BAB 10

8.7K 541 11
                                    

"Silahkan nona."

Pria itu memberiku semangkuk sup yang telah dipanaskan.

Mataku tidak fokus karena memandangi rumah yang sepertinya akan roboh.

Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang terawat serta penampilannya yang kali ini terlihat rapi, ia sangat tidak cocok tinggal ditempat seperti ini.

"Mengapa anda membawaku kesini?, bukankah seharusnya akulah yang menjamu anda?."

Tanyaku sebagai pembuka obrolan kami, untuk melunturkan suasana canggung kala itu.

"Nona, tidak mungkin kita berbicara hal yang sensitif di tempat umum."

Jawab pria itu santai dengan wajah datarnya, sembari meniup sup yang tampak mengeluarkan asap, karena panas.

"Dia benar, aku terlalu gegabah, sehingga tak memikirkan hal itu."

"Tuan, bisakah anda jelaskan mengenai pil yang anda sebut racun itu?."

Aku mengikuti gerakan meniup sup yang diberikannya, agar bisa segera ku santap, karena tubuhku mulai gemetar menahan rasa lapar.

"Baiklah, tapi sebelum itu, darimana anda mendapatkannya?."

Tanya pria itu lagi, kini ia meletakkan semangkuk sup ditangannya keatas meja yang berada diantara kami.

Wajahnya tampak serius, hingga aku kembali takut, seperti di awal pertemuan kami.

"Aku mendapatkannya dari pelayanku."

Ntah mengapa dengan pria asing ini aku tak bisa menyembunyikan apapun.

"Begitu."

Hanya kata datar itu yang keluar dari bibirnya, hingga membuatku bingung, ternyata ia ingin tau tanpa bermaksud memperdulikanku.

"Aku akan menanyakannya nanti pada pelayanku, mungkin ia keliru telah memberiku obat itu, ia hanya ingin membantuku."

Kali ini aku menyeruput langsung sup dari mangkuknya, karena asap mengebul yang keluar dari mangkuk itu tak lagi banyak seperti sebelumnya.

"Kau sangat polos."

Ucap pria itu, hingga aku terhenti dan meletakkan mangkuk yang hanya tersisa sedikit sup.

Ia menyeringai saat aku menatap wajahnya, hingga membuatku mengerutkan dahi.

"Aku yakin pelayanmu mencoba membunuhmu secara perlahan, karena pil itu adalah racun yang akan membuat darahmu keluar tanpa henti dari alat vital, setelah kau meminumnya secara rutin."

Seketika aku mual mendengar jawaban dari pria itu karena membuatku jijik, tak terbayangkan jika aku melalui hal mengerihkan itu.

"Tega sekali ia melalukan ini padaku, ku pikir ia adalah pelayan yang akan berpihak padaku."

Tanpa sengaja air mataku jatuh beruraian hingga membasahi pipi, dan aku menutup mulutku menggunakan satu tangan, karena tak ingin membuat suara menyedihkan terhadap kekecewaan yang sama akan kehidupan keduaku.

"Nona, aku tidak bermaksud membuatmu menangis."

Pria itu mencoba menenangkanku, sebuah sapu tangan diletakkan pelan diatas meja. Hingga aku mengusap airmata menggunakan sapu tangan itu.

"Ya, Aku mengerti Tuan, sepertinya aku harus segera kembali dan memberi pelayan itu pelajaran, maaf karena tidak sempat membalas kebaikanmu."

Aku berdiri dengan hati yang kesakitan, pelayan yang menjadi salah satu harapanku malah ingin membunuhku.

"Nona, aku akan mengantar Anda. Meski tidak tau masalahnya, namun sepertinya anda harus berhati-hati."

Tanpa pikir panjang aku menyetujui perkataannya.

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora