begini" ucap Shani bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan Gracia begitu saja.

Shani bergegas masuk kamar dan menutup pintu kamarnya. 'ini jantung gue kenapa bisa begini, ngelihat senyumnya Gracia buat gue gagal fokus' ucap Shani memegang dadanya bersender pada pintu kamarnya.
























"Liebe und hoffnung geben uns die kraft leben."



















Vote dan komen

DAS SCHICKAL Where stories live. Discover now