14. Rencana Pak Kiyai

0 0 0
                                    

———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———

Garden tidak tahu kenapa tiba-tiba Umi Hasan meminta dirinya untuk ke rumah Pak Kiyai bersama Aisyah. Mungkin ada hal penting yang akan mereka bicarakan? Garden sendiri kurang begitu mengerti.

Setibanya di sana, Umi Hasan langsung menyuruh mereka berdua untuk duduk terlebih dahulu. Lalu wanita itu menawari mereka ingin minum apa dan Garden pun dengan sopan menolaknya, tetapi Umi Hasan memaksa, sehingga ia akhirnya menyebut teh hangat, begitu pula dengan jawaban Aisyah.

Sembari menunggu Umi Hasan yang sedang membuatkan teh hangat untuk mereka, Garden yang pada dasarnya sedikit kaku untuk memulai pembicaraan memutuskan untuk melihat-lihat koleksi foto yang terpajang di dinding daripada harus dibuat mati kutu di dekat lawan jenisnya.

Sementara Aisyah yang mendapat julukan cewek pendiam di pesantren Al-Ikhlas juga ikutan kikuk bila sudah berhadapan dengan Garden, tak ada yang bisa perempuan itu lakukan selain memilin ujung kerudungnya sembari menghitung domba.

“Kalian sudah menunggu dari tadi?” Tiba-tiba Pak Kiyai datang membuyarkan lamunan Aisyah yang sedang lancar, entah sudah berapa domba yang telah ia hitung, yang pasti semua dombanya kini sudah kabur begitu mendengar suara Pak Kiyai.

“Iya, Abah,” jawab Aisyah seraya berdiri untuk mencium tangan Pak Kiyai, begitu pula dengan Garden yang tadinya sibuk melihat-lihat foto di dinding langsung menyalami tangan Pak Kiyai, cowok itu lalu kembali duduk di tempatnya.

“Apa kabar, Jang Aden, Teh Aish?” tanya Pak Kiyai.

“Alhamdulillah kami baik, Pak Kiyai,” jawab Garden sembari menunduk, cowok itu masih sering merasa canggung setiap kali berhadapan dengan Pak Kiyai.

Aisyah lantas ikut mengangguk dengan diiringi pertanyaan yang sama, “Abah sendiri apa kabar?”

“Seperti yang kalian lihat, Abah sehat wal'afiat,” jawab Pak Kiyai dengan senyum bangga seraya merentangkan tangannya seakan menunjukkan bahwa dirinya terlihat sehat, tidak penyakitan.

Aisyah tersenyum. “Syukur alhamdulillah, Abah.”

“Bagaimana dengan pekerjaan kamu, Den?” tanya Pak Kiyai yang melanjutkan basa-basinya, semenjak orang tua Garden meninggal 9 tahun yang lalu, Pak Kiyai kini tak lagi melihat Garden sebagai santrinya, melainkan sudah ia anggap sebagai anak sendiri.

Apapun yang Garden lakukan, Pak Kiyai selalu ingin tahu. Ia juga mengerti bagaimana cowok itu masih membutuhkan bimbingan dari orang tuanya untuk perkembangan dan rencana masa depannya nanti. Maka dari itu, Pak Kiyai berharap bisa menjadi ayah pengganti yang tepat untuk Garden. Bahkan, Pak Kiyai juga sempat meminta pada cowok itu untuk menyebutnya ‘Abah’ sama seperti Aisyah, tetapi Garden menolak karena masih merasa canggung.

Garden tersenyum. “Alhamdulillah berjalan dengan lancar selama Aden menjabat sebagai guru agama di sana, Pak. Terima kasih sudah membantu Aden.”

Sejujurnya, Garden tidak akan pernah lupa dengan jasa Pak Kiyai yang telah membantunya, karenanya cowok itu bisa mendapatkan pekerjaan walaupun hanya menjadi seorang guru agama di sebuah paud kecil, tetapi setidaknya Garden bisa hidup mandiri dengan gajinya serta bisa membantu menyumbang dana untuk pembangunan gedung baru di Al-Ikhlas.

Sama seperti namanya, Al-Ikhlas, pesantren ini di bangun dengan rasa keikhlasan dari ayah Aisyah. Sejak berdiri pada tahun 2012 pesantren ini tidak pernah memungut biaya sepeserpun untuk orang -orang yang ingin menimba ilmu di sini, dan setiap dana yang pesantren ini dapatkan tentunya dari sumbangan para orang-orang besar yang dengan ikhlas memberikan sebagian harta mereka untuk perkembangan pesantren ini, salah satunya Gavan, pria itu menyumbangkan 60% dari hartanya untuk kemajuan pesantren ini agar menjadi lebih baik.

“Semoga ilmu yang telah kamu berikan kepada anak-anak dapat bermanfaat ya. Jangan pernah bosan untuk berbagi ilmu yang kamu punya.”

Garden menganggukkan kepalanya. “Aamiin, Pak Kiyai. Aden pasti akan melakukan yang terbaik, menurut pengetahuan Aden, untuk mereka.”

“Kalau Aish bagaimana? Apa ada kendala saat revisian?” tanya Pak Kiyai pada Aisyah, kisahnya sama seperti Garden. Orang tua Aisyah bercerai karena ibunya selingkuh, ayahnya lalu membangun pesantren ini, tetapi kemudian pria itu meninggal karena kecelakaan, sehingga kini diteruskan oleh Pak Kiyai selaku adik dari ayahnya Aisyah.

Sementara Pak Kiyai yang selama pernikahannya tidak pernah dikaruniai anak akhirnya memutuskan untuk mengangkat Aisyah sebagai anak mereka dan berharap semoga kelak Aisyah bisa menjadi anak yang Sholehah serta disayang banyak orang.

“Sejauh ini masih aman, Abah. Aish minta doanya semoga proses penerbitannya nanti lancar,” ucap Aisyah tetap rendah hati. Menjadi seorang penulis merupakan cita-citanya sejak kecil, beruntung Pak Kiyai selalu membantunya dalam segala proses mewujudkan cita-citanya hingga tanpa Aisyah sangka novelnya dilirik oleh penerbit besar.

“Pasti, Abah akan selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak Abah,” ucap Pak Kiyai kemudian.

Aisyah tersenyum. “Terima kasih, Abah.”

“Terima kasih, Pak Kiyai,” susul Garden.

Setelah itu keadaan jadi canggung, tetapi bibir Pak Kiyai tetap komat-kamit cerita dari mulai A hingga Z, sampai akhirnya Umi Hasan pun datang dengan membawakan mereka dua cangkir teh hangat dan secangkir kopi hitam yang ikut nyempil sendirian.

“Maaf, ya, nunggu lama, tadi baru masak airnya dulu,” kata Umi Hasan sembari meletakan teh hangat serta kopi hitam tersebut di atas meja.

“Tidak apa-apa, Umi, terima kasih sebelumnya. Maaf apabila kami merepotkan,” ucap Garden.

Umi Hasan tersenyum seraya mengambil duduk di samping Pak Kiyai. “Sama-sama. Silakan diminum teh-nya, mumpung masih hangat.”

Tampak di tempatnya Pak Kiyai tengah berpikir sejenak seakan tengah mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada mereka.

“Begini, Nak–” Kalimat itu tersampaikan dengan baik oleh Pak Kiyai, namun berhasil membuat Garden yang sedang menyesap teh hangatnya tersedak seketika.

———

Thank u, next

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thank u, next.
Gavan Del Wazmi

|14

THIS IS CEGIL (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang