10. Jigong di Kaca

4 1 0
                                    

———

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

———

Seperti biasa, setiap menjelang sore hari, tepatnya waktu setelah ashar, Garden akan pergi ke kampung sebelah untuk mengajar anak-anak di sana mengaji.

Dengan sedikit ilmu yang dimilikinya, cowok itu mampu untuk menjadi seorang guru agama di sebuah paud ‘Sore Ceria’ yang sudah berjalan hampir kurang lebih 3 tahun lamanya di sana.

Tidak ada kata lelah sedikit pun untuk cowok itu mengajari anak-anak tersebut yang masih dalam proses berkembang, walaupun kadang beberapa dari mereka bandel, banyak bertanya dan sulit mengikuti aturan yang ia tetapkan. Garden akan tetap sabar dan ikhlas menjalankan profesinya.

Untuk materi yang cowok itu bawa kali ini adalah tentang akidah dan akhlak dengan tema beriman kepada malaikat-malaikat Allah Swt., ia memberi sedikit penjelasan tentang siapa itu malaikat dan mengapa manusia biasa seperti kita harus tahu tentang malaikat-malaikat utusan Allah Swt?

Garden menjelaskan kepada mereka bahwa, “Malaikat adalah makhluk suci yang Allah Swt., ciptakan dari cahaya. Berbeda dengan Jin dan manusia, malaikat tidak memiliki hawa nafsu. Malaikat diciptakan oleh Allah Swt., hanya untuk taat dan bertasbih, seperti yang telah dijelaskan pada surah Al-Anbiya ayat 19 yang artinya, milik -Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan para malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, tidak pernah mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya, tiada pula merasa letih. Kurang lebih seperti itu.”

“Ada yang ingin ditanyakan sebelum lanjut ke penjelasan berikutnya?” tanya Garden seraya tersenyum kepada murid-muridnya yang setia mendengarkan penjelasannya, awalnya kelas tampak hening, tetapi beberapa saat kemudian mulai ada yang berani mengangkat tangannya.

“Pak Ustadz, saya mau bertanya!”

“Iya, silakan Farhan, apa yang ingin kamu tanyakan?” Garden menghampiri mejanya.

“Kenapa Allah subh—” Farhan tampak berpikir sejenak. Sedangkan Garden menunggu kalimat selanjutnya. “Sub apa ya tadi Pak Ustadz?”

“Subhanallahu Wa Ta'ala maksudnya?” tanya Garden pada anak kecil itu, barangkali salah.

“Iya, itu, Pak Ustadz! Kenapa Allah sub-ha-na-”

“Subhanallahu Wa Ta'ala,” Garden membantu anak itu yang tampak mengeja dan mengingat-ingat.

“Ah, iya. Kenapa menciptakan Malaikat?”

“Pertanyaan yang bagus, Farhan. Baik, Pak Ustadz akan menjawab menurut yang Pak Ustadz ketahui ya,” ucap Garden seraya kembali ke depan untuk menjelaskan alasannya sambil coret-coret bor.

“Allah Swt., menciptakan malaikat bukan semata- mata tanpa alasan, melainkan malaikat itu sendiri diciptakan untuk melaksanakan tugas atau misi tertentu yang Allah Swt., berikan. Apa saja itu?” Garden menulis sebuah tanda tanya yang diberi lingkaran. “Seperti yang telah kita ketahui, bahwa jumlah malaikat yang diperkenalkan oleh Allah kepada kita yaitu ada sepuluh beserta tugasnya, coba apa saja? Ada yang tahu?” tanya cowok itu.

“Tahu, Pak Ustadz!” jawab mereka serentak.

“Yang pertama ada malaikat?” tanya Garden.

“JIBRIL!” jawab semuanya dengan kompak.

“Tugasnya apa malaikat Jibril?” tanya Garden kembali, “tugasnya adalah untuk menyampaikan Wahyu kepada nabi dan rasul Allah Swt.,” ucap cowok itu yang diikuti oleh murid-muridnya.

“Lalu yang kedua ada malaikat apa?” lanjut cowok itu sampai terjawab semua ke sepuluh malaikat yang wajib diketahui beserta tugas-tugasnya.

・⁠・⁠・♫


S

ementara di sisi lain Wangsa sedang ikut Aisyah ke pasar untuk belanja keperluan dapur. Padahal baru hari ke tujuh berada di pesantren, gadis itu sudah merasa bosan dengan kegiatannya yang monoton, jadi sesekali ia ingin jalan-jalan keluar seperti contohnya menemani Aisyah belanja.

Jujur agak malas pergi ke pasar yang notabene-nya terkenal kotor, becek, padat oleh orang-orang yang berlalu lalang, bau amis ikan dan bau sampah yang menggunung di pojokan bercampur air comberan.

“Gils, gue mau muntah!” ucap Wangsa sembari menutupi hidungnya saat melewati gunungan sampah di pojokan yang baunya menyengat.

Usai mengelilingi pasar dan membeli semua keperluan dapur yang dibutuhkan sesuai catatan yang diberikan oleh Umi Hasan, mereka lantas segera kembali ke pesantren sebelum langitnya mulai menggelap. Sedari awal datang ke pasar hingga pulang, Wangsa tak ada niatan sedikitpun untuk membantu Aisyah meringankan bebannya dengan membawakan kresek belanjaan yang dia bawa, karena niatnya ikut hanya ingin jalan-jalan, walaupun hampir muntah karena bau sampah.

Namun, saat melewati jalan pesawahan Wangsa berhenti sejenak, ia menyipitkan matanya untuk memastikan seseorang yang tak sengaja ia lihat.

“Garden bukan, sih?” Wangsa bertanya-tanya, dari jarak sejauh ini cukup sulit untuk memastikan siapa orang tersebut, tetapi gadis itu yakin bahwa orang tersebut adalah Garden jika dilihat dari posturnya.

“Wangsa! Kok, malah diem?” Aisyah ikut berhenti dan menoleh pada Wangsa yang jauh tertinggal. “Wangsa, ayo cepetan, sudah mau Maghrib!”

“Hah? Lo duluan aja, ntar gue nyusul!”

“Bareng aja, takut ditanyain sama Umi!”

“Gue ada urusan dulu, sana lo pulang aja!”

“Ya udah, deh, urusannya jangan lama-lama, ya, sebelum adzan Maghrib nanti harus sudah ada di pesantren!” ucap Aisyah yang memberinya pesan sebelum kemudian lanjut berjalan meninggalkan Wangsa sendirian di tengah-tengah jalan setapak.

Wangsa yang masa bodo langsung menghampiri Garden yang sedang sibuk mengajar anak-anak di sebuah gubuk yang berada di ujung pesawahan.

“Eh? Bener! WOI BUB, INI AKUU!” Wangsa berteriak sembari menggedor-gedor kaca jendela saat lelaki yang ia lihat ternyata adalah cowok yang ia suka.

Namanya Garden Alfaren, seorang santri paling tampan di pesantren Al-Ikhlas, menurut gadis itu.

Sontak saja hal itu membuat semua perhatian seluruh muridnya kompak beralih pada Wangsa.

Salah satu murid Garden menyeletuk, “Pak Ustadz, itu istrinya, ya?” tanyanya dengan wajah polos. Dan Garden kini melihat Wangsa yang memberi jigong pada kaca jendela itu untuk melukis gambar hati.

“ALOPYU, BUB!” Tak lupa tangannya juga membuat saranghae untuk Garden sambil memberinya wink.

“CIE, CIE, PAK USTADZ!” ledek murid-muridnya. Sementara Garden menggelengkan kepalanya melihat tingkah gadis itu di balik kaca jendela.

———

Thank u, next

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Thank u, next.
Gavan Del Wazmi

|10

THIS IS CEGIL (on going)Where stories live. Discover now