-51-

446 64 57
                                    

Dua orang perempuan dewasa atau lebih tepatnya dua orang wanita paruh baya, tengah terlibat pembicaraan serius di salah satu cafe bernuansa vintage yang berada di kawasan elite ibukota. Keduanya tampak larut dalam percakapan yang tenang meskipun salah satunya terlihat seperti merasa kesal? Atau mungkin marah terhadap lawan bicaranya?

"tujuannya apa sekarang gue tanya? Hah? Apa?" tanya salah satunya tak habis pikir
"emangnya dengan cara lo ngungkit-ngungkit masa lalu kalian yang indah, bakal bikin dia berpaling dari keluarganya? Nggak bakal, Mel. Itu suatu hal yang gak akan pernah mungkin terjadi"

"gue juga gak berniat bikin dia berpaling dari keluarganya, San. Gue cuma-"

"cuma apa?"

Wanita yang di panggil dengan sebutan Mel, atau Melinda Atmaja nama panjangnya, terlihat menghela nafas dalam seraya menatap ibu jarinya yang sedang mengusap pinggiran gelas berisi kopi miliknya.

Sandra, lawan bicara Melinda turut menghela nafas seraya memejamkan mata sejenak, merasa kepalanya berdenyut nyeri dengan kelakuan teman lamanya ini.
"dengerin gue, Mel. Kisah kalian udah berakhir sejak 25 tahun yang lalu, gak ada yang tersisa. Sedikitpun" ucap Sandra dengan nada tegas di akhir kalimat. Menarik nafas sejenak, Sandra kembali melanjutkan
"Harry udah menemukan kebahagiaannya, jangan lagi lo rusak kayak dulu"

Melinda menatap Sandra tajam
"jaga ucapan lo Sandra"

Sandra menyunggingkan senyum miring
"kenapa? Kalimat yang gue ucapin gak salah 'kan? Lo mau nyangkal?" tanyanya remeh

Melinda masih melayangkan tatapan tajamnya, belum berniat membalas perkataan Sandra karena memang seperti itu kenyataannya.

"jangan bilang kalo lo lupa?" tanya Sandra menyelidik
"apa perlu gue ingetin?" lanjutnya

Hening, keduanya saling tatap. Melinda dengan tatapan tajamnya, serta Sandra dengan tatapan mengejeknya.

"jangan lupa kalo dulu lo sendiri yang menolak lamaran Harry karena lo lebih memilih Armand yang lo kira lebih kaya dari Harry, padahal lo tau sendiri kalo dia udah punya istri saat itu" jelas Sandra
"dan sekarang, disaat Armand meninggal, dan lo tau kalo Harry berada jauh diatas Armand, lo mau hadir kembali di kehidupannya dia? Dengan alibi hanya ingin menyambung silaturahmi? Jangan bercanda, Mel"

Melinda terlihat mengatur nafas, mencoba meredam emosi dalam dadanya karena Sandra kembali mengingatkannya akan kebodohannya dulu.

Sandra terlihat memperbaiki posisi duduknya menjadi tegap dan menatap Melinda dengan serius
"Mel, dengerin gue. Gue bilang gini bukan karena benci, tapi justru gue sayang sama lo. Gue ga mau lo hancurin hidup lo yang kedua kalinya dengan mengambil jalan salah. Gue tau lo mungkin dulu saat memilih Armand pun hati lo tetep pegang Harry, tapi karena keadaan yang mengharuskan lo memilih Armand. Itu bisa di mengerti, tapi untuk sekarang tolong, tolong banget Mel. Buang pikiran lo jauh-jauh soal merebut Harry dari keluarganya, dilihat sekilaspun, orang-orang bakal tau jika istri dan-"

"Jasmine?" sela Melinda dengan senyum tipis
"lo tau sendiri kalo Jasmine ga seistimewa itu"

"tapi dimata seorang Harry Prakasa, Jasmine lebih dari istimewa. Lo gak bisa menampik hal itu" balas Sandra dengan cepat
"dan lagi, hidup Harry Prakasa bukan hanya tentang Jasmine, istrinya. Melainkan juga putri semata wayangnya, dan gue rasa lo ga bisa nganggap remeh putrinya itu"

Alis Melinda mengerut samar, mengingat sosok putri Harry yang pernah ia temui di toilet saat pesta salah satu kolega mendiang suaminya. Menurutnya, anak dari mantan pacarnya itu cukup manis meskipun agak kasar. Dan hal itu bukan hal yang harus Melinda pikirkan, toh ia pasti bisa meluluhkannya.
"kenapa? Dia anak yang manis"

ABBYANZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang