BAB 8

9K 558 35
                                    

"Elena, darimana saja kau seharian ini?."

Kepulanganku disambut dengan kemarahan Derrick yang membuatku semakin kecewa, karena ia melakukannya didepan Bella yang tampak duduk sembari menerima teh yang dituangkan oleh Dame, pelayan kesukaanku.

"Bukankah anda juga melakukan hal sesuka hati?
Sudah sepantasnya aku melakukan apapun yang ingin kulakukan, dan lagipula anda tidak mau melihatku ataupun sarapan bersama."

Jawabku dengan kesal.

"Berani sekali kau mengatakan itu padaku, kau bukanlah anak kecil yang setiap hari harus ku ingatkan untuk makan bersama, dan apa maksudmu melakukan hal sesuka hatiku?."

Aku melirik ke arah Bella yang sedang menikmati teh hangat itu dengan santai tanpa memperdulikan pertengkaran kami.

Derrick memandang kearah Bella dan seketika itu ia menunjukkan ekspresi yang tidak mengenakan padaku.

"Sudah berapa kali ku katakan padamu, Bella adalah tamu disini."

Seketika itu Bella tersentak, dan berlari menghampiri kami.

"Nyonya, maafkan saya karena telah membuat anda tidak nyaman, ini salah saya, dalam waktu dekat saya berjanji akan meninggalkan duchy."

Wajahnya memelas lemas, matanya mulai berkaca-kaca.

"Elena, kau membuatnya seperti seorang beban. Mengapa kau berubah seperti ini?."

Ucapan Derrick yang membela wanita itu daripada istrinya sendiri benar-benar membuatku semakin muak.

"Dan Anda tidak pernah berubah, dari kehidupan sebelumnya maupun sekarang."

Aku membuang muka dengan angkuh dan berjalan cepat, guna menghindari percakapan yang tidak perlu.

"Kau selalu berbicara yang tidak masuk akal, apa kau sudah gila?."

Aku terhenti sambil menggigit bibirku dengan kebencian, setelah mendengar ucapan kejinya itu.

"Iya, anggap saja ucapanmu benar dan kaulah penyebab dari kegilaanku, sebaiknya kita berpisah, bukankah kau tidak sudi memiliki seorang istri yang gila?."

"Elena!" Suara Derrick menggelegar diseluruh kastil.

"Kau pikir pernikahan adalah permainan? Sehingga sesuka hatimu ingin berhenti begitu saja?."

Derrick membelalakan matanya, sehingga wajahnya terlihat seram.

"Lalu, jika pernikahan bukan permainan, mengapa kau mengajak oranglain masuk ke dalam pernikahan?."

Dengan cepat aku membalas kalimat yang dilontarkan Derrick padaku.

"Tuan, Nyonya jangan seperti ini, hiks."

Bella menangis, sambil menjatuhkan tubuhnya, wajahnya menunduk hingga air matanya beruraian dilantai.

"Bella, bangunlah ini bukan salahmu."

Seketika Derrick membantu Bella berdiri, dan kemudian Bella memeluk pria itu sembari berpura-pura lemah.

Melihat pemandangan yang selalu seperti itu, dengan tekad yang kuat aku akan memikirkan cara lepas dari kehidupan bersama Derrick, meski proses yang sebegitu rumit dan aku akan mendapatkan hukuman dari kaisar karena perceraian, sudah tak masalah bagiku.

Karena masalah terbesarku saat ini adalah orang-orang sialan ini.

"Baiklah, aku akan mengabulkan permintaan ceraimu, namun dengan satu syarat."

Hatiku yang mulai tenang menjadi gemuruh setelah mendengar kata syarat dari pria bajingan itu.

"Apa syarat yang kau inginkan dariku?."
Jawabku lantang.

"Jika dalam satu tahun kau tidak hamil, maka kita akan bercerai."

Seketika alisku mengkerut dan wajahku membuat ekspresi penuh kemarahan.

"Baiklah."

Dengan terpaksa aku menjawab syarat yang dilontarkannya itu, meski dalam hati aku tidak akan sudi melahirkan anak darinya. Dan aku tidak akan rela membuat anakku menderita seperti dikehidupan sebelumnya.

Airmata Bella terlihat semakin deras, aku tahu ia sangat kecewa mendegar akhir perbincangan kami.

Dengan langkah laju, aku meninggalkan mereka menuju kamarku, diikuti Dame yang berlarian kecil dibelakangku.

"Nyo,nyonya. Ampuni saya."

Dame menundukkan wajahnya, kedua tangannya disatukan sebagai tanda permohonan maaf.

"Sudahlah Dame, itu bukan kesalahanmu. Kau tak perlu khawatir."
Jawabku dengan suara lelah, karena aku bingung memikirkan cara untuk menghindari bermalam dengan Derrick.

'Terima kasih Nyonya, hmm saya ingin memperlihatkan sesuatu pada anda nyonya."

Bisiknya pelan sembari mengeluarkan sebuah sapu tangan dari balik kantong seragam pelayan yang dikenakannya.

"Nyonya, ambilah. Anda membutuhnya kan?."

Aku menerima sapu tangan yang diberikan Dame, dan saat aku membukanya, terlihat beberapa pil berbentuk bulat bewarna coklat.

"Mengapa kau memberiku ini?."

Tanyaku dengan wajah penuh keheranan.

"Ini adalah pil kontrasepsi, bukankah anda tidak ingin memiliki anak bersama duke, agar bisa bercerai dengannya?."

Betapa terkejutnya aku mendengar kalimat yang diucapkan Dame.

"Mengapa ia tau isi pikiranku?."

"Darimana kau mendapatkannya Dame?."
Tanyaku ingin tahu secara keseluruhan.

"I,itu Nyonya, saya selalu meminum obat itu dan kasiatnya sangat ampuh."

Dame menundukkan wajahnya dengan ekspresi takut bercampur malu.

Aku memutuskan tak ingin mencampuri kehidupan pribadinya.

"Baiklah, aku akan menerimanya dan terima kasih karena kau telah membantuku, katakan apapun yang ingin kau inginkan, aku akan berusaha mengabulkannya."

"Tidak nyonya, aku melakukan ini demi kebahagiaan anda."

Aku tersenyum tipis, kini kepalaku yang terus berisik karena pemikiran yang saling bertabrakan mulai senyap, Dan hatiku sedikit lega.

____________________________________

TERIMA KASIH untuk yang masih membaca ceritaku, maaf jika diantara kalian tidak menyukai alurnya, karena ini adalah cerita Original, bukan terinspirasi dari manhwa atau mencontek cerita lainnya 🙏😊

Jangan lupa membaca "Balas Dendam Seorang Pelayan".
ceritaku sebelumnya :)

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon