12. Ngupil atau Kentut?

1 0 0
                                    

Waktu sore gini emang paling enak ngadem di bawah pohon mangga sambil makan rujak jambu asam pedas, tapi sayang Wangsa cuma sendirian, tidak ada yang menemaninya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu sore gini emang paling enak ngadem di bawah pohon mangga sambil makan rujak jambu asam pedas, tapi sayang Wangsa cuma sendirian, tidak ada yang menemaninya. Aisyah sibuk bantuin Umi Hasan masak di dapur, Gia lagi sakit, dan Kana dijemput pulang sebentar oleh keluarganya karena kakak laki-lakinya akan menikah besok lusa.

Sebenarnya Wangsa disuruh oleh Aisyah untuk menjaga Gia yang sedang sakit, tapi mumpung Aisyah gak ada, Gia juga lagi istirahat, daripada gabut, mending gadis itu nongkrong di bawah pohon mangga sembari menikmati angin sore.

Tapi, eh tapi, lebih gabut lagi nongkrong sendirian kayak gini, feel gabutnya lebih kental, gak ada yang nemenin buat ngobrol, setidaknya kalau ada hp sih gak bakal gabut, karena bisa sambil scroll BoTak. Sayangnya, hp gadis itu di razia karena ketahuan Ustadzah Ningsih nonton situs porno di kamar.

Ada aturan tidak tertulis bahwa membawa hp ke dalam ruang lingkup pesantren sangat dilarang, eh Wangsa malah dengan santai gelap-gelapan nonton wleo wleo di kamarnya. Udah hp-nya di sita, dapet hukuman pula suruh bersih-bersih toilet selama satu minggu ke depan. Sehingga hal itu menjadi pelajaran untuk Wangsa kedepannya, kalau nanti punya hp baru mending nonton begituannya di tempat yang tidak pernah dijangkau oleh Ustadzah Ningsih aja, supaya aman dari razia dan hukuman.

Prinsip yang Wangsa pegang selama ini, jangan dulu tobat sebelum bisa cipokan sama Januar, tapi karena udah pindah haluan ke Garden, maka gadis itu mengubah prinsipnya untuk tidak dulu tobat sebelum menjadi istri seorang Garden Alfaren.

Ngomong-ngomong soal Garden, panjang umur ternyata cowok itu tiba-tiba lewat di depannya dengan pakaian yang rapi dan tak lupa sembari membawa beberapa buku serta alat tulis miliknya. Wangsa lantas mengusap-usap dagunya ala-ala detektif Conan, dapat gadis itu tebak, sepertinya Garden mau pergi mengajar ke kampung sebelah.

Karena Wangsa anaknya aktif, ia langsung bangkit berdiri dari acara lesehannya untuk menghadang jalan cowok itu. Tiada kata malas ataupun terlanjur bila sudah menyangkut urusan Garden, apapun itu rintangannya, Wangsa akan tetap semangat 45.

Sementara Garden hanya bisa beristighfar saat melihat gadis itu muncul begitu saja di depan matanya dengan wajah yang sumringah bak mendapat sembako gratis dari kelurahan.

"Hai, calon suamiku!" sapa Wangsa super ceria dengan senyuman selebar harapan mertua, lantas menawari cowok itu rujaknya. "Apakah kamu mau rujak yang sedang diriku makan ini, atau tidak?"

Garden tersenyum sembari menggeleng pelan. "Terimakasih, tapi maaf, saya gak suka pedas."

"Nih!" Wangsa menunjuk-nunjuk bibirnya.

"Kenapa?" Garden tidak mengerti, yang ia lihat bibir gadis itu agak sedikit dower. "Bibir kamu bintitan?"

Wangsa menggeleng cepat. "Kalo kamu gak suka pedes, kan masih ada bibir aku, cipok aja sepuas kamu!" Lantas gadis itu memonyongkan bibirnya.

"Astagfirullahadziim," ucap Garden yang langsung menunduk sambil mengusap-usap dadanya. Ujian terberat dalam hidupnya adalah bertemu dengan Wangsa. Bukan karena imannya yang lemah, tapi karena kepalanya sudah cukup pusing setiap kali meladeni tingkah gadis itu yang diluar angkasa.

"Mwehehe..." Wangsa cuma nyengir tanpa dosa.

"Ya sudah, saya pamit dulu ya," ucap cowok itu seraya menganggukkan kepalanya pada Wangsa sebagai bentuk hormat menutup percakapan.

Wangsa senyum-senyum kesemsem. "Ceritanya kamu lagi simulasi pamitan sama calon istri, nih?"

"Ha?" Garden bengong sebentar, kemudian memilih mengabaikannya. "Saya duluan, assalamualaikum."

"Tunggu, Bub!" panggil Wangsa.

Garden berbalik badan. "Ya, kenapa?"

"Mau ikut!" cicit gadis itu sambil manyun, persis seperti anak kecil yang sedang merayu ibunya.

"Jangan, nanti yang ada kamu ganggu saya yang lagi mengajar anak-anak." Garden menolaknya, ia tidak ingin kejadian hari itu terulang lagi, di mana Wangsa masuk ke dalam kelas tanpa seizinnya, kemudian membubarkan mereka begitu saja.

"Kamu ini suudzon terus sama aku."

"Lebih baik kamu di sini saja, jagain Gia, katanya lagi sakit 'kan?" kata Garden pada gadis itu.

Wangsa menggeleng. "Pokoknya aku mau ikut!"

Garden menghela napasnya, ia sedang malas untuk bicara banyak hari ini, jadi terserah gadis itu saja. Ia memilih untuk melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Wangsa di belakangnya yang seperti anak ayam.

Cukup lama mereka saling diam, tiba-tiba Wangsa bersuara, "Bub, kenapa kamu mau jadi guru?"

"Karena saya ingin berbagi ilmu yang saya miliki."

"Kenapa harus guru paud?" tanya Wangsa lagi, ia hanya ingin tahu alasannya. "Emangnya gak pusing tiap hari ketemu anak-anak? Apalagi kalo bandel."

"Enggak, karena saya suka anak-anak," jawab Garden yang berhasil membuat Wangsa membelo.

"Are you seriously?" Garden mengangguk. "Bub, mumpung ada sawah, bikin anak dulu sabi, tuh!" Wangsa menunjuk sawah yang mereka lewati.

Garden kembali dibuat mengusap dadanya sambil mengucap istighfar. "Perbanyak istighfar, Wangsa, kayaknya software otak kamu ada yang eror."

Gadis itu mendengus sebal. "Katanya tadi suka anak-anak, diajakin bikin anak malah gak mau!"

"Belum saatnya," jawab Garden sambil tersenyum.

"Kalo kita nikah, kamu mau punya anak berapa?" tanya Wangsa berandai-andai, itung-itung kuat apa nggak nanti push up berkeringat bareng cowok itu.

"Satu hal yang harus kamu tahu, kita gak mungkin menikah. Lebih baik fokus ke diri kamu, daripada mengejar saya yang belum tentu jodoh kamu."

Wangsa tersenyum, lantas membalasnya sesuai apa kata Aisyah, "Aku percaya tentang usaha yang gak akan pernah mengkhianati hasil, dan jodoh itu nggak ada yang tahu, tapi sebagai manusia kita bisa berusaha untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, benar? Kita punya hak merubah takdir."

Garden ikut tersenyum, ia pernah mendengar kata -kata itu dari Aisyah, persis seperti yang Wangsa katakan. "Tetap jadi diri kamu apa adanya."

"Aing macan!" ucapnya bak orang kesurupan.

"That's right, I like what you see as it is!"

"Apakah ini lampu hijau?" Gadis itu membelo.

"No! You're attractive when you are yourself."

"Dan kamu tetap ganteng walaupun lagi ngupil!"

"Saya gak pernah ngupil di depan kamu!"

"Tapi kentut pernah?" tanya Wangsa.

"Mungkin, hanya Allah yang tahu."

Thank u, next

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thank u, next.
Gavan Del Wazmi

|12

THIS IS CEGIL (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang