5. Masuk Pesantren

5 1 0
                                    

———

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

———

“Aku gak mau masuk pesantren, Pi!”

Wangsa menggebrak meja seraya berdiri dari duduknya, gadis itu memilih untuk mengakhiri percakapan ini dan pergi menuju kamarnya.

“Kenapa?” Gavan membuntuti Wangsa menaiki tangga. “Pesantren itu baik buat kamu, supaya kamu bisa lebih berkarakter lagi. Kalau emang kamu gak bisa nurut sama Papi, seenggaknya dengan masuk pesantren kamu bakal disiplin.”

“Papi gak mau dianggap gak becus ngurus anak, maka dari itu Papi mau kamu masuk pesantren, supaya kamu gak ugal-ugalan lagi!” lanjut Gavan.

“Oh, ya?” Wangsa berhenti, membalikan badannya, lantas menunjuk Gavan dengan perasaan emosi. “Semua ini salah Papi tau gak? Papi yang udah bikin Mami pergi ninggalin kita! Kalo aja Papi sama Mami gak cerai mungkin aku gak bakal kayak gini sekarang!”

Napas gadis itu memburu, jika sudah mengingat soal kepergian maminya, perasaannya selalu terguncang, menjadi lebih emosional. Cengeng. “Karena papi itu gak tau maunya anak perempuan kayak gimana!”

“Cuma mami yang paham kemauan aku,” lirihnya seraya menahan isak tangis yang tertahan dengan kepala menunduk. Takut melihat wajah papinya.

Apalagi saat tangan lelaki itu mengepal, menonjolkan urat-urat hijau pada punggung tangannya. Ia tahu Gavan marah, tapi kenyataannya memang Gavan tidak pernah tahu apa yang Wangsa inginkan.

“Terus... yang beliin kamu motor siapa?” tanya Gavan seraya mengangkat dagu Wangsa agar mau menatap matanya yang kini memerah. “Yang selalu beliin kamu baju, tas, hp, sepatu, semua yang kamu punya sekarang itu siapa yang beliin?” Kepala pria itu menggeleng -geleng pelan. “Papi sayang, bukan Mami.”

Air mata Gavan kemudian mulai membasahi pipinya, ia sudah berusaha keras menjadi Bapak sekaligus Ibu untuk Wangsa, meski rasanya berat karena mau bagaimanapun juga yang gadis itu inginkan adalah tetap maminya, si Mimi Peri.

Bahkan setelah kejadian malam itu, Wangsa kehilangan sosok ibu yang senantiasa memberinya kasih sayang, yang selalu ada menemaninya di kala gadis itu merasa kesepian, wanita itu pula yang menjadi tempat utama untuknya bercerita ketika ada masalah dengan teman-temannya. Hanya Mimi yang gadis itu percaya dan mendapatkan tempat terbaik di hatinya, Gavan tidak akan pernah bisa menggantikan posisi itu sampai kapanpun.

Gavan sadar, bahwa Mimi memang seberharga itu untuk Wangsa, dan ia telah menyia-nyiakan semua yang pernah dirinya miliki hingga kini semua itu lenyap di makan oleh waktu dan kenangan.

“Papi mungkin emang gak bisa jadi kayak Mami kamu, tapi Papi bisa bahagiain kamu dengan cara Papi, karena Papi juga orang tua kamu!” katanya, lantas mengecup kening Wangsa dengan lembut.

“Aku masih butuh Mami, Pih!” Wangsa memeluk tubuh besarnya dengan erat. Gadis itu terisak pelan di antara dada bidang Gavan. “Aku kangen Mami.”

“Papi juga kangen,” balas Gavan seraya mengusap -usap kepala Wangsa. “Biarin Mami kamu bahagia dengan pilihannya ya, sayang? Maafin Papi yang gak bisa tahan Mami buat gak pergi waktu itu.”

Gavan kembali mengecup kening putrinya. “Papi sayang kamu seperti rasa sayang Papi ke Mami.”

・⁠・⁠・♫

Wangsa tertawa, kapan lagi coba bisa chatingan sama crush kayak gini? Biasanya mereka kalau chatingan cuma mentok di pesan kedua, seterusnya gak dibalas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Wangsa tertawa, kapan lagi coba bisa chatingan sama crush kayak gini? Biasanya mereka kalau chatingan cuma mentok di pesan kedua, seterusnya gak dibalas. Sebenarnya yang hobi nge-read pesan itu Januar, padahal Wangsa udah effort, tapi gak pernah dihargain. Nasib jadi cegil emang begini.

“Teh, disuruh beresin baju buat besok, kok, malah asik main hp? Udah semua emang?” tanya Gavan seraya masuk ke dalam kamar Wangsa. Ada satu koper di atas kasurnya yang masih kosong. “Teh, kenapa ini bajunya belum dimasukin ke koper?”

“Sama Papi aja, aku mau streaming MV aespa dulu bentar,” ucap Wangsa lantas naik ke atas kasur dan segera ambil posisi tengkurap sambil peluk bantal.

Gavan menarik napasnya, lantas beranjak menuju lemari untuk memasukkan baju-baju yang Wangsa butuhkan di pesantren nanti. Beruntunglah anak gadisnya itu mengerti tujuan Gavan memasukkan dirinya ke pesantren setelah bicara baik-baik.

“Kalau urusan Papi udah selesai, Papi pasti bakal langsung jemput kamu lagi,” kata Gavan sembari melipat baju milik Wangsa agar kopernya muat.

Wangsa melirik Gavan sebentar, lantas kembali fokus pada ponselnya yang menampilkan video musik futuristik ‘Black Mamba’ milik aespa.

Cup.

Gavan mengecup pipi putrinya usai memasukkan semua baju gadis itu ke dalam koper, pria itu juga menyelipkan selembar foto dirinya agar Wangsa bisa selalu mengingatnya. “Jangan tidur malem-malem ya, besok kita mesti berangkat subuh.”

Wangsa bergumam pelan, “Hemmm bawel.”

Gavan terkekeh sembari mengusap-usap kepala Wangsa. “Susunya jangan lupa diminum sebelum tidur! Papi tinggal ke bawah ya? Alopyu sayang!”

“Lopyu tu, Papi!” balas Wangsa sambil manyun.

———

Thank u, next

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Thank u, next.
Gavan Del Wazmi

5|

THIS IS CEGIL (on going)Where stories live. Discover now