2. Menu Masalah

8 1 0
                                    

———

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

———

Kamar yang berantakan adalah kebiasaan Wangsa; bedak powder yang berhamburan di lantai, cermin rias dicoret-coret pake lipstik, sarung bantal saling terlepas, sprei kasur kotor bekas minuman. Definisi kapal pecah sesungguhnya, beruntung pembantu di rumahnya masih kuat untuk tetap bekerja di sana.

Saat ini Wangsa sedang menatap selembar kertas dari notebook yang telah ia susun selama 3 tahun terakhir dengan senyuman lebar. Ia tidak merasa sedih sama sekali walaupun mendapat hukuman, justru Wangsa malah senang, gadis itu bisa bebas jalan-jalan tanpa sibuk memikirkan tugas sekolah.

Berikut salah satu list yang berhasil Wangsa selesaikan: 13. Menyebar foto bugil Devina.

Dan karena kasus itu pula Wangsa hampir di depak dari sekolah, namun karena kekuasaan yang Gavan miliki, gadis itu akhirnya berhasil dipertahankan. Ia tidak peduli terhadap trauma yang dialami korban, yang Wangsa inginkan; Devina menjauhi Januar.

Masih untung hanya foto bugil yang Wangsa sebar, bagaimana kalau video syur cewek itu yang malah ia sebar ke grup sekolah. Apa gak bakal gempar?

Ting!

Satu pesan masuk ke dalam ponselnya. Dilihatnya pesan itu ternyata dari cowok yang ia gilai, Januar.

 Dilihatnya pesan itu ternyata dari cowok yang ia gilai, Januar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Astagfirullahadzim...” Suara Gavan mengagetkan Wangsa, gadis itu segera menyembunyikan ponsel beserta notebook ke belakang tubuhnya. Tampak Gavan menggeleng-gelengkan kepalanya sembari mengusap dada melihat bagaimana kondisi kamar Wangsa saat ini yang terlihat seperti kapal pecah.

“INI APA?!” tanya Gavan pada Wangsa.

“Yang mana?” Wangsa balik bertanya dengan wajah sok polosnya, membuat emosi Gavan naik-turun.

Pria itu lantas memejamkan matanya seraya mengatur napas. “Ini semua apa, Wangsa?”

“Hm, macem-macem. Ada kasur, bantal, lampu,” jawab gadis itu sembari melihat ke sekelilingnya. “Ada bedak sama lipstik juga, tuh. Lengkap!”

“Terus kenapa kamu berantakin kamar sampe jadi kayak kapal pecah gini?!” Gavan ngomel-ngomel.

“Biarin ajalah, Pih. Ini kan kamar aku, nanti juga ada si Bibi yang bantu beresin,” balas Wangsa dengan ekspresi lempeng tanpa merasa bersalah.

“Kamu, tuh—” Tangan Gavan sudah mengepal kuat, rasanya gatal ingin memukul anak satu-satunya itu yang selalu mengaduk-aduk emosinya. “Argh! Bikin kerjaan orang lain tambah banyak! Pokoknya Papi minta kamu yang beresin semuanya sekarang!”

Gadis itu menggeleng. “Gak mau, capek!”

“Makanya jan—eh, eh, itu apa yang di belakang kamu?” tanya Gavan, curiga. “Sini Papi liat!”

“Enggak!” Wangsa enggan memberikannya karena notebook itu merupakan suatu rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat untuk melakukan masalah.

“Liat!” Gavan melotot seraya memaksa anak gadisnya itu untuk memberikan sesuatu di tangannya yang tengah ia sembunyikan.

Wangsa mendengus gusar, kalau papinya sudah melotot seperti itu Wangsa kalah, mau tidak mau ia pun harus memberikan notebook-nya pada Gavan. Pria itu lantas segera mengambilnya dan langsung membuka setiap lembar kertas dari notebook itu.

Tangan Gavan mengepal, emosinya naik berkali-kali lipat membaca tulisan dari setiap lembar notebook milik Wangsa. “INI SEMUA UDAH KAMU SUSUN?!”

Kepala Wangsa mengangguk dengan bangga.

“BUAT APA?!” tanya Gavan tak mengerti, bisa-bisanya Wangsa menulis daftar seperti ini. Pake niat lagi.

“Buat caper sama Januar lah, biar dia notice aku, kalo aku tuh jauh lebih cantik dan seksi daripada pacarnya yang kaya beruk itu!” jawab Wangsa seraya berpose ala model iklan sakit pinggang.

“Hah?!” Gavan tidak habis pikir dengan tujuan anak gadisnya yang sangat tidak masuk akal. “Bisa stres Papi lama-lama kalau udah ngadepin kamu kayak gini,” kata pria itu sembari memegangi keningnya.

Sementara Wangsa menaikkan satu alisnya, “emangnya salah berjuang demi pacar orang?”

“Ya Allah gusti nu agung, kamu tuh masih kecil, Teh, jangan pacar-pacaran dulu!” ceramah Gavan. “Udah sekarang gini, kamu beresin kamar kamu. Jangan minta tolong si Bibi. Papi gak mau tau. Setelah itu kamu langsung ke ruangan Papi, gak pake lama!”

“Tapi 'kan aku gak bisa pasang sprei...”

“Sebisanya aja.” Gavan udah capek komen.

“Kalo gak bisa sama sekali, gimana?”

“Jangan banyak alesan, cepet sana beresin!”

Deg.

Wangsa langsung memegangi dadanya, lantas merosot duduk bersimpuh sambil menyanyikan lagu Rossa. “KUMENANGIS MEMBAYANGKAN BETAPA KEJAMNYA DIRIMU ATAS DIRIKU!”

Dih? Gavan tidak peduli sama sekali, pria itu justru memilih pergi membawa notebook milik Wangsa untuk dieksekusi sebagai bahan persidangan nanti.

———

Thank u, next

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Thank u, next.
Gavan Del Wazmi

|2

THIS IS CEGIL (on going)Where stories live. Discover now