BAB 7

8.5K 510 6
                                    

Pagiku yang menyegarkan membuat wajahku menjadi datar, setelah melihat Bella yang berlarian mengejar kelinci hutan yang masuk ke pekarangan rumahku.

Dibalik jendela kamarku, Bella yang menampilkan ekspresi ceria, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan senang, kecuali diriku.

Ingatan menyakitkan terkait Bella dan Derrick di masalalu membuatku tidak semangat menjalani kehidupan sehari-hari.

Kalaupun aku menjalani kehidupan yang kedua dengan berbuat baik pada Derrick, aku yakin ia akan tetap membawa Bella dengan alasan menolongnya.
Dan kejadian dimasalalu pasti terulang kembali.

Apapun yang ku lakukan bagai buah simalakama.

Dan aku bukanlah orang yang mudah mencintai kembali seseorang yang pernah menyakitiku, meski itu hanya dimasa lalu. Ingatan tentang perselingkuhan secara terang-terangan itu tidak akan kulupakan seumur hidupku.

                             ***

Pagi ini Derrick tak memintaku untuk sarapan dengannya, karena ia sedang sarapan bersama Bella.

Dengan perasaan acuh, aku pergi meninggalkan kastil seorang diri menggunakan kereta kuda tanpa didampingi seorang pelayan sekalipun.

Bahkan setelah melihat hal itu Derrick tak mencoba menghentikanku dan malah melanjutkan menyantap sarapannya.

Aku berencana sarapan di sebuah kedai kopi yang terkenal di pusat kota. Sejak dahulu aku ingin sekali kesana, tak kusangka dikehidupan yang menyebalkan ini, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di kedai kopi yang dikenal dengan keunikan dari penyajiannya.

                            ***

"Nona, apakah ada yang bisa saya bantu?."
Seorang steward menghampiriku dengan sebuah kertas dan pena ditangannya.

"Saya ingin memesan maritozzi dan susu hangat."

Ia mengangguk menuliskan menu yang ku inginkan dan kemudian ia berlalu.
Maritozzi adalah roti bulat kecil yang berisi krim rasa vanilla. Yang membuatnya unik, mereka menyajikannya dengan mangkuk yang terbuat dari daun yang telah dibentuk.

Setelah makan beberapa Maritozzi yang lezat, perasaanku kembali membaik.

Dan untuk menghilangkan beban yang ada dipikiranku, aku berjalan kaki mengitari pusat kota yang tertata rapi dan sangat indah.
Ku akui, sebagai seorang Duke, Derrick bekerja dengan kompeten.

Sehingga siapapun yang berada dibawah kekuasaannya, menghormati Duke yang mereka kenal peduli dan baik hati.

Tanpa sadar, aku telah berada jauh dari kereta kudaku.
Digang sempit dan sepi, aku menelusuri jalan itu sembari melihat-lihat tembok yang terukir pahatan hingga membentuk lukisan.

"Serahkan semua harta milikmu, atau nyawamu melayang."

Seorang pria menyumbat mulutku dengan tangan kirinya.
Leherku terasa dingin karena sebilah pisau cantik yang menempel.

Tak ku sangka, diwilayah kekuasaan Derrick yang makmur bisa ada seorang perampok berkeliaran.

Aku yang tahu akan sakitnya sebuah kematian, mencoba mengatur napas dan menenangkan diriku.

Gaunku yang berat ini menjadi salah satu penyebab aku kesulitan melawan selain karena aku tak punya pengalaman bela diri.

Perlahan ku arahkan kantong kecil berisi koin emas milikku padanya.

Bukannya mengambil kantong itu, perampok yang berada tepat dibelakangku menjatuhkan pisaunya. Namun tangannya masih pada posisi yang sama.

"Anda tidak apa-apan nona?."

Terdengar suara lain dibelakang punggungku, posisi ini menyulitkanku melepaskan perampok yang tubuhnya menjadi kaku.

"Tuan, bisakah anda menyingkirkan orang ini?."

Dan dengan tiba-tiba, perampok itu berteriak.
"Apa yang kau lakukan?."

Aku menoleh kearah mereka, kulihat kedua tangan perampok itu telah diikat kebelakang menggunakan sebuah tali.

"Apa anda menggunakan sihir?."
Ucapku pada pria asing yang pernah kutemui saat festival.

Ia memakai jubah yang sama, bahkan penampilannya saat ini tidak ada bedanya dengan saat kami pertama kali bertemu.

"Tidak nona, sihir dilarang dikekaisaran ini. Siapapun yang menggunakannya akan dihukum mati. Apakah anda tidak tahu itu?."

Ucap pria asing itu, sembari menunjukkan sebuah jarum kecil di tangannya.

Aku tak ingat kalau sihir dilarang, karena kupikir, aku telah disihir sehingga bisa mengulang waktu.

"Jika jarum ini digunakan sebagai teknik akupuntur, maka akan menjadi terapi obat. Namun dalam perang, jarum bisa digunakan untuk melumpuhkan lawan."
Terang pria asing itu.

"Baik tuan, saya sangat berterima kasih karena anda telah menyelamatkan nyawa saya."

Ia tersenyum, hingga membuatku tak sengaja menatap wajahnya lama karena senyumannya yang manis.
Dibalik wajah datarnya, tak kusangka ia bisa tersenyum juga.

"Tidak masalah, segeralah tinggalkan tempat ini, aku akan membawa orang ini untuk diadili."

Bersama perampok itu, pria asing yang menyelamatkan ku berjalan lurus melewatiku.

"Tuan, apakah aku boleh membalas kebaikan anda?."
Ucapku karena merasa tak enak pada dia yang telah menyelamatkanku.

"Dengan senang hati, aku akan menagihnya setelah kita bertemu kembali."

Mendengar jawaban itu, ntah mengapa aku sedikit kerkejut, pria yang terlihat dingin itu ternyata memiliki sisi lain.

Mataku terus tertuju kearahnya yang semakin menjauh dari pandanganku.

"Nyonya, saya mencari anda sedari tadi."
Teriak seorang kusir dengan nada yang penuh kecemasan.

"Maafkan aku, tanpa sadar aku berjalan terlalu jauh."

Sambil tersenyum, aku melangkah kembali menuju kereta kuda dan kusir itu mengikutiku dari belakang.

____________________________________

Komen harapan kalian kedepannya untuk cerita ini 👇

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Where stories live. Discover now