BAB 15

6.9K 396 17
                                    

Aku dan Izekiel berjalan dengan langkah cepat bersama dua orang pengawal menuju penjara bawah tanah, tempat dimana Dame terkurung setelah disiksa dengan kejam oleh penjaga sel.

Wajah dinginku menatap Dame yang telah terkulai lemah dilantai penjara,disebagian kulitnya terlihat membiru.

Perlahan Dame merangkak kearahku yang berdiri tegak diluar sel, sorot matanya menatapku tajam.

"Kalau saja aku tak ketahuan, pastinya aku berhasil membunuhmu secara perlahan. Kau harus mati agar Nona Bella berhasil menjadi Duchess."

Ucapnya dengan nada lantang.

"Siapa kau sebenarnya?."

Perasaanku campur aduk antara marah dan kecewa, setelah mendengar pernyataan yang dilontarkannya.

"Hahaha, bodoh."
Seketika itu juga Dame merubah wujudnya menjadi seorang wanita dewasa dengan wajah yang menyeramkan.

"Bunuh aku, bunuh. Sampai kapanpun aku tidak akan menjawab satupun pertanyaanmu itu."

Dame yang kini memiliki rupa berbeda, menghentak-hentakkan kepalanya ke sel yang terbuat dari besi, hingga dahinya berdarah.

Refleks aku memejamkan mataku, karena aku merasa trauma terhadap darah.

"Elena, kau tak apa?."

Izekiel yang khawatir, dengan cepat ia menyandarkan tubuhku padanya.

"Aku tidak tahan, bawa aku pergi dari sini Izek."
Ucapku lirih, karena aku sedikit mual.

Seketika itu Izekiel menggunakan sihirnya menerjang ke Arah Dame, hingga ia berteriak kesakitan sampai dirinya mundur ke belakang.

"Kalian tangani pelayan ini dan buat ia mengatakan semuanya."

Seru Izekiel pada para penjaga sel yang sedari tadi berdiri diantara kami dengan posisi siap .

"Baik yang mulia."

                             ***

Izekiel membawaku ke sebuah kamar yang tiga kali lipat besar dan mewahnya dari kamarku di duchy.

"El, kau beristirahatlah. Aku akan menyelesaikan urusan ini untukmu."

Mata indah Izekiel menatapku cemas, garis tegas wajahnya yang bagai sebuah pahatan membuatku tanpa sengaja menyentuhnya.

Tangan kananku berada dipipi Izekiel, kulitnya lembut hingga aku membelainya pelan.

"Izek, Terima kasih karena kau sudi melakukan ini untukku yang bukan siapa-siapamu."

Bisikku pelan, hingga Izekiel mendekatkan telinganya kearahku.

Izekiel tersenyum, ia membalas belaian jemariku yang masih berada dipipinya.

"Ku harap suatu saat kau tidak perlu mengatakan itu lagi padaku."

Timpal Izekiel, dan perlahan ia melepaskan jemariku dari wajahnya. Ia melangkah pergi, namun langkah kakinya terus terdengar hingga akhirnya menjauh.

Aku berbaring ditempat tidur yang sangat empuk, ku pandangi langit-langit kamar yang begitu indah.

Hatiku terasa perih setelah tiba-tiba mengingat Derrick yang masih menjadi suamiku, aku merasa bersalah karena pergi  bersama pria lain, bahkan aku sampai mampir di Istananya.

Aku meneteskan airmata, ntah karena kebencianku yang begitu mendalam, atau rasa bersalahku. Hingga aku  melupakan Dame yang berani menyerangku dengan kata-kata kasarnya tanpa rasa takut.

                             ***

Aku bangkit dan perlahan berjalan kearah jendela yang terbuka lebar, tampak langit senja orange yang menghiasi seluruh istana ini.

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Where stories live. Discover now