Chapter 14

90K 4.7K 13
                                    

Ayra melirik pintu kamarnya untuk kesekian kalinya. Rasanya Ayra ingin mengumpati dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia bertingkah memalukan seperti ini.

Sialan! Ia tidak ingin mengakuinya tapi sialnya sejak tadi Ayra memang menunggu kedatangan pria yang berstatus suaminya untuk masuk ke kamarnya.

Ya Tuhan! Bukankah ia terdengar seperti seorang selir saat ini ?

Menunggu Sang Raja untuk menemuinya di jam yang telah di tentukan. Menghabiskan waktu yang selalu di nantikannya.

Salahkan Gideon yang membuatnya sepertinya! Mungkin kalian juga bisa menyalahkan bayi yang ada dikandungan.

Ya! Mungkin karena bayinya Ayra selalu berharap kehadiran Gideon setiap malam di kamarnya. Menemaninya tidur hingga pagi menjelang.

Bahkan itu sudah menjadi rutinitas pria itu selama dua bulan mereka menikah. Walaupun Gideon mengatakan mereka memiliki kamar terpisah.

Nyatanya bisa itu selalu datang ke kamarnya dan tidur memeluknya hingga pagi. Itu sudah menjadi rutinitas mereka selama dua bulan menikah ini.

Gideon sudah pulang sejak tiga jam yang lalu dan pria itu mengatakan memiliki pertemuan daring di ruangan kerjanya.

Jam menunjukkan pukul 10 malam dan matanya tak bisa terpejam sejak tadi. Seolah tengah menunggu kedatangan Gideon untuk masuk ke kamarnya.

Bukankah itu terdengar menggelikan ?

Ayra berdecak pelan dan menghela napas. Bahkan sejak tadi ia sama sekali tidak bisa fokus dengan buku yang dibacanya.

Matanya ini sejak tadi melirik pintu dan berharap mendengar pintu terbuka lalu menemukan Gideon dengan baju piyama seperti biasanya.

Ayra mengigit bibirnya ragu dan menatap pintu kamarnya untuk kesekian kali. Benaknya sudah menyerukan perintah untuk keluar dan mencari keberadaan Gideon.

Namun kewarasan mencegahnya. Itu sama saja menurunkan harga dirinya! Mau di taruh mana wajahnya jika Gideon tau kalau selama ini Ayra selalu menunggu kedatangannya.

Jelas ia tidak akan sanggup menerima tatap Geli yang ditunjukkan Gideon padanya karena tingkah laku memalukannya ini.

Detik jam dinding benar-benar mengusiknya dan membuat merasa semakin berdebar. Nyatanya Ayra bukanlah orang yang sabar dan sepertinya mata ini juga tidak akan terpejam juga.

Ayra menyibak selimut dan memilih turun dari ranjang. Melemparkan harga dirinya jauh-jauh dan berjalan keluar kamar.

Mencari keberadaan suaminya seperti istri yang takut di tinggal pergi.

Langkah kakinya mengantarkannya menuju ruang kerja Gideon yang tertutup dengan rapat. Ruang kerja itu sepertinya kedap suara dan Ayra sama sekali tak mendengar suara apapun.

Untuk beberapa saat Ayra hanya menatapnya dengan ragu. Sampai akhirnya tangannya terulur dan membukanya pelan.

Berusaha sepelan mungkin walaupun dirinya tau jika pintu itu tetap akan mengeluarkan suara.

Saat kepalanya melongok ke dalam tatapan matanya langsung bertatapan dengan Gideon yang terlihat menghadap laptopnya.

Pria itu terlihat menatapnya dengan bingung sebelum sebuah senyuman muncul di bibir Gideon.

"Ada apa, Ayra ?" Tanya pria itu yang membuat Ayra membuka pintu semakin lebar.

Berdiri dengan kaku di pintu ruang kerja Gideon. Menatap pria itu dengan kedua pipinya terasa memanas tetapi kepalang tanggung untuk pergi sekarang.

"Kau tidak tidur ?" Tanya Ayra yang sukses membuat senyuman terlihat merekah di wajah Gideon.

Tatapan pria itu berkilat dan alarm di tubuhnya sudah berdering dengan kencang. Namun sayangnya ia terlalu takut untuk berbalik pergi.

Scandal of BillionaireWhere stories live. Discover now