Chapter 17

81.6K 4.4K 27
                                    

"Kau tidak ingin bertanya padaku ?" Suara Gideon terdengar menggodanya yang membuat Ayra mendengus dan memilih asik dengan makanannya.

Ingatkan Ayra jika Gideon bisa berubah menjadi pria yang jahil dan menyebalkan. Sejak tadi pria itu menggodanya tentang pertanyaan yang ditanyakan pada Lyn.

Padahal pria itu jelas tau apa pertanyaan yang ditanyakan Ayra. Tetapi pria itu tidak menjawabnya dan hanya melontarkan ejekan pada Ayra.

Sedangkan Ayra kepalang malu untuk mengulang pertanyaannya. Sesi sarapan hari ini benar-benar membuat Ayra ingin berlari secepat kilat menjauh.

Sialan memang pria itu!

"Kau harus menanyakan langsung, Ayra" ulang Gideon dengan mencolek tangan Ayra yang ada di atas meja.

Ayra langsung melototkan matanya pada Gideon yang membuat pria itu tertawa. Sebelum menyeruput segelas kopi yang dibuatkan Lyn untuk Gideon.

"Kau tau, sebelum menikah aku tidak pernah tau jika perempuan terlihat semakin cantik ketika marah"

Satu hal lagi yang baru diketahuinya. Jika Gideon adalah seorang perahu ulung. Pria itu begitu jago menggombal dan menjahilinya.

"Kau... Jangan terus menggombal!" Ucap Ayra dan Gideon semakin tertawa saat melihatnya kesal.

"Aku hanya mengatakan fakta" Gideon tersenyum dan mengedipkan matanya.

Sedangkan Ayra memilih menunduk dan menyelesaikan makannya dengan cepat. Ayra menutup alat makannya dan berdiri dari tempatnya.

Namun Ayra lupa jika tangan suaminya itu sangatlah panjang. Gideon yang berada di seberang meja langsung menegakkan tubuh dan menahan tangannya.

Pria itu terlihat menatapnya geli.

"Kau mah ngambekan" ucapnya dan Ayra melototkan matanya.

"Aku mau kembali ke kamar. Aku ngantuk" ucap Ayra dan pria itu menganggukkan kepalanya.

Sebelum berdiri dan masih menahan tangan Ayra yang dipegangnya. Pria itu memutari meja dan merangkul pundak Ayra lembut.

"Aku juga sudah selesai. Kita bisa naik bersama"

Ayra hendak membuka mulutnya menolak tawaran Gideon. Namun ia memilih mengantupkan bibirnya lagi dan hanya diam ketika Gideon menariknya untuk berjalan bersama.

Pria itu merangkul pundaknya ketika mereka menaiki tangga menuju lantai atas dimana kamar mereka berada.

Bahkan Ayra dan Gideon hanya diam sampai di pertengahan tangga. Sampai akhirnya pria itu mengusap pundaknya lembut dan berkata.

"Aku tidak pernah memiliki kekasih sejak dulu"

Ayra menolehkan kepalanya dan Gideon tersenyum lembut. Ini adalah hari Minggu dan Gideon memilih untuk menemaninya di rumah daripada bergelut dengan segala berkas-berkas menumpuk di ruang kerjanya.

"Aku tidak percaya" itu adalah reaksi pertama Ayra yang sukses membuat Gideon kembali tertawa.

"Well kau bisa percaya dan tidak. Tetapi aku sejak remaja tidak memiliki kekasih, bagiku itu merepotkan" ucap pria itu dan Ayra menyipitkan matanya.

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam kamar dan Gideon dengan lembut menariknya untuk duduk di kursi balkon kamar mereka.

Gideon sangat tau jika ini adalah tempat favorit Ayra sejak mereka pindah ke kamar ini.

"Aku sudah memesan pada Lyn untuk mengantarkan teh untuk kita" celetuknya yang membuat Ayra menyandarkan tubuhnya rileks.

Inilah yang membuat Ayra menyukai Gideon. Pria itu selalu tau apa yang bisa membuatnya merasa lebih baik dan selalu menyiapkan yang terbaik untuknya.

Sulit dipercaya jika Gideon tidak pernah memiliki kekasih sebelumnya.

"Terima kasih" ucap Ayra dan Gideon tersenyum.

Sebelum duduk di sampingnya dan menariknya untuk merapat. Saat ini mereka duduk berdampingan dengan tangan pria itu berada di pinggangnya.

Usapan lembut terasa di pinggangnya dan tak lupa Gideon juga mengusap perut buncitnya.

"Tidak mungkin kau tidak pernah memiliki kekasih. Kau tampan dan mapan" ucap Ayra dan Gideon mengedikkan bahunya.

"Nyatanya aku tidak punya"

"Serius ? Kau bahkan pandai..." Kedua pipi Ayra terasa memerah dan tidak berani melanjutkan kata-katanya.

Namun sialnya lagi Gideon seorang paham dengan ucapannya dan tersenyum geli.

"Memiliki kekasih dan pandai bercinta adalah hal yang berbeda"

Ayra mendengus dan mengalihkan pandangan matanya. Suara kekehan terdengar dari samping dan membuat Ayra melototkan matanya pada Gideon.

"Aku tidak munafik, Ayra. Aku akan berbohong jika aku mengatakan tidak memiliki pengalaman bercinta. Tapi kau harus tau jika aku hanya menikah denganmu"

"Ya ya ya... Aku tau" ucap Ayra dan Gideon menganggukkan kepalanya.

Suara ketukan di pintu membuat Gideon memilih beranjak dari posisinya dan mengambil pesanan minuman untuk mereka.

Gideon kembali dengan nampan di tangannya dan memberikan tes hangat untuk Ayra. Aroma teh menguar dan membuat Ayra merasa lebih tenang.

"Ceritakan tentang dirimu" ucap Gideon yang membuat Ayra menegang dan menolehkan kepalanya.

Menatap pria itu dan Gideon terlihat mengernyitkan keningnya.

"Tidak ada yang spesial dariku" ucap Ayra dan Gideon mengangkat sebelah alisnya.

Sedangkan Ayra memilih bersandar dan menatap ke depan. Halaman belakang rumah Gideon terbentang lebar dan menyuguhkan pemandangan indah yang menyejukkan mata.

Ini adalah tempat favoritnya jika Ayra merasa ingin bersantai ketika Gideon bekerja. Setelahnya ia berangkat untuk mengantarkan makan siang milik Gideon dan berakhir pulang bersama pria itu.

"Kedua orang tuaku meninggal dan aku tinggal bersama nenekku. Sampai akhirnya nenekku dipanggil untuk bertemu dengan kedua orang tuaku. Menyisakan ku sendiri di dunia ini sekarang" senyum getir terlihat di sudut bibir Ayra ketika ia menolehkan kepalanya.

Di sana Gideon menatapnya dengan lekat sebelum pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Aku adalah bagian dari dirimu sekarang. Bahkan jika hal itu membuatmu merasa tidak cukup. Mungkin kau bisa mengingat kalau kita menunggu kehadiran Ayra Junior"

Desiran halus semakin terasa dan membuat kedua mata Ayra memanas menatap Gideon. Setelah kehilangan seluruh keluarganya Ayra tidak pernah merasa dirinya memiliki sosok yang bisa disebut sebagai rumah tempat berpulang.

Namun ucapan Gideon tadi membuat Ayra merasa jika ia sudah menemukannya.

Ia menemukan tempatnya berpulang

"Oh, dear. Kenapa kau begitu cengeng" suara Gideon terdengar ketika Ayra mengusap air matanya.

Tangan pria itu terulur dan mengusap pipi serta rambutnya dengan lembut. Sedangkan Ayra merasa ingin semakin menangis merasakan kelembutan pria itu.

Ayra benci ketika Gideon dengan mudahnya memporak-porandakan hatinya. Ia benci ketika Gideon dengan mudah mendobrak perasaannya dengan mudah

Bahkan tanpa melakukan apa-apa berhasil membuat Ayra merasa dicintai.

Sedangkan Ayra jelas tau jika pria itu tidak mencintainya. Sama sekali!

Ayra mengusap kedua matanya dan menatap Gideon yang menatapnya dengan senyuman gelinya. Namun di sana terpancar tatapan sendu yang membuat debar jantung Ayra semakin berpacu.

"Kenapa kau begitu baik denganku ?" Bisik Ayra dan tatapan terkejut terlihat di wajah Gideon yang tak menyangka Ayra akan menanyakan hal itu.

"Ba... Bagaimana jika aku sampai jatuh cinta padamu..." Suara Ayra semakin terdengar kecil di ujungnya.

Ya! Bagaimana jika ia benar-benar menyerahkan hatinya pada pria itu ?

Pria yang merupakan suaminya sendiri?

*-*-*

Scandal of BillionaireWhere stories live. Discover now