Prolog

22.3K 1.1K 16
                                    

Dominion, kastil utama Duchy yang keindahannya seperti di negeri dongeng, adalah
rumah yang aku tinggali selama Delapan tahun bersama suamiku Derrick Cutbert, Dan anak laki-laki yang biasa kami panggil Austin.

Meskipun pernikahan kami telah diatur oleh keluarga, Namun kehidupan kami begitu sempurna, karena Derrick yang seorang Duke sangat mencintaiku, begitupun sebaliknya denganku yang mencintainya. Ia adalah suami serta ayah yang penyayang terhadapku dan Austin.

Hingga suatu hari semuanya berubah, setelah Derrick membawa seorang wanita yang ia temui diperjalanan pulang dari peperangan.

Derrick berjuang selama dua tahun, hingga tak sempat membalas surat-surat yang ku kirimkan.
Itulah yang selalu kupikirkan, aku terus mencemaskan kepergiannya,
Namun kepulangannya membuatku berharap ia lebih baik mati di medan perang.

"Ibu, mengapa Ayah tidak mau mengajariku berpedang lagi? Dan siapa wanita yang Ayah bawa itu?."

Austin yang terus merengek membuatku semakin pusing, Derrick bukanlah Ayah dan Suami yang kami kenal dulu, ia tak pernah menemui kami lagi. Bahkan ketika waktunya makan bersama, ia lebih memilih berada dikamar selirnya yang tengah hamil muda.

                           ***

"Hallo Duchess, aku Bella. Bagaimana kabar anda?."

Seorang wanita dengan perut buncit berada tepat dihadapanku, surai indahnya bagai sinar matahari yang begitu terang.

Matanya secantik ruby, siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta akan parasnya yang mirip elf.

Wanita yang tidak tahu malu itu beraninya menyapaku dengan percaya diri.
"Mengapa ia bisa berada disini? Bukankah seharusnya ia tinggal dikastil Ujung Timur?."

Tidak ada tata krama bangsawan dalam dirinya, bahkan ia merasa akrab denganku.
"Atau benar yang dirumorkan para pelayan, bahwa ia seorang budak?."

Aku melenggang meninggalkan ia seorang diri tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Bukan kewajibanku menjawab pertanyaan klisenya itu.

                           ***

Praaanngg,,,
Suara benda jatuh sangat jelas terdengar ditelingaku. Sehingga dengan cepat aku berlari kearahnya karena terkejut.

"Mengapa kau berkeliaran disini? Apa kau mau melukai Bella?."

Terlihat Austin yang bersimpuh dilantai dengan beberapa pecahan kaca disekitarnya.

"Austin."
Aku membantu anakku berdiri sembari memeriksa badannya karena takut ia terluka.

"Apa yang kau lakukan pada anak yang akan menjadi penerusmu?."

Kali ini aku benar-benar marah, aku yang biasanya tidak peduli dengan kelakuannya yang tak bermoral, membuatku ingin membunuhnya.
Teganya ia melakukan kekerasan pada darah dagingnya sendiri.

"Kalau kau mendidik anakmu dengan benar, ia tidak akan berkelakuan seperti ini."
Nada suara Derrick yang menekan itu adalah sebuah tanda peringatan.

"Ibuu,,,."
Austin yang ketakutan menangis sambil memelukku. Anak kecil yang berumur tujuh tahun ini, harus menghadapi kehidupan pahit karena kelakuan orangtuanya.

Aku melepaskan pelukan Austin dan dengan cepat berjalan kearah mereka.

"Plaaakkk..."

Tamparan kerasku membuat pipi wanita itu memerah.
Aku sudah tidak sanggup lagi melihat senyuman puasnya ketika Derrick lebih membelanya daripada anaknya sendiri.

"Kau wanita gila."
Seketika Derrick memeluk wanita itu, ia memberikan posisi perlindungan, seakan aku dan anaknya adalah musuhnya.

"Kecemburuanmu itu benar-benar mengerihkan, apa kau mau membunuh anak yang dikandungnya?."

Seketika mataku terbelalak, bahkan ia tak peduli pada penerusnya, tapi ia malah membela anak yang belum lahir.

"Kaulah yang mengerihkan, harga dirimu yang sangat murah itu membuatmu memelihara seorang gundik."

Airmata kekecewaanku jatuh berurai, mengenai rambut panjang yang menutupi wajahku.

"Kau,."
Plaaakk,,,
Derrick mengembalikan tamparan yang tak kalah keras sehingga membuatku terpental karena tak sanggup menahan kekuatan itu.

"Bbrruuukkkk."
Seketika itu kepalaku terbentur tembok yang diatasnya terpajang lukisan pernikahanku dengan Derrick.

Aku memandangi lukisan itu dengan penuh penyesalan.
Tetesan darah dari kepalaku mengalir di wajahku hingga jatuh berceceran dilantai.

Ku lihat anakku yang berlari kearahku dengan sebuah teriakkan , namun aku tidak bisa mendengarnya.

Derrick dan selirnya yang masih pada posisinya, terlihat tidak ada penyesalan diwajah mereka. Hanya senyuman tipis dari wanita itu yang menjadi bayangan terakhir sebelum semuanya menjadi gelap.

"Tuhan, jika diberi kesempatan. Aku akan memperbaiki semuanya dan tidak akan hidup dalam penyesalan."

                          ***

Napasku yang terengah-engah membuatku membuka mata secara paksa.
Hingga terlihatlah langit-langit kamarku.

"Tak ada yang berbeda, mimpi apa aku semalam?."

"Nyonya?. Tidak biasanya anda bangun sebelum ada yang membangunkan."

Seorang dayang yang memasuki kamarku membuatku terkejut setelah melihatnya, Ia lebih muda dari ingatanku.

Seketika aku bangkit dan berlari kearah cermin.

Terlihat rambut panjang bewarna perak yang terjuntai hingga pinggangku, serta kulit putih bagaikan salju yang begitu halus ketika ku sentuh.
Aku memandangi wajahku yang tak kalah cantik dari selir itu.
Tubuh mungilku terasa ringan, garis wajahku yang halus nan lembut membuatku percaya diri.

"Berapa umurku sekarang?."

"Ke,kenapa anda menanyakan itu? Bukankah umur anda sembilan belas tahun Nyonya?."

Aku melirik kearah dayang itu yang terlihat kebingungan.

"Dimana Duke?."
Tanyaku, karena aku lupa dengan rutinitasnya dipagi hari.

"Yang mulia sedang menunggu anda untuk sarapan bersama nyonya."

Hanya senyuman yang ku lontarkan padanya, antara senang dan kesal.
"Mengapa aku kembali setelah menikah dengan lelaki itu?."

____________________________________

Hallo Semuanya, ini cerita terbaruku 🥳

Semoga kalian suka ya 😇

Yuk mampir ke akunku, untuk membaca cerita menarik lainnya 🤗

pecintasenjamu

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Where stories live. Discover now